Chapter 9

116K 6.5K 150
                                    

"Udah nggak usah nangis lagi Let." ujar Revo pelan sembari mengusap pipi Aleta yang bersimbah air mata.

Aleta menunduk dalam membiarkan air matanya menetes tanpa henti. Rasa lelahnya benar - benar sudah berada dipuncak dan menangis adalah sebagai bentuk segala emosi Aleta yang sudah sejak lama Aleta tahan. Aleta masih tidak habis pikir kenapa Detra melakukan hal seperti ini padanya. Tadi siang sepulang sekolah Aleta bukannya tidak melihat jika Detra bersama dengan Lusi tampil mesra diparkiran. Seolah - olah Detra sudah tidak memiliki ikatan apapun dengan Aleta, dengan bebasnya Detra berhaha - hihi dengan cewek lain. Siapa yang tidak sakit hati?

Aleta sengaja mengajak Revo pulang bersama. Niat Aleta tadi ingin memperbaiki hubungannya dengan Detra, tapi melihat Detra bersama dengan Lusi cukup menjelaskan semuanya. Detra sudah tidak memiliki rasa apapum padanya.

"Let." panggil Revo pelan, "udah nggak usah nangis. Mungkin Detra emang nggak ada hubungan apa - apa sama Lusi. Gue tau Detra sayang banget sama lo."

"Kalo dia sayang gue, nggak mungkin dia tega terus - terusan nyuekin gue apalagi deket - deket sama cewek lain." ucapnya sesenggukan.

Revo terdiam. Harusnya Revo tidak ikut campur masalah hubungan Detra dan Aleta. Ia juga tidak ada berhak untuk membawa Aleta pergi tanpa sepengetahuan Detra. Kalau Detra tahu ia sudah lancang mungkin Revo akan mendapatkan masalah.

Namun disini Revo terpaksa kan? Dia hanya merasa kasihan pada Aleta hanya berniat sekedar menenangkan saja. Tidak ada niat apapun, Revo memang masih menyayangi Aleta namun Revo tidak menginginkan Aleta kembali padanya, terlalu banyak luka yang pernah dulu Revo torehkan pada Aleta. Hingga, betapa sadarnya Revo kalau ia tidak pantas berdampingan dengan Aleta.

"Let pulang. Ini udah sore, ntar orang rumah nyariin."

Aleta mengangkat wajahnya menatap lurus depan. Aleta baru sadar, suasana taman sudah sepi dan lagi matahari sudah diganti dengan bulan. Sudah berapa lama Aleta menangis? Rasanya Aleta menjadi orang yang tidak tahu diri. Padahal Revo hanya mantan kekasihnya 4 tahun lalu, disekolah pun jarang berbicara satu sama lain. Saat Aleta sedang ada masalah Aleta dengan kurang ajar mengadu pada Revo.

"Sorry. Lo malah dengerin gue nangis berjam - jam. Thanks ya." Aleta tersenyum tipis kearah Revo.

Revo memalingkan wajahnya kesamping merasa canggung dengan Aleta. Sudah sangat lama Revo tidak pernah melihat senyum manis Aleta diperlihatkan untuknya. Revo biasanya melihat Aleta tertawa lepas saat bersama dengan teman - temannya ataupun tersenyum malu - malu saat bersama dengan Detra. Semua itu selalu Revo tangkap meskipun dalam keadaan diam - diam, bagi Revo, Aleta adalah satu - satunya cewek pemilik senyum termanis yang pernah Revo lihat.

Revo bangkit dari duduknya mengambil tas punggungnya lalu ia sampirkan disebelah bahunya. Cowok jangkung itu mengulurkan sebelah tangannya meminta Aleta untuk digenggam. Dengan ragu - ragu Aleta pun menerima uluran tangan Revo.

"Lo lebih keliatan kurus ya sekarang. Dulu waktu jaman SMP, badan lo agak berisi. Tapi udah masuk SMA lo berubah drastis banget." kata Revo.

Aleta menggaruk belakang lehernya merasa salah tingkah. Entah ada maksud apa Revo menyinggung kejadian yang sudah lalu. Membuat Aleta ingin flashback atau murni memang hanya ingin membandingkan Aleta yang dulu dan sekarang. Kalau mengingat jaman SMP rasanya Aleta terlempar pada hubungannya dulu dan Revo. Berpacaran hampir 2 tahun, putus begitu saja karena Revo ketahuan berselingkuh.

My Psikopat Boyfriend (Sudah Diterbitkan)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin