Kepalaku sontak menggeleng. "Izin ke toilet dulu, bentar doang kok."
Dapat kudengar helaan napas dari Kak Almer sebelum aku keluar dari ruangan itu.
"Manda!"
"Eh, iya."
Sheira memegang pundak kananku pelan. "Lo kenapa? Lagi ada masalah?" tanyanya dengan tatapan menyelidik.
Lantas aku langsung menggeleng. "Nggak papa kok, Sheir."
Kini dia memegang kedua pundakku sekaligus mencengkramnya agak kuat. "Lo bisa ngebohongin yang lain. Tapi gue nggak. Lo banyak berubah, Man. Lo sadar, kan?"
Aku mengembuskan napas panjang. Aku sadar, sangat sadar. Walaupun aku berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja, tetapi tetap saja mereka tahu.
Aku benar-benar tidak berbakat soal akting. Berbeda sekali dengan Sheira.
"Sheir, gue lagi butuh sendiri. Itu aja."
Aku mencoba untuk membuatnya untuk memahamiku. Untuk saat ini, hanya dia yang sepertinya mengerti dengan keadaanku. Bahkan Rika saja untuk saat itu sudah dekat kembali dengan Riana. Aku tak menyalahkan Rika, malah aku menyalahkan diriku sendiri. Aku tak pernah bisa terbuka pada orang lain, termasuk teman yang dekat denganku. Itu masalahku.
"Ya udah, tapi kalau lo butuh teman cerita, kasih tahu gue."
Sontak kepalaku mengangguk. Sebenarnya aku bingung dengan diriku sendiri. Faktanya aku butuh teman untuk cerita. Namun otakku berpikir bahwa menceritakannya pun takkan berujung pada solusi. Pada akhirnya aku malah jadi gelisah.
Kakiku kembali berjalan menuju taman belakang sekolah. Sebenarnya ke toilet hanyalah alibiku saja. Sejujurnya aku butuh menghirup udara banyak-banyak. Dadaku terasa sesak dan air mataku pun tak bisa untuk tidak luruh.
Setelah dirasa agak mendingan, aku kembali menuju ruang OSIS. Aku melihat Sheira dan Kak Almer sedang riweuh membawa kardus.
"Kalian mau ke mana?"
"Basecamp. Ayo!"
Aku pun menurut dan mengikuti mereka dengan Sheira di sampingku. Aku agak risih dengan Kak Almer yang berada di belakangku. Aku merasa... dia sedang memperhatikan gerak-gerikku.
Setelah menaiki tangga, kami sampai juga di lantai dua. Basecamp kami adalah di ruang serbaguna sekolah yang berada di lantai dua. Kulihat rekan-rekanku yang lain sedang sibuk menggunting kertas untuk hiasan di panggung nanti.
"Yuk bantuin gue."
Aku memperhatikan Kak Almer. Harusnya aku berada di sebelahnya.
"Kak Almer bilang, dia nyuruh lo bantuin gue," sambung Sheira.
Aku memandangnya yang memberikan kode dengan mengangkat kardus yang dipegangnya agar membantunya.
"Oh, oke," jawabku pelan.
Aku melihatnya meletakkan kardus itu di atas lantai. Kemudian aku bertanya. "Apa yang harus dibantu?"
"Diselotipin aja sih, dibuat kotak lagi. Gue selotipin, lo megang kotaknya. Oke?"
Kepalaku mengangguk. Kemudian aku mengambil salah satu kardus itu dan membuatnya jadi berbentuk kotak. Dan Sheira mulai mengambil selotip dan menyelotipi kardus itu. Aku memandangnya sampai tiba-tiba...
"Manda!"
"Hah, iya?"
"Lo kalau ngelamun mulu mending pulang aja deh."
"Sorry, Sheir," balasku pelan.
Lagi-lagi aku mengembuskan napas panjang. Belakangan ini aku suka sekali melamun.
"Kayaknya dari rapat tadi lo ngelamun terus ya. Dasar, bocah! Ngekhayal mulu!"
Aku terdiam. Yang berbicara tadi adalah Kak Sindy yang kini sedang menatapku sinis. Dan senior lainnya dari sekitar Kak Sindy pun menatapku demikian.
