06: Pregnant

546 96 5
                                    

Kelas yang di ikuti Bilqis hari ini tidak terlalu banyak. Ia hanya memiliki dua kelas saja, yaitu keelas pertama jam 9 pagi dan kelas kedua di jam satu siang. Kebiasaan nya setiap kali menunggu kelas selanjutnya ia selalu memilih nongkrong di perpustakaan sambil mengerjakan tugas. Biasanya ia sambil menunggu Dzuhur juga disana.

Bilqis itu tidak memiliki banyak teman sejak dulu. Bahkan semua teman-teman nya bisa di hitung pakai jari tangan. Sejak kecil ia hanya mempunya beberapa saja, di antaranya Ayasa. Yang tidak lain adalah sepupunya sendiri. Saat masuk pesantren ia juga hanya memiliki dua orang sahabat. Yang memang sangat dekat hingga sekarang walau mereka tidak berdekatan jaraknya. Karena dua sahabatnya itu tinggal di Aceh.

Ia bukan tipe orang yang dengan mudah bisa bergaul. Beradaptasi dengan sekitar adalah hal yang sulit ia lakukan. Ia tidak terlalu memiliki rasa percaya diri yang tinggi untuk menyapa lebih dulu. Tidak pandai dalam bernada basi. Katakan lah, ia adalah seorang yang lebih nyaman sendiri.

"Bilqis?".

Seseorang menyapanya, membuat Bilqis yang tadi sedang fokus membaca menoleh ke depan. Seorang laki-laki yang dua hari lalu menyapanya di kantin kampus kini sudah berada di depannya lagi.

Arvin.

"Lagi ngerjain tugas juga?". Tanya Arvin padanya.

"Tidak, cuma lagi baca aja sambil nunggu zduhur." Jawabnya dengan canggung.

"Ohh.. kenapa enggak nunggu di kantin atau di mushola aja?". Tanya Arvin lagi sambil kini meletakkan beberapa buku di atas meja.

"Disini lebih enggak berisik.". Jawabnya lagi.

Arvin mengangguk saja. Selanjutnya pria itu tidak lagi bertanya. Karena Arvin sudah membuka laptop dan beberapa buku. Mulai mengerjakan tugasnya.

Melihat Arvin sekarang ia jadi teringat pada cerita Kak Kyla malam kemarin.
Ternyata Kyla melihatnya yang di samperin Arvin di kantin waktu itu. Jadilah ia sedikit mengertahui siapa Arvin.

Ia dan laki-laki itu pernah bertemu sebelumnya. Mereka pernah satu gedung sekolah. Yang se tau nya, Arvin ini pernah beberapa kali menganggu nya saat sekolah dasar dulu. Memang sering menganggu nya, bahkan memalaknya. Ia sama sekali tidak ingat, tapi ketika Kyla cerita ia jadi bisa mengingat laki-laki itu.

Namun, sepertinya Arvin tidak mengingatnya. Karena laki-laki itu terlihat tidak sama sekali mengenalnya sebelumnya.

Sesaat ketika ia kembali pada novel nya. Suara Adzan terdengar. Dan, ia langsung menyudahi bacaan nya. Membuat Arvin menoleh padanya.

"Mau cabut?."

"Iya". Jawab Bilqis dengan sopan. "Saya pergi dulu." Pamitnya.

Arvin hanya mengangguk, dan setelah itu ia langsung memutuskan untuk pergi dari sana. Meski ia masih bisa merasakan tatapan Arvin di belakangnya.

***

"Dek."

Bilqis menoleh kebelakang, dan kemudian menghentikan langkahnya saat melihat Devin sedang berlari dari seberang taman penghubung fakultas management bisnis dan Fakultas Sastra. Dengan senyuman manis ia menyambut kedatangan sang suaminya.

"Mau kemana?". Tanya Devin begitu tiba di hadapannya .

"Kelas." Jawab nya sambil melangkah pergi dengan Devin sekalian. "Abang udah sholat?".

"Udah dong." Jawab Devin dengan bangga.

"Udah makan siang?".

"Udah juga, tadi Abang makan bekal yang kamu buat.". Jawab Devin kini dengan menunjukkan tas bekal yang memang ia bawa-bawa sejak ia selesai sholat Dzuhur. "Kamu selesai kelas jam berapa? Biar Abang tungguin."

IneffableWhere stories live. Discover now