📒42 - Menjelang Project

2.3K 210 2
                                        

Segala yang terjadi, selalu ada sebab dan akibatnya.❞

🌾🌾🌾

Sejak mengetahui kenyataan itu, mungkin kalian berpikir aku akan terus-menerus mendekam di dalam kamar.

Pemikiran kalian tidak salah juga. Tetapi aku masih merasa mempunyai tanggung jawab. Bagaimana pun, aku harus menyukseskan project akhir tahun yang diamanahkan kepala sekolah kepadaku. Aku tak mau mengecewakan dan menyakiti siapa pun lagi. Biar saja aku yang tersakiti, asal yang lain bahagia.

Sebulan lagi, project ini akan berlangsung. Aku sendiri sudah mencapai 90% untuk menyiapkan sekaligus mengikuti event tersebut. Untuk event terbesar nomor satu di sekolah ini, panitia memang diizinkan untuk mengikuti event. Karena tujuan dari event ini adalah memilih karya terbaik dari yang terbaik. Tentunya karya yang terpilih dan menang akan diikutkan dalam ajang-ajang nasional maupun internasional.

Harusnya aku excited. Namun nyatanya semangatku sudah lenyap. Aku pun mengikuti event ini karena tidak mau dianggap anak kecil yang masih labil karena sudah mendaftarkan diri dari awal.

Oh iya, tanpa sepengetahuanku, mereka ternyata suka menjelek-jelekkanku dan mengatakan bahwa aku hanyalah bocah yang sok memimpin. Padahal aku juga tak mau kalau tidak diminta oleh kepala sekolah.

Setiap apa yang kulakukan selalu saja salah di mata orang-orang.

Menghela napas, akhirnya aku sampai juga di ruangan OSIS untuk melakukan rapat. Ya, selama dekat di penghujung acara, kami selalu melakukan rapat demi berlangsungnya acara secara lancar.

"Persiapan kita sudah hampir mencapai 87%. Kita harus giat mengejar ketertinggalan hingga seluruhnya mencapai kesempurnaan."

Suara tegas Kak Almer memenuhi indera pendengaranku. Namun pikiranku tetap saja tak fokus. Tanganku memainkan pena. Semenjak aku tahu fakta itu dari Riana, aku merasa tak mengikuti perkembangan acara. Beruntung Kak Almer sanggup mem-backup.

Aku jadi menyesal pernah menudingnya. Harusnya aku sadar, akulah yang paling bersalah dalam hal ini. Kalaupun perlu dihukum, akulah orang itu.

Kepalaku pusing sekali rasanya. Sekaligus juga merasa bingung. Entah kenapa aku merasa Kak Almer seakan menjagaku. Dia bahkan tak pernah mengatakan yang sejujurnya dan membiarkan dirinya menjadi yang disalahkan.

"Manda?"

"Hah?" Aku terkaget saat Kak Almer memanggil. Semua orang kini serempak menatapku.

"Ayo kita teriakkan slogan kita."

Aku mengangguk pertanda menurut.

"Kerja keras, menjadi yang terbaik!" teriak mereka.

Aku hanya mengikuti gerakan menumbuk lalu menghempaskan tangan ke udara. Tubuhku memang di sini, namun pikiranku malah melalang buana.

Setelah selesai, aku langsung pamit keluar ruangan tanpa menunggunya menjawab. Namun Kak Almer malah mencegatku.

"Tunggu."

Tubuhku refleks berbalik ke belakang. Dia memandangku dengan tatapan tak terdefinisikan.

"Kenapa, Kak? Gue mau keluar bentar."

Bukannya menjawab, dia malah menatapku intens. "Are you okay?"

Aku hanya menganggukkan kepala. Di ruangan itu hanya tersisa aku, Kak Almer, dan Sheira. Sheira juga kini menatapku intens.

"Kalau misal lagi nggak enak badan, pulang aja. Gue bisa handle kok."

"Iya, lo pulang aja. Entar gue yang bantuin Kak Almer."

Introvert Secret [END]Where stories live. Discover now