'Gue salto sekarang aja bisa! Dasar lebay!' Umpat Adeeva dalam hati saat Aksa sudah berjalan menuju meja administrasi.

"Gara-gara kamu, saya jadi rugi kan!" Ucap Aksa setelah mereka masuk ke mobil.

"Siapa suruh Bapak yang bayar! Kan saya udah mau bayar tadi!" Ucap Adeeva.

"Kan kamu belum waktunya pulang. Siapa suruh kamu pulang lebih awal!"

"Siapa suruh Bapak ambil kamar VIP!"

"Siapa suruh kamu pingsan!"

"Siapa suruh Bapak nolongin saya!"

"Karena kamu bikin saya khawatir!"

Adeeva diam.

"Siapa yang nyuruh Bapak khawatir sama saya?" Tanya Adeeva lirih.

"Saya nggak tau." Adeeva menolehkan kepalanya pada laki-laki disampingnya itu.

"Sebenarnya kamu itu siapa? Kenapa kamu bisa dengan cantiknya menjungkirbalikkan hati saya?" Ucap Aksa lalu menolehkan kepalanya pada Adeeva yang dibalas tatapan terkejut dari Adeeva.

"Kenapa saya bisa begitu resah hanya karena kamu bohong sama saya, kenapa saya bisa begitu resah hanya karena kamu berbincang dengan Gilang, dan kenapa saya bisa begitu resah hanya karena kamu terang-terangan bilang kalau kamu suka sama Kakak saya?" Ucap Aksa dengan tatapan yang kembali mengarah kedepan. Adeeva speechless. Dia terus menatap laki-laki di sampingnya seolah dia baru saja menemukan hal paling aneh di dunia.

"Dan kamu tau," Ucapnya kembali menoleh pada Adeeva.

"Saat kamu pingsan tadi, rasanya saya takut setengah mati. Saya hampir ikut pingsan seperti kamu. Jadi, kamu itu sebenarnya siapa, Adeeva?"

Rasanya Adeeva ingin menjawab dengan "Mana saya tau, saya kan maba." Jawaban andalannya ketika ditanya dosen Biologinya. Tapi di situasi kali ini berbeda. Kalimat itu bukan jawaban yang tepat untuk menjawab segala ucapan dari Aksa.

Mereka saling menatap hingga ucapan Adeeva menginterupsi.

"Ayo jalan Pak, keburu hujan." Adeeva menghadapkan kembali wajahnya kedepan. Aksa mendesah, lalu mulai melajukan mobilnya.

Hening menghiasi perjalanan mereka, sedari tadi Aksa mendesah panjang, seolah ada beban yang tengah memberatkan punggungnya. Adeeva mengalihkan perhatiannya ke jendela mobil. Entah kenapa, memandang kosong rumah-rumah di pinggir jalan raya sebelah kirinya kini menjadi lebih menarik dari segala hal.

"Adeeva." Ucap Aksa sambil memegang pundak Adeeva yang masih melamun.

"Ha? Kenapa Pak?"

"Sudah sampai." Adeeva melihat ke luar.

"Oh, iya terima kasih Pak, saya masuk dulu."

"Saya ikut."

"Ha? Kenapa?"

"Saya harus menjelaskan ke orang tua kamu kenapa kamu bisa terluka."

"Nggak usah Pak, saya nggak apa-apa. Seriusan." Aksa terlihat menimang ucapan Adeeva, lalu mengangguk.

"Oke, kamu istirahat, besok kalau masih pusing nggak usah masuk. Ijin presensi kamu masih berlaku." Ucap Aksa lalu membelai lembut puncak kepala Adeeva. Adeeva tersenyum canggung kemudian mengangguk.

"Terima kasih Pak. Terima kasih juga karena sudah membiayai biaya rumah sakit." Aksa melajukan mobilnya saat melihat Adeeva benar-benar memasuki rumahnya.

Adeeva merebahkan tubuhnya di ranjang sambil kepalanya terus memikirkan perkataan Aksa yang menurutnya aneh dan aneh?

"Abis kepentok meja beneran kayaknya." Gumamnya lalu bergegas untuk membersihkan dirinya.

Iya, Pak! [available at bookstores]Where stories live. Discover now