Black Bodyguard - 2

5.9K 202 6
                                    

***

“Jadwal hari ini, Anda pindah ke sekolah baru. Dan kembali pulang. Tidak ada jalan ataupun bermain.” Aku mengabaikan kecerewetannya, dan masuk ke mobil. Ku lihat dia dari dalam mobil masih mengoceh sana-sini. Aku mengernyit heran, sebenarnya dia bodyguard atau baby sister? Kemayu sekali.

“Anda seharusnya mendengarkan intruksiku.” Katanya setengah kesal saat menyadari aku sudah berada di mobil.

“Apa kau dibayar untuk berbicara?” kataku datar. Dia menatapku dengan tegas, berbeda sekali saat dia mengomel tadi.

“Aku dibayar untuk menjagamu. Disini aku berperan sebagai Ayah dan Ibumu.”

“Oh? Ibuku?” kataku tersenyum mengejek.

“Boleh aku memanggilmu, Ibu Ervin?” dia terlihat menggeram kesal. Dan menyalakan mobil. Dan sepanjang perjalanan kami saling diam.

***

Aku turun dari mobil sebelum Ervin membukakan pintu. Aku berjalan cepat untuk menghindari Ervin. Parahnya lagi, aku baru sadar kalau Ervin memakai seragam yang sama. Sebenarnya apa rencana orangtuaku itu.

“Bisa Anda sedikit pelan.” Katanya sambil berjalan santai. Aku merutuki kakinya yang panjang, sial.

“Bisa tidak kau jauh dariku.” Kataku ketus. Aku tidak suka orang berdekatan denganku.

“Dalam radius?” katanya masih berjalan di sampingku.

“2 meter. Pergi.” Setelah mengatakan itu, aku berlari dan segera masuk ke dalam ruang kepala sekolah. Aku sudah hafal, karena kemarin aku sempat mensurvei sekolah. Tentu saja karena paksaan Ibuku.

“Pagi, Fero.” Sapa kepala sekolah ramah. Aku hanya tersenyum simpul dan duduk di kursi depan mejanya.

“Dimana Ervin?” tanyanya terlihat bingung karena hanya aku yang datang. Aku hanya mengangkat bahu tanda tak tahu.

Klek!

“Maaf, pak. Saya terlambat.” Ervin berdiri dengan radius 2 meter seperti perintahku. Kulihat kepala sekolah menatap kami heran.

“Ah. Sepertinya kalian sedang bertengkar?” kata kepala sekolah sambil tersenyum. Aku tak begitu peduli, toh Ervin yang akan menjelaskannya.

“Tidak. Maaf, pak. Bisakah kami langsung memasuki kelas?” tanya Ervin sopan. Kepala sekolah mengangguk dan memberitahukan dimana kelas kami dan bla…bla..bla..

***

Dikelas 11-1 ini aku dan Ervin ditempatkan. Kami masih berjalan dengan radius 2 meter. Pintu kelas terbuka sebelum aku membukanya. Terlihat Bu guru yang masih terlihat muda tersenyum pada kami.

“Kalian anak baru itu?” katanya. Aku hanya mengangguk, begitupun Ervin -kurasa-. Guru itu membuka pintunya. Dan berkata sebentar pada murid-murid di kelas.

“Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Ayo masuk.” Suruhnya. Aku melangkah tanpa malu ataupun senyum.

“Nah.. perkenalkan namamu.”

“Denisa Ferodika. Manggil saja Fero.” Kataku singkat. Kupandangi murid perempuan yang berbisik-bisik karena tak suka. Lalu apa peduliku?

“Baiklah. Kamu bisa duduk di sana.” Tunjuk guru pada bangku paling pojok kedua dekat dengan jendela.

“Nah.. masih ada satu murid baru lagi.” Katanya tersenyum cerah. Karena terlalu malas, aku memandangi lapangan dari jendela ini tanpa menghiraukan kericuhan yang ada.

***

“Ayo, kita makan.” Ajak Ervin padaku. Dia duduk di belakangku. Ini pasti sudah direncanakan. Aku hanya mengeryit dan menatap dengan tatapan, ‘Siapa kau?’

“Baiklah, nona muda. Anda harus makan. Saya lihat tadi pagi, Anda hanya makan sedikit sarapan.”

“Tidak mau.”

“Anda ingin berjalan sendiri atau saya gendong ke kantin?” katanya mengancam. Aku hanya mengangkat bahu tak peduli. Tiba-tiba tubuhku terangkat dan aku di gendong oleh Ervin. Ini Gila, aku meronta-ronta.

“Bagaimana?” katanya pelan.

“Lepasin.” dengisan pelan. Dia melepasku dengan cepat hingga tubuhku merosot dan jatuh. Sial.

“Maafkan saya, nona. Saya akan berjarak 2 meter dari Anda.” Katanya tersenyum kemenangan tanpa menolongku. Dia berjalan dulu menuju kantin, aku menatap sekeliling dengan tajam.

“Apa lihat-lihat?” kataku ketus.

***

“Aku ingin spaghetti.” Kataku setelah tiba di kantin. Ervin langsung memesankan. Dan kembali membawa sepiring spaghetti dan lemon tea.

“Sebentar.” katanya setelah meletakan makananku. Dia kembali ke kantin dan membawa sendok. Dia menyendok spaghetti dan memakannya.

“Aman. Silakan makan.” Katanya sambil menyodorkan bekas spaghetti-nya. Aku memandang jijik, mengambil lemon teaku sebelum tangan Ervin menyambar minumku. Dia menyedotnya sedikit, dan memberikannya padaku.

“Kalau kamu lapar, pesan 2 piring.” Kataku ketus. Aku segera bangkit dari dudukku tapi dia menahanku dan menatapku tajam.

“Ini pekerjaan bodyguard. Saya takut Anda kenapa-napa.” Aku hanya mendengus tanpa ada niatan memakan bekas makanannya.

“Cepat makan.” Suruhnya.

“Tidak.” Segera dia mengambil garpu baru dan menyendokkan spaghetti. Kemudian dia menyodorkannya padaku.

“Aku bilang tidak.”

“Anda ingin kekerasan atau sebaliknya?” katanya tajam. Aku memikirkan kekerasan apa yang akan dia lakukan, kurasa Ervin tidak suka main-main. Kemudian dengan setengah hati aku memakan suapannya.

“Bagus.” Katanya tersenyum bangga. Semenit kemudian.

“Kenapa wajahmu bintik-bintik?” kata Ervin panik tiba-tiba. Aku segera melihat tanganku dan Ervin benar. Dan sialnya, nafasku mulai sedikit. Aku butuh udara.

“Dia segera menggendongku dan membawaku ke UKS.” Aku merasa tercekik dan tak sadar diri.

***

Black BodyguardWhere stories live. Discover now