Nama Author : Monica M.
Nama WP : LifeIsCreation
Tema : Kepepet
Alasan : Banner ujian bikin aku ingat sama phrase, "Sabar, ini ujian." yg sering diucapin kalau lagi dalam masalah. Nah, jamban ibarat sesuatu yg darurat, urgent, emergency, dan kawanannya. Masalah kalau udah hit emergency itu gimana? Kepepet lah yaws.
Judul : Power of Kepepet
Isi :
Di dunia yang semakin sesak dan durjana ini, selain mulut cabe sang emak, Bima paling tidak tahan menghadapi Banri. Karena meski pada hakikatnya ia tumbuh sebagai seorang pemuda remaja yang gagah dan berbakti, di mata Banri tetap saja, Bima adalah maling yang selalu menodai jalanan desa tercinta.
Apa pun yang Bima lakukan pasti akan dianggapnya salah. Melangkah, salah. Berlari, salah. Lompat-lompat, salah. Melangkah sambil lari dan lompat, dipastikan kaki Bima hilang setengah. Entah dosa apa yang pernah diperbuat Bima, hingga Banri ingin mencabik-cabiknya sampai jadi butiran debu.
Ah, mungkin karena ia sempat memanjat pohon jambu milik bapaknya Banri, demi mengambil sebuah layangan nyangkut membandel.
Pokoknya, akibat insiden nahas tersebut, Bima harus rela oksigennya dicekik mati karena kini dikejar Banri yang superganas. Ia berlari sepanjang sawah milik Pak RT, meski tungkai kakinya semakin lama semakin lemas. Belum lagi, terik matahari yang senantiasa membakar kepala sampai matanya berkunang-kunang.
“Sumpah, seharusnya kamu lomba sama olahragawan, bukan aku!” teriak Bima, dengan napas yang putus-nyambung dan keringat menandingi air terjun. “Aku ini ceking, gak berotot, lembek! Tubuh dan mentalku enggak ada atletis-atletisnya! Pokoknya, aku tuh gak bisa diginiin!”
Kedua pisau mematikan milik Banri hampir mencengkeram pantat Bima. Cowok itu menjerit bak wanita. Tidak jauh di depannya, sebuah pagar yang lumayan tinggi berdiri sebagai pembatas sawah. Berpikir bisa terlolos dari Banri saja sudah cukup memberinya kekuatan.
Apakah ini yang dimaksud dengan Power of Kepepet?
Bima mengangguk mantap, lalu meloncat. Melambung melewati pagar bambu sambil mengacungkan tangan ala superman. Dan kaget setengah mati, sebelum mendarat seperti kucing kecebur kali.
“Astaga, Nak!” Pak RT, yang ternyata sedang berdiri mepet di seberang, melongo menatap nasib apes anak tetangganya. “Ngapain kamu loncat ke comberan?!”
Bima hanya dapat menangisi harga dirinya yang ternoda. “Banri,” ia menengadah ke arah langit, “Dasar anjing herder sialan kau!”
