2. [택엔] Keputusan Mama

829 100 13
                                    

Senin pagi, rutinitas tersibuk untuk memulai hari setelah libur akhir pekan.

Wonshik sudah duduk di meja makan meskipun masih terkantuk-kantuk, sudah memakai seragam dengan rapi dan wangi. Kandang belalang miliknya juga sudah siap dibawa ke sekolah. Ia tinggal menunggu Hakyeon selesai dengan menu sarapan mereka dan ayahnya selesai bersiap.

"Sayang, gulanya sudah larut..." Tidak biasa bagi Hakyeon untuk melamun saat membuat sarapan, dan hari ini ia terperanjat ketika suaminya menegur.

"Ah...iya," sendok untuk mengaduk latte instan itu kemudian berakhir di tempat cuci piring, "duduklah..temani Wonshik dulu, sarapannya hampir jadi."

Taekwoon melirik Wonshik sebentar, menghela napas lega ketika melihat si sulung kembali tidur dengan berbantalkan lengannya sendiri. Ia mendekat, meraih bahu Hakyeon dan mempertemukan pandangan keduanya dalam satu garis lurus. "Mama baik? Ada masalah?"

Gelengan pelan diperoleh Taekwoon sebagai jawaban, "Baik kok. Duduk aja Yah," ujar Hakyeon sembari meraih pergelangan tangan Taekwoon untuk turun dari bahunya.

"Kalau sudah siap cerita, jangan ditunda..."

"Iya Ayaah," nada bicara Hakyeon naik beberapa oktaf dengan aksen menggemaskan dan sukses mengundang senyum di bibir laki-laki Jung itu.

"Mama, Ayah...sarapannya belum?" Wonshik mengangkat wajahnya yang masih mengantuk. Ia ingin tidur, tapi ia juga lapar. Dan adegan manis antara kedua orang tuanya sama sekali tidak membantu masalahnya.

"Iya, sudah kok. Sarapan sama Ayah dulu, Mama mau bangunin Hyuk-ie..." Satu mangkuk bubur dengan taburan bacon krispi dan telur orak-arik diletakkan Hakyeon di depan Wonshik serta Taekwoon.

Mereka menyendok bubur yang masih mengepulkan uap panas seiring punggung Hakyeon yang semakin menjauh dan Taekwoon masih enggan mengalihkan perhatiannya.

"Kak, Mama kenapa?" Wonshik meletakkan sendoknya, menatap ayahnya sembari berkedip tak paham.

"Kenapa?"

"Mama kelihatan sedih dan bingung...Kakak tahu Mama kenapa?" tanya Taekwoon. Ia mengambil selembar tisu di atas meja makan dan menyeka sekitar bibir Wonshik yang terdapat sisa bubur.

"Ngga tau, Ayah..." jawab Wonshik disertai gelengan, "Kakak ngga nakal kok, kenapa bisa Mama sedih?"

Taekwoon mengulum senyum mendengarkan jawaban putra sulungnya. Ia melarikan tangannya untuk mengelus sayang puncak kepala Wonshik, "Mungkin Ayah yang nakal sampai bikin Mama marah. Nanti Ayah minta maaf." Jawab Taekwoon ketika mulai melihat tanda-tanda putranya mulai kesal. Putranya memang paling tidak suka jika melihat ibunya sedih. "Ayo, habiskan sarapannya, supaya Mama ngga semakin sedih."

***

Jam dinding di atas televisi sudah menunjukkan angka sebelas, Wonshik dan Sanghyuk jelas sudah tidur. Menyisakan kedua orang tua mereka yang perlu bicara di depan televisi dan ditemani satu cangkir honey lemon tea spesial buatan Taekwoon untuk Hakyeon.

"Udah mau cerita?" Hakyeon menggigit bibirnya. Ia memainkan jemari Taekwoon yang kini menggenggam tangannya dan membuatnya berangsur-angsur merasa nyaman. Ia lantas melepaskan genggaman Taekwoon untuk meraih ponsel di samping pahanya.

"Kemarin, Mama dapat e-mail. Dari kenalan waktu kuliah, dia nawarin audisi buat koreografer yang bakal handle drama musikal musim semi nanti..." Taekwoon meraih ponsel Hakyeon dan membaca isi e-mail beserta tautannya dengan seksama.

Diletakkan kembali ponsel milik Hakyeon setelah ia memahami poin-poinnya dan mengerti apa yang membuat pasangan hidupnya itu resah sepanjang hari. Sebuah senyum dilontarkan kepada Hakyeon, "Mama maunya gimana?" tanyanya kemudian.

Sebagai pasangan, Taekwoon jelas merasa sangat bersalah. Ia yang menghancurkan mimpi indah Hakyeon untuk menjadi koreografer profesional. Sembilan bulan harus membawa beban yang tidak ringan, hidup susah karena pekerjaannya yang saat itu belum mapan. Jangankan membeli susu untuk kehamilan, mereka bahkan harus ekstra hemat menghitung pengeluaran supaya bisa makan esok harinya.