"Maaf," lirihku seraya menunduk.
Tiba-tiba Sheira menggenggam tanganku dan membawaku keluar ruangan.
"Man, lo kelihatan pucat. Lo pulang aja ya. Serahin sama gue."
"Nggak, Sheir. Gue ada tanggung jawab di sini."
"Tapi nanti lo sakit, Manda!"
"Ada apa ini?"
Aku terkejut saat Kak Almer sudah ada di sekitar kami.
"Nggak papa kok, Kak," sahutku cepat.
"Tadi Manda ngelamun. Terus—"
"Sheira!" Aku menekankan nama panggilannya dan menggelengkan kepala saat menatapnya pertanda kode agar tidak memberitahu Kak Almer lebih lanjut.
"Sheira bener. Lo pulang aja. Gue bakal nge-backup lo kok. Tenang aja."
Mataku menatap Kak Almer dalam-dalam. Akhirnya aku pun berucap. "Ya udah, aku pamit, maaf."
Setelah itu aku mengambil tas yang diletakkan di dalam ruangan dan keluar dari basecamp.
"Hati-hati, Man!" Sheira berteriak dan aku hanya memberi kode oke pada tangan kananku sembari terus berjalan.
Aku terus berjalan sampai menabrak sesuatu. Kepalaku mendongak
"Kakek?" Aku kaget saat melihatnya sedang menatapku dingin. Untung saja aku tak meneteskan air mata. Aku tak mau Kakek marah lagi padaku.
"Ikut Kakek."
Aku mengangguk dan mengikutinya dari belakang.
Selama perjalanan menuju rumah Kakek, kami hanya terdiam. Kakek tak ada inisiatif mengajakku bicara. Dan aku juga bukan orang yang bisa mengajak bicara orang duluan.
"Ayo!"
Kakek menyadarkanku saat kami sudah sampai di depan rumahnya. Lalu aku turun dan mengikutinya masuk dari belakang.
"Tunggu di sini. Kakek mau letakin berkas sebentar."
Aku tidak merespon apa pun dan hanya berdiri di ruang tengah. Aku benar-benar tak bisa melepaskan perkataan Riana dari pikiranku. Aku sangat merasa bersalah pada Kak Suha. Saking merasa bersalahnya, aku juga merasa tak pantas lagi hidup di dunia ini.
Mataku terpejam sekilas hingga air mata yang kutahan sedari tadi jatuh juga.
"Manda."
Aku terkaget. Ternyata Kakek Abran masih terpaku di tempatnya tadi. Dia mendekatiku dan kakiku membeku.
Kakek Abran selalu marah kalau aku mengeluarkan air mata. Tapi aku sudah tidak kuat lagi menanggung ini semua. Aku hanyalah anak yang berumur 14 tahun. Masih terlalu muda untukku menanggung masalah yang terlampau berat ini.
"Manda udah tahu semuanya. Manda tahu apa yang Kakek coba sembunyikan dari Manda."
Kakek memelukku. Ini pertama kalinya beliau memelukku seperti ini. Dan aku jadinya tidak bisa menghentikan tangisanku. Aku memeluknya erat.
"Semua orang sayang sama kamu. Mereka nggak nyalahin kamu."
"Manda ngerasa bersalah dan nggak berguna, Kek,"isakku.
"Jangan bicara seperti itu. Semuanya udah diatur sama yang di atas."
Kali ini aku menangis sekencang mungkin. Aku butuh mengeluarkan semuanya.
Namun satu fakta yang kudapat hari ini. Bahwa Kakek Abran ternyata tak sedingin itu. Kakekku nyatanya sangat menyayangiku.
🌾🌾🌾
Instagram:
[@]ranikaruslima
[@]ranikastory
[@]amandamhdr
[@]almermilenio
YOU ARE READING
Introvert Secret [END]
Teen FictionFollow @ranikastory on Instagram. Jika takdir tak pernah berpihak pada kita, lantas untuk apa Tuhan mempertemukan aku dan kamu? copyright © by ranikaruslima, 2018. amazing cover by @prlstuvwxyz
📒42 - Menjelang Project
Start from the beginning
![Introvert Secret [END]](https://img.wattpad.com/cover/145495305-64-k732272.jpg)