Nineteen

2.3K 235 5
                                    

"Ah! Siapapun ambilkan senter, aku sedang di kamar mandi," teriak Seokmin dari dalam kamar mandi membuat Hani tertawa terbahak-bahak.

Ini masih sore, tapi cukup gelap karena hujan dan mendung. Ditambah petir tadi membuat rumah mati lampu.

"Sebentar!"

Jeonghan menyalakan lampu dari ponselnya. Menyorot Hani yang sedang memeluk kakinya sambil menatap jendela. Hani yang disorot lampu menoleh.

"Kau lihat senter?" tanya Jeonghan.

"Kurasa ada di laci dapur tadi," jawab Hani mengingat-ingat.

"Aku ikut, oppa. Aku akan ambil lilin," sambungnya beranjak mengikuti Jeonghan.

Jeonghan mengambil senter sedangkan Hani menyalakan beberapa lilin. Satu ruangan satu lilin. Tapi dapur dan ruang makan—yang menjadi satu ruang—mendapat dua sampai tiga lilin menyala. Lalu ruang tengah mendapat dua lilin.

Hani membawa lilin ke kamar pertama. Disana ada Jihoon yang sedang sibuk dengan laptopnya, seolah tidak peduli hanya mendapat cahaya remang-remang di sana.

"Oppa, hentikan itu. Matamu bisa rusak," tegur Hani lalu menaruh lilin di nakas sebelah Jihoon.

"Ah, iya."

Hani kembali membawa lilin, kali ini ke kamar Vernon.

"Vernon oppa, kamar kalian kenapa berantakan," hardik Hani kesal. Padahal kemarin dia baru saja membereskannya.

"Oh? Ahaha, maaf. Aku mencari senter daritadi lalu tidak sengaja menabrak beberapa barang," aku Vernon tanpa rasa bersalah.

Hani menghela napas lalu menaruh lilin di nakas. "Jangan disenggol," Hani memperingatkan.

Vernon mengangguk. Hani kembali menyelesaikan tugasnya menaruh lilin di tiap ruangan.

Saat Hani selesai, hari sudah gelap. Hani kembali ke ruang tengah dan menghadap jendela, dimana hujan deras masih turun tanpa ada tanda-tanda berhenti.

"Sedang apa?" tanya Wonwoo duduk di sebelah Hani. Hani menoleh lalu menggeleng.

"Menatap hujan. Aku suka wanginya," ujar Hani.

"Benarkah? Kau mau keluar dan mencium wanginya?" tawar Wonwoo lembut.

"Bolehkah?" tanya Hani semangat. Sebelum Wonwoo mengangguk, Jihoon lebih dulu menegurnya.

"Tidak. Kau bisa sakit jika keluar dan terkena hujan," ujar Jihoon tegas.

"Oppa," rengek Hani.

"Kau tidak lihat hujan di luar turun tanpa ampun? Bahkan ada petir dan kilat. Kau tidak takut hah?" tanya Jihoon duduk di lantai, menghadap Hani yang memeluk kakinya di sofa.

"Tidak tuh." Hani memalingkan wajahnya.

Sepersekian detik berikutnya, bunyi guntur ditemani kilat yang menyeramkan membuat Hani kaget.

Tanpa sadar dirinya memekik kaget membuat Jihoon dan Wonwoo terbahak.

"Katanya tidak takut," cibir Jihoon. Hani mendengus.

"Aku kaget, bukan takut," tukasnya.

"Lalu kenapa memelukku?" tanya Wonwoo masih tertawa.

Hani terdiam lalu melepas pegangan eratnya tadi.

"Maaf, oppa. Itu reflek," jelas Hani menunduk malu.

"Siapa yang memekik?" tanya Jeonghan khawatir.

"Aku hanya kaget. Maaf mengagetkan kalian," ujar Hani lalu terkekeh tanpa dosa.

"Aku kira ada apa," cibir Jeonghan lalu duduk di sebelah Jihoon. Menikmati cahaya remang dan bunyi hujan.

Mysterious Girl [SEVENTEEN FANFICTION]✔Where stories live. Discover now