04. Tiga Bulan Kemudian..

Mulai dari awal
                                    

"Kamu gak nyesal, nolak beasiswa di Kairo ?"

"Ma, jangan bahas itu deh. Nanti, kalau Devin denger dia salah paham " ujar Bilqis.

Kinal hanya terkekeh sendiri. Kemudian mengangguk saja.

"Semua udah pilihan aku kan, jadi aku gak menyesal. Lagian, aku gak bisa terus - terusan minta Bang Devin, nunggu. Nanti kalau dia cari cewek lain gimana ?" Ujar Bilqis dengan muka cemberut.

"Ya, itu gak jodoh namanya " jawab Kinal.

"Tapi kan, Bil. Mau nya Bang Devin aja ".

Mendengar itu, membuat Kinal tertawa geli sendiri. Jelas sekali terlihat, kalau anak nya itu memang sangat menyukai Devin. Bahkan ,sejak kecil anak perempuan nya memang suka sekali bermanja pada Devin.

"Ciee..Mama ngira kamu gak suka sama Devin ".

"Mana ada, ish. Mama ni kan, kalau Abang dengar. Dia bisa ngambek tau !" Rajuk Bilqis, kesal sekaligus malu dengan ucapan Mamanya barusan. "Aku bukan gak suka, cuma malu aja. Lagian, Aku gak mau pacaran. Mama tau sendiri, Ayah gimana!".

"Mama sama Ayah gak larang kamu pacaran, asal tau batas nya. "

"Tapi, tetap aja aku gak mau, yang namanya pacaran tetap aja dosa. Kan ?"

Kinal mengulum senyum nya. Sangat bangga memiliki anak sholehah seperti Bilqis. Semenjak masuk dan belajar di pesantren anaknya menjadi anak perempuan yang lebih baik. Yang selalu membuat nya dan Dika bangga.


***

Pukul dua belas siang, Bilqis tiba di Caffe yang sekarang di kelola oleh suami nya.
Ini pertama kali nya ia datang ke sini. Dan, cukup bangga dengan hasil kerja keras Devin yang membuat Caffe itu menjadi maju. Ia di beri mandat oleh Papanya untuk mengelola cabang Caffe milik papanya. Dan, untuk Caffe ini adalah tanggung jawab Devin sepenuh nya.

"Permisi, Mbak ada yang bisa saya bantu ?" Seorang barista yang ia hampiri menyapa.

Bilqis dengan senyum ramah dan penuh sopan santun membalasnya.

"Saya mau bertemu dengan Devin, apa dia ada ?" Tanya Bilqis dengan sopan dan ramah.

"Mas Devin, ?" Bilqis mengangguk.

Perempuan cantik dan manis dalam balutan kaus polo yang khas seragam Caffe milik Devin itu menatap nya dengan penuh tanda tanya. Memandangi nya dengan lekat dari atas hingga bawah seolah sedang menyelidik.

"Devin, lagi sibuk. Gak bisa di ganggu !" Tiba - tiba seorang perempuan lain muncul dari arah belakang barista tersebut. Membuat Bilqis dan juga di barista tadi menoleh.

"Oh, boleh tunjukkin ruangan nya di mana ? Saya mau nganterin makan siang nya " jawab Bilqis dengan nada sopan.

Perempuan yang baru saja muncul menatap nya dengan lekat. Tatapan tajam dan penuh intimidasi. Tapi, Bilqis terlihat biasa aja. Bahkan terlihat sangat santai. Walau sebenarnya di balik tatapan tenang nya itu, ia tengah menilai perempuan cantik dengan rambut sedikit kecoklatan.

"Loe gak denger gue bilang apa? Devin sibuk, dia gak bisa di ganggu. Dan -"

"Maaf, nama Mbak siapa, ya ?" Sela Bilqis padanya.

Perempuan itu mengernyit, kemudian menyunggingkan senyum sombong nya. Melihat perempuan itu tidak kunjung menjawab, Bilqis mengalihkan pandangan nya pada papan nama yang tertera di dada bagian kanan nya.

