Misalnya saat Mama mengajakku ke resepsi pernikahan rekan kerjanya. Saat bersalaman dengan pengantin wanita dan dia menanyakan berapa umurku, aku melihat benang merahnya tidak berhubung dengan benang merah suaminya.
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka hingga hari ini, kuharap mereka baik-baik saja.
Hanya beberapa kali aku menemukan seuntai benang merah yang terhubung. Beberapa di antaranya, mungkin tidak sedang bersama, entahlah. Kakek dan Nenek yang kutemui di halte saat itu adalah yang pertama kalinya. Setelah itu, sulit menemukan sepasang yang lain.
Baru saja hendak menghela napas dan melupakan amarah sejenakku, Arlan Pratama tiba-tiba sudah berdiri di depanku, menyentuh bahu pria tadi.
"Bapak yang seharusnya berhati-hati," ucapnya.
Aku mengerjapkan mataku, benar-benar tidak paham situasi apa yang tengah kuhadapi saat ini.
Pria itu berbalik dan menatap tajam ke arah kami.
"Apa ini? Kau sedang membela pacarmu?"
Larut wajah pria itu berubah menjadi serigai yang mengerikan. Dilepaskannya rangkulannya pada wanita tadi, lalu melempar senyuman yang memuakkan.
"Kalian berdua, keluar dari sana."
Arlan Pratama menatap ke arahku sejenak, lalu mengambil alih tombol di elevator tiba-tiba. Ditekannya lama-lama agar pintu elevator tidak tertutup. Sedangkan aku menarik tanganku secepat mungkin dari tombol-tombol di elevator, hanya untuk menghindari masalah lain.
"Kalian pasti mau berbuat sesuatu, kan? Aku dengar, memang banyak anak remaja yang datang ke atap apartemen ini karena tidak ada pengawasan CCTV," ucap wanita itu. "Masih SMP juga," bisik wanita itu sambil melemparkan tatapan merendahkan ke arah kami berdua.
"Keluar, kalian. Dari sekolah mana, kalian?" Pria itu makin menjadi-jadi begitu mendengarkan ucapan wanita itu.
"Bapak dan Ibu ini bicara apa? Saya hanya memberitahu, kalau yang Bapak lakukan tadi salah. Minta maaf dulu kepadanya," ucap Arlan Pratama yang membuatku makin merinding sejadi-jadinya, memikirkan masalah yang jelas tidak pernah ada.
"Kau juga jangan sok menjadi pahlawan. Bilang dulu, kau dari sekolah mana dan apa yang akan kalian lakukan di sini?"
"Saya tinggal di sini, tentu saja saya mau pulang."
Begitu Arlan Pratama mengatakan begitu, pria itu beralih pandang ke arahku.
"Saya juga," cicitku dengan suara kecil.
Eh ... jadi Arlan Pratama memang tinggal di sini, ya? Aneh sekali aku baru mengetahuinya setelah satu semester berlalu.
"Pembohong!" seru pria itu tidak terima.
"Saya tinggal di apartemen nomor 1010," ucap Arlan Pratama.
Tunggu ... kamar 1010 itu bukannya ...
Apa benar-benar sekebetulan itu?
"Saya di 1009," ucapku tanpa perlu diminta.
Aku mengatakan yang sebenarnya. Namun melihat pria itu semakin geram saja, aku akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan kartu pelajarku. Mama pernah bilang, dalam situasi darurat, terkadang mereka membutuhkan jaminan. Kartu pelajar mungkin cukup.
"Tidak perlu." Arlan Pratama menahanku agar tidak memberikan kartu pelajarku.
Aku ingin menatapnya dengan tatapan sesinis mungkin dan mengatakan bahwa semua hal yang terjadi ini adalah salahnya, tetapi aku sadar juga bahwa dia melakukannya karena membelaku. Padahal, sebenarnya aku tidak perlu dibela. Semua hal kecil seperti ini memang sudah biasa bagiku.
"Begini saja, sekarang kita ke lantai sepuluh. Ada security yang biasa patrol di sana di jam segini. Kalian bisa tanyakan langsung kepada mereka," saran Arlan Pratama, memberikan pencerahan.
"Boleh-boleh saja," ucap pria itu sambil bersiap-siap masuk lift.
Aku menghela napas lega, karena sepertinya permasalahan ini akan berakhir secepat ini.
"Tapi, kalau ternyata kami mengatakan yang sebenarnya, apakah Bapak siap untuk melihat rekaman CCTV?" Arlan Pratama menolehkan setengah kepalanya, menatap CCTV yang terpasang di sudut.
"Tentu saja," jawab pria itu tanpa ragu.
Aku menekuk alisku diam-diam. Pria itu masih tidak menyadari kesalahannya.
"Dan kalau ternyata Bapak yang salah, apakah Bapak siap untuk bersujud di depannya?"
Langkah pria dan wanita itu terhenti, saat Arlan Pratama mengatakan kata-kata itu dengan nada yang mengintimidasi. Jangankan mereka, aku juga merinding saat mendengarnya mengatakan hal itu dengan suara tenang tanpa takut.
Ada tiga hal mengagetkan yang kuketahui hari ini.
Pertama, Arlan Pratama adalah tetangga apartemenku. Yang mana halnya, dia yang selalu dibicarakan oleh Mama. Itu artinya aku sudah berbicara dengan Ayah dan ibunya minggu lalu.
Kedua, sebelumnya aku hanya mengira bahwa Arlan Pratama memiliki pribadi yang keras--mengingat dia pernah membentak satu kelas hanya untuk merasakan momentum yang hening dan damai--ternyata dia punya kepribadian lain yang lebih mengejutkan. Sampai meminta orang itu untuk bersujud...?
Ketiga ...
Aku mengangkat tangan kiriku dan memperhatikan jari kelingkingku dengan gemetaran.
Untuk pertama kalinya aku melihat benang merahku sendiri.
***TBC***
11 Desember 2018, Selasa
Cindyana's Note
Hai! Aku update tengah malam lagi!
Bagaimana Red String hari ini?! Apakah kalian doki-doki?!
Aku sedang dalam mode sangat-ingin-update-Red-String. So I update it, anyway!
Ini mungkin lebih cepat daripada jadwal seharusnya, tapi ya sudahlah.
I REALLY LOVE THIS ARLAN, YOU KNOW?
Kalau kalian berpaling dari Aetherd, aku tidak akan menyalahkan kalian (diam-diam ketawa setan).
DAMN YOU, ALENNA ///teriak ke bantal///
BTW, aku minta maaf sebesar-besarnya karena tidak bisa balas komentar. Aku sangat ingin, tapi waktu benar-benar mencekikku dan memintaku untuk tidak berpaling dari tugas-tugas kampus //menangisi kenyataan//
Kadang kalau lagi ngetik cerita anak sekolahan, aku bisa mikir kayak, "Heh. Enak sekali kalian tidak harus menghadapi tugas seberat aku."
AND THEN, aku ketawa setan karena tokoh-tokohku jelas akan menghadapi konflik yang lebih berat dari aku ///mode iblis///
Oke, aku menunggu komen-komen kalian semua! Pasti aku baca semua kok, komennya! Biasanya aku membalas komen lucu dan heboh ahahaha //kode--kalau kalian peka.
SEE you on the next thread!
Big Love,
Cindyana
YOU ARE READING
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...
The Fourth Thread - "Conversation is Something Awkward"
Start from the beginning
![LFS 2 - Red String [END]](https://img.wattpad.com/cover/167548547-64-k308475.jpg)