"Mama....masih bingung, Ayah..." bibir itu melukis kurva melengkung ke bawah, "menurut Ayah, gimana?"

Taekwoon tidak menjawab langsung, melainkan menarik Hakyeon untuk semakin dekat dengannya, dan membuat pasangannya itu menyandar ke bahu kokohnya. Rasanya egois sekali jika ia kembali berkata tidak untuk mimpi Hakyeon. Belum lagi, sekilas tadi ia membaca jika salah satu aktor yang ikut ambil peran adalah idola Hakyeon.

"Dengar...sebelumnya, aku minta maaf," kening Hakyeon mengerut penuh tanya, tapi ia enggan menginterupsi kalimat Taekwoon. "Maaf kalau aku menghancurkan mimpi dan masa depanmu karena...yah,"

"Kita udah sepakat buat ngga bahas masa lalu," potong Hakyeon cepat. Ia bahkan mengangkat kepalanya dan menatap Taekwoon dengan alis berkerut.

"Iya, paham..." Ayah dari dua anak itu kemudian membingkai wajah pasangannya, memberikan kecupan kecil pada puncak hidung Hakyeon, "Maka dari itu, Ayah dukung semua keputusan Mama. Kesempatan kadang ngga datang dua kali. Kalau Mama masih ragu soal bagi waktu, nanti Taeyong, Mama, sama Youngjae bisa bantu ngurusin mereka. Ayah juga bisa kok masak makanan buat anak-anak..."

Hakyeon masih terdiam, memikirkan banyak sekali hal sebelum mengambil keputusan. "Tapi Taeyong kan masih sibuk sama si kembar, Ayah..."

"Loh, kan nanti si kembar bisa main sama Hyuk-ie...Kakak juga bisa bantuin jagain adik-adiknya."

"Mhm-hmm, iya deh...nanti Mama pikir-pikir lagi. Masih ada waktu sampai minggu depan."

"Oke, jadi ngga ada lagi kan yang Mama pikirin?" Hakyeon menggeleng, memberikan senyum paling manis untuk Taekwoon. "Ngga ada..makasih udah dengerin, Sayang."

***

"Sunshine-nya Ayah, yuk bangun..." biasanya, pagi hari sebelum berangkat kerja Taekwoon tinggal bangun tidur, mandi, lalu sarapan. Pagi ini, Taekwoon harus bangun dengan sisi kasur yang sudah kosong. Kadang, hal sekecil itu membuatnya semakin merasa bersalah karena tidak bisa membantu Hakyeon di rumah.

"Hyuk-ie, bangun yuk?" Balita berusia dua tahun itu kemudian menggeliat, tangannya terangkat ke atas kepala, dan memamerkan perut gembulnya. "Ya-yah? Mama cemana?" Sanghyuk merentangkan tangannya, ingin digendong.

"Mama—sedang pergi sebentar," ujar Taekwoon mulai mengarang alasan, si bungsu akan rewel jika ibunya pergi dan ia tidak punya pengalihan perhatian, "nanti pulang kok. Mandi dulu yuk, habis itu bangunin kakak. Nanti pas Mama udah pulang, Hyuk-ie udah wangi..."

Si kecil akhirnya tidak bertanya lagi. Ia malah menyamankan posisinya dalam gendongan Ayahnya.

Butuh lima belas menit untuk menyelesaikan urusan anak-anak. Syukur, Taekwoon sengaja bangun lebih pagi dari jam biasanya saat Hakyeon di rumah untuk mengurus mereka.

Dengan Sanghyuk dalam gendongan, dan Wonshik yang digandeng, mereka berdua turun menuju meja makan.

"Pagi, jagoan-jagoan Mama..." Mereka berhenti pada anak tangga paling bawah, mengerjap sebentar sebelum menyadari siapa yang ada di depan mereka.

"Loh, kok bengong? Sini duduk, Mama sudah masak..."

"Mama? Katanya hari ini ada brieffing kru soal musikal?" Tanya Taekwoon heran.

"Kata siapa Mama ambil tawarannya? Mama mau di rumah aja sama Ayah dan anak-anak..." kata Hakyeon disertai tawa renyah. Lengannya terulur untuk meraih Sanghyuk dalam gendongannya supaya setelan kerja Taekwoon tidak kotor terkena air liur si bungsu. "Mama kan ngga bilang mau ambil tawarannya. Cuma sengaja bangun pagi buat masak sarapan yang sedikit lebih ribet buat kalian."

"Oh..." Taekwoon menghela napas lega, "tapi kalau Mama mau kerja, Ayah pasti dukung kok..."

"Iya, Ayaah—"

"—Mama, belum boleh makan nih? Wonshik lapar."

Oke, kau memang perusak suasana Jung Wonshik.

* f i n *

Jangan sentuh, yang bikin baper sendiri dong TT

[Parenting Ship] One Way to YouNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