Chapter 25 : Missing You

21.9K 3.8K 672
                                    

Selama terjaga dari tidurnya―Jihwan hanya duduk meringkuk dengan punggung bersandar pada kepala ranjang. Pikirannya berkecamuk tak menentu sambil menerawang lurus dalam naungan cahaya temaram. Sekian menit termenung dan merasa sulit memejamkan mata, ia akhirnya menenggelamkan wajah di antara kedua lutut yang saling menekuk. Jemarinya meremas selimut yang membalut sebagian tubuh, merasakan ketegangan menjalari tulang punggungnya lalu merutuk sedih.

Ya Tuhan, kenapa untuk memejamkan mata lalu terlelap saja rasanya sesulit ini? Jihwan butuh tidur. Dia sangat ingin beristirahat sekaligus ingin kakinya segera pulih sehingga besok dapat melakukan banyak aktivitas dan tidak terus-terusan menjadi asisten rumah tangga yang dimanjakan. Setiap hal yang melintas di kepalanya kini terasa mengusik, membuatnya merasa pening dan kesal sendiri.

Jihwan beringsut menapakkan kaki lalu meluncur dari atas ranjang dan mengenakan sandal rumah, berjalan hati-hati lalu menekan sakelar lampu di dekat pintu kamar. Kepalanya terasa agak berat, seolah melangkah pun seperti tengah melayang. Pasti ia terlalu lelah. Lagi pula sekarang sudah pukul dua pagi―biasanya di waktu-waktu itu, seseorang sedang dalam tahap paling membingungkan.

Tangannya menggapai gagang pintu lalu membuka dengan perlahan. Sejemang Jihwan memperhatikan pintu ruang kerja Jungkook yang telah tertutup rapat, lalu mulai melintasi tangga―hanya mengamati kegelapan, beralih memandangi sofa di ruang bersantai, tempat di mana Jungkook biasa terjaga tanpa tahu waktu. Suasana remang membuatnya merasa tak begitu akrab sehingga mulai menghidupkan lampu, lalu menuju sofa dan mendaratkan bokong di atas sana.

Dalam sekian detik televisi pun dinyalakan hingga menampilkan siaran membosankan. Jihwan membaringkan tubuhnya menghadap televisi―mengabaikan rasa dingin menusuk-nusuk telapak kakinya yang berbalut kaus kaki.

Kesunyian membuat Jihwan merasa nyaman, namun juga kesepian. Ia sengaja menyalakan televisi dengan volume kelewat rendah, sementara maniknya terus menyorot layar sekalipun pikirannya tengah berkelana entah ke mana. Jihwan hanya butuh pelampiasan karena tidak tahan jika hanya terjaga tanpa melakukan apa pun. Kemudian samar-samar ia mendengar gesekan antara sandal dan lantai kayu yang berganti menjadi suara ketukan berat langkah kaki di tiap-tiap anak tangga; setengah terburu, dan sedikit gusar.

Jihwan memutuskan untuk bangkit, lalu dalam sekian detik melebarkan iris tatkala mendapati Jungkook berhenti di ujung tangga dengan tubuh membeku. Kedua tangan pria itu menelusup ke dalam saku celana bahan yang sedikit ketat―membuat paha padatnya terekspos. Selain itu Jungkook hanya membisu di atas pijakannya. Jihwan tersenyum antusias saat menyadari pria itu hanya menatap dalam diam. "Apa kau tidak bisa tidur lagi?" tanya Jihwan lembut.

Sekejap Jungkook mengembuskan napas panjang, senantiasa menyorot gadis itu dengan sirat tak terbaca. Bagaimana mungkin ia bisa mengabaikan gadis ini? Bahkan tiap kali melihatnya, Jungkook merasa seolah tersihir dan ingin sekali mendekat. Ia berencana untuk segera menyingkir, mengabaikan Jihwan―namun hal itu malah menjadi pertentangan dalam batinnya. Jungkook menelan salivanya pelan, berusaha membersihkan kerongkongannya, lalu mulai bicara. "Setidaknya nyalakan penghangat ruangan. Kau bisa kedinginan," kata Jungkook mengingatkan, terlepas dari konteks pembicaraan sebelumnya ketika gadis itu bertanya padanya.

Ada perasaan canggung yang cukup kental sehingga membuat Jungkook tak ingin berlama-lama memandangi Jihwan. "Aku tidak kedinginan," sahut gadis itu berbohong, padahal jelas-jelas kedua tangannya terlihat tengah memeluk diri sendiri, membuat Jungkook berusaha keras agar tidak menciptakan suara gemeletuk giginya, dan garis rahangnya yang menegang kini terlihat berkedut. Kalau saja sisi keras kepalanya bisa sedikit diluluhkan, Jungkook pasti sudah membiarkan tubuh besarnya merangkum gadis itu dalam kehangatan.

"Bagus. Jangan sampai ketiduran di sini," kata Jungkook, nyaris seperti berbisik sehingga membuat Jihwan menaikkan alis dan merasa bingung. "Lupakan. Tolong bangunkan aku jika nanti kesiangan."

Young LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang