01. An Early-morning

32 4 0
                                    

***

Alisku tertaut begitu mendengar ponselku berdering, cukup nyaring hingga berhasil menyadarkanku dari alam mimpi.

Aku menerjapkan mataku beberapa kali, tanganku mulai bergerak meraba nakas guna meraih benda pipih itu.

Mataku membulat tak percaya ketika melihat angka 04.35 tertulis dengan jelas disana, disertai dengan lima belas panggilan tak terjawab.

Ya. Lima belas. Tak heran aku bisa tersadar dari alam mimpiku.

Jemariku mulai bergerak untuk membuka kunci layar, dan kembali terkejut karena ID Caller yang telah menghubungiku sebanyak lima belas kali selama sepuluh menit terakhir.

Drrrrttt...

Ponselku kembali berdering, dengan cepat aku kembali melihat layar benda pipih itu.

Aku menggeleng pelan.

Rochelle Han

Penelepon yang sama dengan si penelepon sebelumnya.

Tanpa pikir panjang, aku segera mengusap lambang hijau dan mendekatkan benda pipih itu ke telingaku.

"Ken--"

"GILA! MASA GINI SIH?!" Pekik gadis itu tepat saat aku telah menempelkan benda pipih itu di telingaku

Aku bisa menebak bahwa gadis yang satu ini telah membaca bagian yang baru saja aku terbitkan di akun jejaring sosial kepenulisanku beberapa jam yang lalu.

"Gue ga terima! Endingnya ga boleh gini!" Sambungnya.

Kan. Betul.

"Wah sinting lu. ASLI! BENERAN LU SINTING KALAU LU BIKIN FINAL PARTNYA BEGINI!"

Aku mengacak rambutku kasar.

Jam empat pagi, ditelepon dan dimarah-marahi gak jelas hanya karena ending dari sebuah cerita.

Hanya oknum bernama Rochelle Han yang bisa melakukan hal tersebut.

"Dari awal gue emang udah rencanain mau bikin akhir ceritanya kayak gitu." Balasku.

Iya, karena aku sudah benar-benar merencanakan akhir dari cerita itu dengan mantap seperti yang seharusnya, dan keputusanku sudah final.

"Untuk yang Terhormat, Saudari Yochelle Chen. Plis diubah dong, gue ga ikhlas kalau mereka putus tanpa kejelasan gini." Pintanya.

Aku menggeleng, mencebik kesal.

"Gak Rochelle Han! Gue benar-benar udah mantap sama akhir yang itu."

Tanpa basa-basi aku langsung memutus panggilan tersebut secara sepihak, aku juga tak lupa untuk mematikan ponselku--guna menghindari teror-teror berikutnya dari oknum yang sama.

***

Kaget. Iya, jelas. Justru lebih kaget dari kagetnya orang kaget.

BEHIND : The TruthWhere stories live. Discover now