Fourty

1.9K 200 4
                                    

Hani Sight

"Hani, bangun! Mau sampai jam berapa tidurnya, hah? Lupa hari ini kuliah?" Ketukan dan teriakan ibu Hani membangunkan Hani.

Hani pikir ini mimpi. Dirinya bisa berada di rumah lagi. Di kamarnya. Bahkan di waktu yang sama dengan masanya sekarang.

"Astaga! Apa yang aku lakukan di sini? Seharusnya aku di sana menyambut mereka datang!" seru Hani terkejut.

Hani berlari ke kaca, memeriksa dirinya. Masih utuh. Bahkan kalung dari Dino masih terpasang di lehernya dengan sempurna. Pakaiannya juga masih sama.

"Hani, bangun! Ini pasti mimpi. Iya. Ini mimpi, Hani. Bangunlah!" Hani berkali-kali mencubit pipinya hingga merah.

"Anak ini... Bukannya bangun dan bersiap malah mencubit diri di depan kaca. Apa yang kau pikirkan?" omel ibu Hani memasuki kamar.

Hani terkejut jelas saja. Matanya panas, berujung menangis dan memeluk ibunya.

"Mama! Ini mama, kan? Beneran mama?" tanya Hani masih memeluk ibunya.

"Apa, sih? Ya iyalah ini mama. Memang siapa, hm?" balas ibunya bingung.

Hani menangis memeluk ibunya. Ibu Hani yang bingung hanya memeluk Hani dan menenangkannya.

"Hani, kenapa? Kok begini? Mimpi buruk?" tanya Ibu Hani lembut. Hani tidak menjawab dan masih menangis.

Pikirnya, dia sudah pulang. Bertemu semua orang yang disayanginya. Bahkan mereka mengingat Hani dan tidak merasakan sesuatu yang kurang meski sepuluh bulan Hani tidak bertemu mereka.

"Hani kangen mama," lirihnya dengan suara parau.

"Kangen gimana? Mama di sini dari kemarin, nggak kemana-mana. Tadi malam juga masih ketemu. Kamu kenapa sih, Hani?"

"Hani benar-benar pulang, ma?" tanya Hani tanpa menjawab pertanyaan ibunya.

"Hah? Ya iyalah, buktinya kamu ada di rumah begini. Kamu kenapa, sih? Perasaan kemarin masih baik-baik aja," cibir ibunya heran.

"Kemarin?" Hani mendongak menatap ibunya. Ibu Hani mengangguk dan menghapus air mata Hani lembut.

"Kemarin aku di sini? Jadi aku tidak pernah tiba-tiba menghilang dari sini?" tanya Hani bingung.

Ibunya terdiam. Tertawa mendengar omongan Hani.

"Kamu ini kenapa, sih? Belum bangun juga? Haha, mana ada kamu menghilang tiba-tiba begitu, hah? Orang kamu di sini, kok. Lupa sudah merayakan ulang tahun ke dua puluh sama Tya di rumah? Terus kamu bisa masuk kuliah juga setelah Gap year setahun?" ujar Ibu Hani panjang lebar.

Hani mencerna semuanya. Diam dan membeku. Tiba-tiba dada Hani sesak. Takut jika sebenarnya semua ini mimpi belaka. Semua kenangannya dengan ke tiga belas lelaki itu juga cuma khayalan.

"Oh? Kamu akhirnya sudah menemukan kalung dari nenek, ya? Dimana ketemunya?" tanya Ibu Hani melihat kalung yang terikat manis di leher Hani.

Hani menunduk melihat kalungnya. Benar juga. Ini kalung yang neneknya berikan sebelum pergi jauh. Hani kembali mencerna semuanya dalam diam.

"Kalung ini akan membawamu ke jodohmu. Ingat, takdir bisa melakukan segala cara untuk mempertemukan kedua ujung benang merah," pesan nenek Hani terngiang kembali di benaknya.

Hani menangis.

Hani merasa familiar dengan kejadian ini sekarang. Saat menghilang tiba-tiba dan bangun di tempat yang berbeda. Hani merasa dadanya sesak. Hani kembali menangis.

Mysterious Girl [SEVENTEEN FANFICTION]✔Where stories live. Discover now