BAB 5

260 75 80
                                    


Playing: Garis terdepan-FiersaBesari

---

Malam ini gerimis turun membasahi bumi, Alden yang sedang berada di balkon kamar terus memandangi rintiknya sambil sesekali memetik gitar yang berada dalam pangkuannya.

Pikirannya masih terbawa pada kejadian sore tadi, tentang puisi yang Reina tulis untuk seseorang yang bernama Langit.

Alden beralih menatap ponsel di atas meja, "Apa harus gue tanya?" Gumam Alden

Alden mengambil ponsel dan menurunkan gitar dari pangkuannya. Tangannya menekan tombol telfon pada kontak dengan nama "Rain" tersebut.

"Halo,"

"Hai, Rain."

"Kenapa Al?"

Alden terdiam cukup lama.

"Al?Lo gapapa?" Pertanyaan Reina menyadarkan Alden.

"Engga Rain, gue gapapa."

"Gue cuma engga nyangka aja."

"Engga nyangka apa?"

"Kok bisa ya, telfon gue diangkat sama bidadari."

"Ish, apa si Al."

Alden terkekeh.

"Lo udah ngerjain tugas kan?"

"Udah, kenapa emang?"

"Gue takut ganggu aja."

"Engga ganggu kok."

"Atau jangan-jangan lo emang mau diganggu sama gue. Iya kan?" Goda Alden.

"Ngapain juga gue mau diganggu sama lo,"

"Jadi gamau?"

"Engga."

"Ya tapi, gue tetep mau ganggu. Pakai lagu, boleh?"

"Emangnya lo bisa nyanyi?"

"Lo denger dulu makanya."

"Hmmm boleh deh."

Alden mengambil gitarnya kemudian menaruh ponsel di depannya. Alunan nada mulai terdengar merdu, sebelum akhirnya suara Alden ikut hanyut di dalamnya.

Bilur makin terhampar

Dalam rangkuman asa

Kalimat hilang makna

Logika tak berdaya

Di tepian nestapa

Hasrat terbungkam sunyi

Entah aku pengecut

Entah kau tidak peka

Ku mendambakanmu mendambakanku

Bila kau butuh telinga tuk mendengar

Bahu tuk bersandar

Raga tuk berlindung

Pasti kau temukan aku di garis terdepan

Bertepuk dengan sebelah tangan

---------

Di tempat lain Reina bungkam mendengar suara Alden.

Memang bisa dibilang merdu, namun yang membuatnya semakin bungkam adalah lagu yang dibawakan Alden.

ReinAlden (end)Where stories live. Discover now