[27]

3.2K 392 21
                                    

Ia tertidur begitu lelah menangis. Tsukishima memandangi wajah terlelap gadis senja cukup lama hingga akhirnya menghembuskan napas panjang. Diliriknya jam dinding di sudut ruangan, sudah sore, sudah waktunya dirinya menyiapkan makan malam mengingat sang ibu dan ayahnya bepergian bulan madu membuatnya dilimpahi tugas memasak tersebut karena kakaknya harus bekerja.

Derap langkah terdengar, semakin lama semakin mendekat. "Kakaknya?"

Namun begitu pintu dibuka, sosok pria disana tidak asing. Itu bukan kakak Hina melainkan Kageyama, napasnya naik turun. Tsukishima menebak dirinya berlarian dari gedung olahraga menuju kemari. Sebenarnya ia enggan memberikan tanggung jawab menjaga Hina pada Kageyama. Namun mengingat lagi tugas memasaknya, ia akhirnya pasrah.

Tsukishima berjalan mendekat dan menyampirkan tas di punggungnya, di tepuknya pelan pundak Kageyama dan melangkah menuju daun pintu.

"Dia tertidur karena kelelahan, jangan bangunkan dia sampai kerabatnya datang." Nada suaranya separuh dingin.

"Apa yang terjadi padanya?" Kageyama bertanya, tulus ingin tahu.

"Tulang pahanya bergeser, dokter bilang dia harus beristirahat setidaknya satu bulan."

Tubuh Kageyama tersentak.

Tsukishima menyambung, "dia terlihat terpukul. Aku tidak tahu mengapa namun nampaknya dia benar-benar ingin bermain di pertandingan musim semi walau seluruh anggota tim mencampakkannya."

Kageyama bergeming, tidak tahu harus menanggapi.

Ekor mata Tsukishima melirik tajam kearah Kageyama. "Jika kau menyukainya, hibur dia." Dia berujar kemudian berjalan dan menghilang di balik pintu.

Kageyama terdiam beberapa saat sebelum mendekat, pupil matanya membesar. Wajah gadis itu pias, masih terlihat jejak-jejak air mata di pipi putihnya. Keningnya seketika berkerut.

"Dia habis menangis?"

Dia menarik kursi dan meletakannya di samping ranjang, ia duduk di sana. Diam tanpa suara namun sepasang matanya masih belum lepas dan wajah manis sang gadis. Tangannya terangkat dan mendekat nyaris menyentuh pipi gembil Hina, ia tidak tahu apa yang merasukinya namun tangannya begitu saja membelai pipi itu. Lembut dan selicin sutra, juga hangat.

Wajah pemuda itu sedikit memerah, dengan lancang jari telunjuknya turun dan menyentuh bibir ranum Hina yang tertutup rapat. Kageyama merasa jantungnya berdebar dan dia menelan salivanya kasar. Ia membuang wajah, namun kemudian curi-curi pandang kembali pada bibir ranum tersebut.

Terlintas di kepalanya bagaimana rasa bibir tersebut. Mungkin semanis permen kapas, atau selembut kue mochi.

"Sa..dar..lah!"

Merasa berpikir kotor, tangan kanannya menampar pipinya sendiri hingga beberapa saat kemudian ia mengumpat dan menyesali perbuatannya begitu menyadari pipinya terasa sangat panas.

Tiba-tiba sepasang matanya terkunci pada benda pipih diatas meja, warna casenya merah muda dengan gantungan berbentuk bola voli. Kageyama menebak ini milik Hina. Kageyama meraih smartphone tersebut, seketika wajahnya tertekuk melihat tampilan walpaper ponsel gadis itu. Tampak disana Hina tengah tersenyum dan saling rangkul bersama seorang pria cantik bersurai padi.

Ingatannya kembali beberapa bulan lalu, mulut Kageyama membentuk huruf 'O'. Pria itu adalah kakak Hina, dia pernah tidak sengaja bertemu dengannya begitu selesai berbelanja. Kageyama mengusap dagu, ia pandangi wajah Natsume Takashi dan Hina bergantian.

"Mereka sama sekali tidak mirip."

Ide nakal muncul di kepalanya, Kageyama membuka contact menu kemudian mengetik nomor ponselnya sendiri di papan nomor dan menyentuh kotak call. Beberapa saat kemudian ponsel di sakunya berbunyi.

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Where stories live. Discover now