Perlahan tapi pasti, tangis gue akhirnya berhenti; langsung gak mood ngapa ngapain lagi, liat potret diri sendiri.

"Aight." Gue menghapus sisa airmata; meyakinkan diri sendiri untuk keluar dari mobil, dan ikut berlari bersama anak anak dan orangtuanya yang sudah berkumpul sejak tadi.

Gue pergi ke kamar mandi sebentar, mencuci muka. Biar gak disangka aneh, tentunya. Mending disangka abis nangis, kalo disangka abis ngobat?

Gue akhirnya mengambil tempat gak jauh dari Luke; ia didepan gue. Lumayan jauh, tapi gak jauh jauh amat.

"Nemenin anaknya, pak?"

Gue menoleh, mendapati seorang ibu ibu yang juga sedang menemani anaknya

"Uh, iya." Angguk gue keki. "Ibu juga?"

Ia mengangguk.
"Anaknya yang mana, pak? Kelas berapa?"

Duh, mana lagi si Kaka? Masa gue ngambil anak orang?

Gue menggandeng anak orang disebelah gue; wajahnya mendadak tegang, mungkin takut gue culik.
"Ini bu, hehe."

"Oh." Senyum si ibu. "Kelas berapa?"

"Lu kelas berapa?" Bisik gue, "Gece!"

"K-Kelas tiga..." jawabnya gemetaran.

"Kelas tiga, bu. Hehe." Cengir gue; sebelum akhirnya si ibu beralih ngobrol dengan orang lain.

Gue menoleh; mendapati lelaki yang lebih besar dari gue berjalan mendekat; mampus, ada bapaknya.

Gak pake lama, gue lantas melepaskan genggaman gue pada anak tadi. Gue masih mau selamat.

Semuanya bersiap lari; ketika aba aba 'go' diberikan, gue baru ingat bahwa kunci mobil gue ketinggalan di kamar mandi.

Balik lagi, iya.

Goblok emang.

Kesel.

Pengen ninju, tapi diri sendiri yang berulah.

Makin dongkol.

Dongkol itu ikan kan, ya ngga?

Bacot anjing, buru ambil kuncinya!

Karena kebodohan gue sendiri, akhirnya gue kehilangan jejak Lewi dan Kaka; entah sekarang mereka sampai dimana.

Duh, mampus.

Kalo Lewi kenapa napa, gimana?

Gue berlari kecil; mencari Lewi dan Kaka diantara kerumunan banyak orang. Kalau Kaka, gue yakin dia sekarang udah mendahului Lewi; karena dia memang lebih cepat; dan dia pasti sibuk dengan teman temannya.

Gue perlahan lahan berjalan; capek juga lari kayak tadi. Biasanya juga gue diem anteng di sofa, ngemil, sekarang suruh lari.

Gue menatap perut, merasa makin cupu; kenapa maju banget, ya? Kalo nanti Celeste nikah sama gue, terus dia hamil, yang diperiksa dokter kandungan itu dia atau gua, ya?

"Bikin malu, lu." Gondok gue, menatap perut yang makin hari makin maju. Masa gue sedot lemak?

"Anaknya udah duluan ya, pak?"

Gue menoleh; mendapati bapak bapak yang anaknya tadi gue gandeng, sekarang berlari kecil di sebelah gue. Sepertinya, ia juga ditinggal anaknya, karena ia sendiri sekarang.

Gue menatap wajahnya; kemudian makin turun ke bawah. Yes, perutnya gedean dia!

Kebahagiaan tersendiri.

Kakak • lrhحيث تعيش القصص. اكتشف الآن