8. Kabar Baik yang Buruk (1)

1.5K 104 5
                                    

Dua bulan berlalu begitu saja, aku dan Nesya semakin dekat. Bagiku dia bukan hanya kakak kelas biasa, dia sudah aku anggap begitu dekat karena kami sering bertukar cerita juga pikiran. Layaknya adik kakak, maklum aku tidak punya kakak perempuan.

Nesya : ada kabar bagus buat lo

Rani : kenapa?

Nesya : Langit putus sama Shila

Rani : ah, gue pikir ada kabar apaan kak

Aku bahkan sudah jarang sekali memikirkan orang itu, bisa-bisanya Nesya kembali mengulas tentangnya. Bisa hancur pertahanan yang sudah dibuat hampir dua bulan lebih ini. Sebenarnya ada sedikit rasa senang karena kabar itu, tapi sampai hari ini aku kadang masih mengirim pesan padanya hanya saja tidak sesering dulu.

"Rani!" panggil Rara dari arah pintu kelas.

"Kenapa?" tanyaku sambil menengok ke arahnya.

"Langit putus," bisiknya.

Apa tidak ada kabar lain selain kabar ini? Sungguh aku tidak ingin mengetahui tentangnya.

"Oh." Aku manggut-manggut.

"Udah move on?" tanya Salsa.

"Ngga sih, tapi ya gitu deh."

"Ih, dibilang sama kakel itu aja," ucap Zaza.

Kalau bisa aku mengatur ulang hatiku, sudah aku lakukan untuk tidak lagi menunggu orang satu ini. Tapi entah kenapa sepertinya akan ada hal yang menarik di antara aku dan Langit.

"Tau namanya aja ngga, Za," kataku.

"Ya makanya cari tau dong, kan lo punya temen."

"Zaza kalo soal cowok gercep deh," ucap Lala.

Kami semua tertawa, tapi justru pandanganku jatuh pada seseorang yang baru saja menunjukkan wajahnya dari ujung jendela kelasku. Itu Langit, dia tengah tertawa bahagia bersama teman di sampingnya. Manis sekali.

Salsa yang menyadari pandanganku jatuh pada Langit yang baru saja lewat langsung saja menertawaiku.

"Yah Langit lewat gamon deh," ucapnya sambil tertawa.

"Langit nih emang, perusak aja deh," kata Rara tidak mau kalah.

Dia lewat saja sudah berhasil membuat konsentrasi buyar, apalagi kalau dia datang menghampiri. Astaga, langsung mual perutku kalau memikirkannya.

**

Sampainya di rumah, aku melempar tas ke atas kasur dan merebahkan tubuhku yang sudah lelah menjalani hari ini. Pikiranku sudah melayang, wajah Langit yang aku temui di sana. Seolah kabar perihal kandasnya hubungannya membuatku tidak bisa fokus dengan hal lain, selain dirinya. Ah, jatuh cinta itu memang bisa membuat tuannya lupa segalanya.

Ponselku bergetar menandakan bahwa ada pesan yang masuk.

Nesya : bentar lg ukk ni

Rani : masih dua bulan lagi

Nesya : gue mau lomba soalnya, Langit juga

Kenapa harus Langit? Seperti tak ada hal yang lain untuk diulas selain dirinya.

***

Hari ini adalah akhir pekan, hal yang paling ditunggu oleh semua kalangan dari orang perkantoran hingga murid sekolah. Akhir pekan bisa dijadikan hari di mana kalian bebas bermalas-malasan, bebas untuk jalan-jalan, dan bebas untuk menyelesaikan drakor yang kalian tunggu-tunggu. Tapi Langit dan teman-teman dari eskul paskibra ada urusan lain, mereka lomba. Tapi, kenapa aku harus peduli?

Sebenarnya tanpa sadar aku dan Nesya sudah sangat dekat, tanpa sadar juga Nesya dan Langit semakin dekat. Aku tak peduli-sebenarnya. Tidak peduli bagiku menyenangkan, aku tak perlu merasa terluka saat aku tidak tahu. Karena biasanya rasa ingin tahu, justru berbuah luka.

Akhir pekan yang membosankan ini, aku isi dengan belajar karena ulangan kenaikan kelas sudah di depan mata-alias hari Senin. Meski sebenarnya agak malas-malasan mengisi kisi-kisi yang telah dibagikan. Aku dan Langit masih suka bertukar obrolan ringan, kadang sengaja tidak aku balas. Mencegah berlarutnya perasaan ini.

Ah, iya, sedikit aku ulas tentang Langit. Dia itu tingginya hampir sama denganku, percayalah aku masih tinggi meski tidak begitu tinggi. Tubuhnya berisi, apalagi bagian pipi. Aku masih ingat betul meski tidak menatapnya langsung. Kulitnya kuning langsat, lebih bersih dibandingkan denganku. Aku juga mencari tahu beberapa hal tentangnya, seperti hari ulang tahunnya atau alamat rumahnya. Padahal aku juga tidak terlalu membutuhkan alamat rumahnya, kan, aku juga tidak mungkin menghampirinya.

Tentang Nesya dan Langit, rumah mereka satu arah juga di satu organisasi yang sama. Beberapa temanku memperingatkanku untuk tidak terlalu dekat dekat Nesya, karena bisa saja Nesya yang justru mendekati Langit. Tapi pikiranku tidak sampai sana, aku hanya berpikir bahwa mereka adalah teman dekat yang berada di lingkungan organisasi dan daerah rumah yang sama, itu saja. Tidak lebih.

Kenapa aku justru berpikir tentang Nesya dan Langit? Padahal masih ada yang lebih penting dari dua anak manusia ini.

***

Langit dan Hujan [sudah terbit]Where stories live. Discover now