Wilona.

"Dek " perhatian ketiga nya langsung beralih ke samping. Dan melihat Devin yang baru saja menuruni anak tangga dari lantai dua.

Dengan senyuman lebar dan tatapan mata yang berbinar ia mendekati Bilqis. "Kamu udah sampe,? Kenapa gak nelfon ?".

"Hp, Bil. Tinggal. Baru ingat tadi waktu dalam taksi " jawab Bilqis, melirik pada dua karyawan Devin.

"Pantes, aku telfon gak kamu jawab. " Ujar Devin. Kemudian ia menoleh pada dua karyawan nya. "Kalian berdua ngapain ? Wilona, kamu ngapain di depan. Kamu hari ini bertugas di belakang, kan ?".

"Iya. Tadi aku mau nganter pesanan, terus ngeliat cewek ini nanyak ke Mirna. Nyari kamu " jawab Wilona.

Devin menoleh pada Bilqis, kemudian mengulum senyum lebar. Membuat Wilona tidak suka. Sedangkan Bilqis hanya membalas senyum Devin dengan santai.

"Oh, yaudah, keruangan Abang aja yuk. " Ajak Devin, ia meraih rantangan yang di bawa Bilqis dan tangan satu nya lagi meraih tangan Bilqis lalu mengajaknya untuk ke lantai atas. Namun, "Oya, Wilona , Mirna. Lain kali. Kalau istri saya datang langsung suruh ke ruangan aja. Ya ?" Kemudian ia langsung berlalu pergi.

"Hah ! Istri ? " Gumam kedua nya
kaget.
Wilona langsung menoleh pada keduanya yang sedang menaiki anak tangga. Ia bisa melihat kalau Bilqis tengah tertawa geli melihat ke kagetan nya dan Mirna. Bahkan dengan sengaja, Bilqis memeluk erat lengan suami nya. Seolah menunjukkan siapa dirinya.

"Kamu dekat ya sama, Wilona ?" Tanya Bilqis di sela - sela Devin tengah makan siang.

"Lumayan sih, dia teman sekolah dulu. Tapi, aku sih dekat sama semua karyawan " jawab nya dengan acuh tidak acuh.

Bilqis mengangguk, ia menuangkan teh hangat kedalam gelas dan memberikan nya pada Devin.

"Dia kayak nya, suka sama kamu " ujar Bilqis.

Devin terdiam sebentar, kemudian ia mengulum senyum menatap Bilqis yang terlihat cemberut. Sungguh membuat nya gemas. Ia menyelesaikan suapan terakhir nya. Setelah itu duduk lebih dekat dengan Bilqis. Menarik perempuan itu agar bersandar di dadanya.

"Biarin aja sih, yang penting aku nya suka sama kamu doang ".

"Gak bisa gitu dong, kalau kamu hanya diam dan bersikap seolah gak ada apa-apa nanti dia malah berharap sama kamu ".

Hahahah

"Ya ampun, istri aku kalau lagi cemburu tambah lucu deh. Gemes kan aku " ujar Devin dengan candaan nya.

"Bang, gak lucu ya. " Ucap Bilqis malas. Namun, Devin malah terkekeh geli sendiri.

"Aku tau batas nya kok, selama kerja nya dia masih bagus dan gak kelewatan sama aku. Ya, aku fine-fine aja. Tapi, kalau udah mengganggu pasti aku bakal bertindak. " Jelas Devin dengan bijak. "Kamu tau aku, kan gimana ? Bersikap tidak pro itu bukan aku banget "

"Aku cuma khawatir aja. "
"Sayang, percaya sama aku. Dan semua akan baik - baik saja. "

Bilqis akhir ya mengangguk paham. Dan memilih untuk menurut saja. Lagian Devin, adalah tipe laki - kaki yang sangat bsia di percaya.



©©©

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang