"Haargh! Brengsek!"

Bara meninju kuat samsak itu lalu mengatur napasnya. Tampak pintu ruangan latihan bela diri terbuka, menampakkan seorang pria pruh baya memasuki ruangan dengan sebotol air mineral di tangannya.

"Kumur dulu," ucap Jevan sembari menyodorkan botol minuman itu ke Bara.

"Thank's, Uncle." Bara menerimanya lalu berkumur di wastafel. Setelahnya, ia menyeka keringatnya dengan handuk kecil.

"Ada masalah apa sampai kamu kemari langsung ke ruangan tinju?" tanya Jevan, pamannya yang memiliki rumah mewah tempat latihan bela diri juga menjadi markas geng Fatal.

"Nothing."

"Anak muda terlalu sering menyimpan masalah mereka sendiri tanpa ingin menceritakannya pada orang terdekat sekalipun. Padahal, bisa saja kamu menemukan jawaban yang tidak kamu duga dari orang itu."

Bara menatap pamannya. Ia berbaring di lantai dan menatap langit-langit ruangan. "Kepsek nyuruh aku bubarin Fatal, padahal yang bisa bubarin Fatal cuma ketuanya."

"Lalu apa tindakan kamu terhadap masalah ini?"

"Bingung."

"Kalau begitu, apa yang ada di pikiranmu saat ini untuk mempertahankan Fatal?" tanya lagi Jevan.

"Sampai kapanpun, aku nggak akan pernah ngelepasin ataupun menghancurkan apa yang berarti bagi aku. Sebisa mungkin aku bakal lindungi Fatal juga mereka yang ada di dalamnya. Nggak semudah itu mereka retakin Fatal."

Jevan tersenyum mendengar ucapan keponakannya itu. "Itu jawaban atas masalah kamu, Bara. Kenapa harus bingung kalau benak kamu sendiri sudah menjawabnya sejak awal?"

Bara bangkit berdiri. "Makasih, Uncle. Bara pulang dulu."

Jevan mengangguk pelan dan berbaring di lantai sambil tersenyum lebar. "Dia mirip sekali dengan kamu, Barga. Anak kamu sudah sekuat dirimu."


***


Dua hari kemudian.

Bara dan kawan-kawannya tengah memasuki sebuah ruangan dengan penerangan yang minim. Mereka diundang di acara ulang tahun Vera. Jangan heran mengapa Bara mau hadir di acara ulang tahun gadis yang ia benci, tentu saja itu semua karena ia akan tampil membawa sebuah lagu bersama teman-temannya.

Kalau boleh jujur, Bara malas sekali untuk menyanyi di acara itu kalau bukan karena sebuah paksaan dari teman-temannya.

Penampilan cowok itu keren malam ini. Kaos polos hitam dipadukan dengan jaket Jeans, ripped jeans hitam, juga sneakers putih. Rambut yang tampak acak tetap tidak mengurangi pesona tampannya.

"Bara~" Vera datang dengan suara manja sambil memeluk lengan kiri Bara. Buru-buru cowok itu melepaskan tangan Vera dari tangannya dengan pelan.

"Makasih, ya, udah dateng. Bentar lagi kamu tampil, aku udah nggak sabar denger kamu nyanyi."

Bara tidak menyahut omongan Vera dan memilih untuk memberikan senyumannya sebagai tanggapan. Seorang MC tengah memanggil Bara dan kawan-kawannya untuk segera naik ke atas panggung dan membawakan sebuah lagu yang sudah dipersiapkan.

BARA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang