[16]

3.4K 458 49
                                    

Angin malam menerpa lembut surai jingganya, Hinata duduk di kursi taman yang tidak jauh dengan penginapan mereka. Kakinya terayun, sedangkan pandangannya kosong menatap tanah. Pikirannya melayang.

Ia menatap telapak tangannya yang memerah karena memukul spike. Bibirnya gemetar, entah kenapa hatinya tiba-tiba terasa sakit. "Voli itu mengerikan, ya?" Ucapnya pedih dan mengepalkan tangan. "Membuatmu ingin terus memainkannya tanpa peduli hidupmu akan segera berakhir." Sambungnya dalam hati.

Kepalanya mendongak, menatap ratusan bintang di peraduannya. Ia tersentak begitu tangan besar menyentuh puncak kepalanya. Ia menyipitkan mata melihat sosok pemuda bersurai raven.

"Kau belum tidur?" Tanya Kageyama, "tubuhmu bisa tambah kecil jika terlalu banyak kena angin."

Hinata tertawa, "baru kali ini aku dengar." Sahutnya, ia menaikan alis melihat Kageyama yang kini duduk di sampingnya sambil meminum sebotol minuman isotonik. "Kau sendiri belum tidur?"

Pemuda raven mengangguk, "aku pergi olahraga malam."

Hinata mengulum senyum. Pemuda itu sungguh tidak berubah, saat pertandingan di Tokyo Kageyama juga sering kabur dari penginapan untuk olahraga malam. "Angin malam bisa membuat kulitmu keriput, loh."

Mata biru gelap itu melebar, ia menatap Hinata dengan wajah memucat. "Kau serius?"

Gadis itu mengerjap, tidak menyangka teman seperjuangannya di voli itu menelan bulat-bulat apa yang dia ucapkan. "Bohong." Ucapnya tersenyum jahil.

"Temee!" Kageyama mengepalkan tangannya, bersiap hendak memukul gadis di depannya namun perkataan Tsukishima tiga hari lalu menghentikannya. Hinata yang sudah terpejam siap menerima pukulan mantan partnernya mendongak perlahan begitu tidak merasakan apapun yang menghantam kepalanya

"Kenapa berhenti?"

Yang di tanya membuang wajah, "mana mungkin aku memukul wanita." Sahut Kageyama lalu beranjak dari tempat duduknya. "Ayo kembali." Ajaknya dan di balas anggukan oleh Hinata.

Mereka berjalan beriringan. Sunyi. Hanya suara langkah kaki dan napas mereka sendiri. Kageyama menolehkan kepala ke samping, menyorot surai jingga gadis itu yang bergoyang selaras langkah kakinya.

"Hina, menurutmu Tsukishima itu bagaimana?"

Pertanyaan itu keluar begitu saja. Perilaku Tsukishima di camp pelatihan yang terlihat mencoba mencari perhatian gadis itu seakan menjadi deklarasi perang untuknya. Tsukishima mencoba merebut gadis ini darinya, dan Kageyama merasa terancam akan hal itu.

Hinata bersedekap di dada, keningnya berkerut nampak berpikir keras. "Dia itu mirip sepertimu.

"Hah? Darimananya?" Kesal Kageyama karena di samakan dengan gudang garam berjalan Karasuno itu.

"Sama-sama menyebalkan, apa lagi?" Hinata mengangkat bahu, ia kembali melangkah meninggalkan Kageyama yang nampak syok.

Sebegitu menyebalkannya kah dirinya di mata gadis itu.

×××××

Jadwal pagi mereka diisi dengan lari pagi mengelilingi bukit. Hinata merenggangkan tubuh, ia menghirup udara segar perbukitan kemudian tersenyum lembut. Merasa bernostalgia. Jalan perbukitan ini merupakan jalan yang sering ia lalui menuju sekolah dulu.

Samar-samar wajah ibu dan adiknya muncul di pikirannya, membuat senyum cerahnya meredup.

Mereka berlari berpasangan, laki-laki dan perempuan. Hal ini untuk menghindari jika ada anggota tim perempuan yang tersesat karena mereka pertama kali melakukan latihan di area ini.

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Where stories live. Discover now