🌷03. JATUH

80 11 0
                                    


"Dua jam ke depan kelas kosong. Bu Fatma nggak bisa datang karena anaknya yang masih bayi lagi rewel. Jadi, kita disuruh lanjut ngerjain soal di buku latihan bab dua aja. Dikumpul minggu depan. Buku tugas ambil di depan."

Setelah deklarasi dari sang ketua kelas, Defin Widara Gandi, yang menyatakan bahwa kelas terakhir hari ini ditiadakan, seluruh siswa bersorak gembira lalu bergantian ke depan untuk mengambil buku tugas mereka.

Defin tampak berjalan ke deret meja tengah, menghampiri sang pujaan hati yang konon sudah mencuri hatinya sejak masa orientasi. Namun sayang, sampai detik ini di saat mereka sudah menginjak bangku tahun ketiga, cowok itu masih belum bisa mendapatkan cinta cewek idamannya.

Nevna langsung merapikan mejanya dan memasukkan buku-buku serta alat tulisnya ke dalam ransel merah jambunya begitu mendengar pengumuman dari Defin. Ketiga sahabatnya yang tahu apa yang akan dilakukan cewek berambut oranye itu hanya memperhatikan.

"Lo mau ke kafe sekarang?" tanya Maya yang hanya mendapat anggukan dari Nevna.

"Jadi aku antar?" tawar Arsen yang berusaha memenuhi janji yang dia ucapkan tadi saat makan siang.

Nevna menggeleng. "Nggak usah. Ambilin buku tugas gue aja, Sen."

Arsen mengangguk.

"Gue balik dulu, ya," pamit Nevna, tepat saat Defin baru saja sampai di meja Nevna hendak memberikan buku tugas milik cewek idamannya itu.

"Dia mau ke mana?" tanya cowok bergigi kelinci itu pada ketiga manusia yang sangat dekat dengan Nevna.

"Ketemu pacar," balas Lano singkat, kemudian beranjak ke depan hendak mengambil buku tugasnya.

"Punya kita sekalian ya, No," ucap Maya setengah berteriak pada Lano yang sudah hampir mencapai meja guru.

"Harus banget sekarang? Sekolah juga belum bubar." Defin kembali bertanya.

"Harus. Lagi urgent soalnya. Itu bukunya Nevna, kan? Sini biar aku aja yang bawain." Arsen mengulurkan tangannya meminta buku tugas bersampul merah jambu dengan tulisan 'Hello Baby' di tengahnya.

"Nggak! Gue nggak bisa kasih bukunya Nevna ke sembarang orang. Gue harus mastiin kalau buku ini sampai ke pemiliknya dengan mata gue sendiri," ucap Defin dengan suara sok bijaksana yang membuat Arsen dan Maya serempak memutar bola mata malas.

"Kamu sebut aku sembarang orang? Padahal aku sama Nevna udah sahabatan sejak brojol?"

Dibanding dengan Lano dan Maya, Nevna memang bisa dibilang lebih dekat dengan Arsen. Cowok dengan paras menggemaskan itu adalah putra dari sahabat Mama Nevna. Sedari kecil, keduanya memang sudah sering bermain dan menghabiskan waktu bersama. Sementara dengan Lano dan Maya, Nevna pertama kali bertemu dengan keduanya saat masa orientasi SMA lalu.

Defin menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Pokoknya harus gue sendiri yang ngasih buku ini ke Nevna!"

"Udah sih, Sen. Biarin aja dia. Hitung-hitung kasih kesempatan cowok ini buat pedekate sama Nevna. Ya walaupun ujung-ujungnya bakal ditolak lagi, sih," ujar Maya dengan diakhiri tawa jahatnya.

"Sialan lo, May."

🌷🌷🌷

Nevna bergegas menuju Bakery Cafe milik Aksa yang hanya berjarak lima meter dari halte bus tempatnya berhenti. Saat masuk, Nevna disambut oleh beberapa karyawan kafe yang sedang sibuk melayani pesanan pelanggan. Nevna hanya membalas sapaan mereka dengan senyum manis seadanya.

Cewek itu bergegas menuju meja pemesanan di mana seorang cowok tinggi dengan paras tampan serupa kekasihnya berdiri di sana. Cowok bernama Bara itu memang selalu berada di kafe setelah jam makan siang begini, setelah merampungkan semua kelas paginya.

"Cari siapa, Cantik?" sapa Bara begitu Nevna sampai tepat di hadapannya.

"Nggak mungkin kan aku ke sini nyari Kak Bara?" balas Nevna diselingi tawa renyah.

Cowok yang merupakan adik kandung Aksa itu balas tertawa. "Loh kali aja, kan."

"Bang Aksa ada?" tanya Nevna langsung pada poinnya tanpa memedulikan basa-basi Bara.

"Ke atas aja. Bang Aksa ada di sana," balas Bara sambil menunjuk tangga di dekat pintu yang mengarah ke dapur dengan dagunya.

"Okay. Thanks, Kak."

Nevna langsung beranjak menuju tangga yang tadi ditunjuk oleh Bara setelah cowok itu membalas ucapan terima kasihnya dengan acungan jempol. Sesampainya Nevna di atas, samar-samar cewek itu mendengar percakapan antara dua orang dari ruang kerja Aksa.

Penasaran, Nevna semakin mendekati pintu yang sedikit terbuka itu dengan langkah pelan. Kedua mata bulatnya melebar seketika begitu melihat Aksa mengelus dahi cewek yang sempat dilihatnya bersama Aksa di mall kemarin. Hati Nevna mencelos ketika pandangannya menangkap tangan Aksa yang tergerak ke atas untuk mengusap lembut puncak kepala cewek di hadapannya.

"Jangan tinggalin aku."

"Jangan khawatir. Aku nggak akan ninggalin kamu."

Sudah cukup!

Nevna sudah tidak sanggup menonton drama itu lebih lama lagi. Hatinya sudah terlanjur jatuh, lalu menghantam dasar jurang yang penuh bebatuan tajam. Berbalik, cewek itu melangkahkan kakinya pergi sebelum kedua orang di dalam sana menyadari keberadaannya.

Nevna terus saja berjalan menuruni anak tangga, lalu berjalan keluar dari bangunan itu dengan sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak jatuh di depan banyak orang seperti ini. Dia bahkan tidak menghiraukan Bara yang menanyainya kenapa.

Nevna tidak sedang ingin berbicara dengan siapapun sekarang. Hatinya yang sudah menjadi puing ini memaksanya untuk segera menuju tempat paling nyaman yang selama ini digunakannya untuk menyendiri: kamar bernuansa merah muda yang sudah ditempatinya sejak dirinya masih balita.

🌷🌷🌷

Heheyy Cewek Merah Jambu kembali hadiiiiir^^

Happy reading! See you!



Estelle Faresta

January 16, 2019

CEWEK MERAH JAMBUWhere stories live. Discover now