Kembali Pulang | 22

8.2K 708 72
                                    

Dathan menyeret kaki kirinya yang setengah hancur mendekati raga Tansy, terduduk dengan keras di lantai dan memeluknya erat. Sapuan angin dari celah jendela masuk perlahan, pelan-pelan jaringan baru mereproduksi dan membuat kaki dan bagian raganya yang lain menutup, luka-luka akibat perdebatannya dengan Silas tertutup selayaknya tak pernah terjadi.

"Harusnya kau tak membantahku, Tansy! Kau tahu aku menginginkanmu melebihi wanita siapapun! Kenapa kaubantu Alanza pergi dan membuatku semarah itu, hmm, hmm?" Dathan mengelus rambut Tansy yang diam.

Dathan menggendong raga Tansy yang tak bernyawa di atas sofa, bekas Alanza diperdaya olehnya. Dathan terpekur, kemudian menoleh dan bangkit dengan lesu. Wanita yang selama ini ada di sisinya, menjadi budak dari segala keegoisannya kini hanya tinggal raga. Jika tanpa campur tangan Silas, pasti saat ini raga itu masih bernyawa, menatapnya awas untuk selalu menghentikan segala rencana buruknya pada manusia lain, melupakan sedikit pikiran jika akan seperti ini.

"Huh, kau seperti ibu kehilangan anaknya, Dathan." Sebuah suara wanita tapi dengan logat anak remaja yang manja terdengar menertawakan Dathan.

Dathan tak menoleh, karena tahu siapa yang bicara padanya. "Ini bukan urusanmu, Celia."

"Memang bukan, toh aku tengah bersenang-senang di klub, tapi mendengar tangismu aku jadi risih dan ... yah, ke sini." Gadis yang memakai gaun hitan selutut dan memakai topi kecil berbulu hitam di rambutnya menggerakkan kakinya yang terlipat di atas sofa.

"Kembalilah."

"Kau itu memang tidak pernah berubah, Dathan. Tidak bisa jauh dari selangkangan wanita, tapi untuk yang satu ini, memang sih dia cantik, enggak malu-maluin kalau di ajak pergi ke luar atau mengahadap ayahku, huh." Celia bangkit dari duduknya, mendekati Dathan dan mengelus peluru Dathan dan melihat ke arah Tansy sambil tertawa kecil.

"Iblis kecil yang sok tahu."

"Cari saja lagi, di luar sana 'kan banyak. Jangan meraung-raung lagi, enggak cocok sama wajahmu, Dathan." Celia menyentuh pipi Tansy dan melenggang pergi.

Ketukan sepatu hitam Celia menggema sesaat, kemudian diam tanpa ada kelanjutan, menghilang di bagian dalam kegelapan rumah mewah Dathan. Dathan menunggu, hingga seorang pria berambut gondrong bertulang pipi tegas datang kembali. Dathan beringsut mundur, bangkit sambil merapikan pakaiannya, mengabaikan Jace membawa Tansy pergi.

"Aku akan bawa dia, sesuai kesepakatan kalian, yang menang harus menuruti apa yang diinginkan pemenang."

"Apapun itu." Dathan pergi tanpa suara.

Jace membawa raga Tansy pergi ke rumah sakit, menggantikan brangkar tubuh Asyraf yang selama ini tersimpan di sana dengan baik. Kesepakatan antara Silas dan Dathan selalu sama, jika sampai Silas turun tangan mengurus urusan Dathan dan menyelesaikannya, maka Dathan harus menyerahkan semua yang dimilikinya di dunia-saat itu-pada Silas, apapun itu, termasuk raga Tansy.

Di rumah sakit Phalosa, Silas melangkah santai, senyumnya terukir di sana, menyapa setiap berpapasan dengan pengunjung rumah sakit ataupun para tenaga medis yang lewat. Ia berjalan di lorong ruangan rawat inap Anggrek, membuka salah satu pintunya dan masuk. Di sana, sudah ada Sienna-isteri Silas yang menunggu Daryn sadar. Silas memberikan cup jus alpukat dingin dan sekotak roti isi cokelat, memintan6a istirahat sementara dirinya memeriksa.

Daryn masih belum sadar, Ia sengaja membius Daryn agar bisa berisitirahat dan tak memikirkan perihal Alanza. Silas mengelus raga Asyraf yang terluka, Dathan salah sasaran jika menggunakan seluruh kekuatannya bertarung dengan Daryn, dia seutuhnya manusia biasa, sama halnya dengan Tansy.

"Bisa kaucerita gimana dia bisa bertarung sama dia?"

Silas mengambil selembar tisu setelah menoleh pada isterinya, bangkit dari kursi dekat brankar dan medekati isterinya. Silas mengusap pipi Sienna lembut dan duduk di sisinya sambil tersenyum.

Whiffler [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang