Masa| 17

7.9K 774 59
                                    

Dathan memejamkan matanya, matanya yang tadi berwarna cokelat seperti orang kebanyakan miliki, kini berubah sedikit pucat dan memundurkan langkahnya, melihat ke arah lelaki yang juga menatapnya heran. Ia tersenyum dan melangkah mendekat, meminta ijin apakah bisa duduk bersama? Daryn merasakan getaran aneh, getaran bukan berasal dari bumi yang bergoyang melainkan dari aura negatif yang dibawa Dathan.

"Dia siapa? Temanmu juga?"

Daryn masih tersenyum, "Kurasa ada banyak tempat dudul kosong, Bung."

Dathan membalas senyum, "Tapi kurasa ini lebih nyaman."

Tangan Dathan mengarah ke belakang, jemarinya berputar selayaknya menarik sebuah ikatan yang mengendur, kemudian mencengkeramnya kuat saat bicara dengan Daryn. Alanza yang sejajar dengannya merasa sesak napas, memegangi lehernya dan tangan satunya menggapai Daryn. Daryn melotot ke arah Dathan atas apa yang tak diketahuinya.

"Lepas! S-sakitt!" Alanza meminta lepas dengan kesakitan yang amat.

"Maaf, sedikit telat." Seorang menyapa dari belakang Dathan, seketika Alanza bisa menarik napas selega-leganya.

Daryn, Alanza dan Dathan menoleh ke arah pria yang berpakaian rapi menenteng lipatan sutterstock di lengan kirinya. Alanza bangkit, melewati Dathan yang merasakan sensasi lain, bersembunyi di balik tubuh pria berkacamata tipis itu. Daryn menatap Alanza kemudian menatap kakak keduanya dan barulah ke arah Dathan.

"Ada tamu rupanya," kata Silas tersenyum ramah.

Dathan menatap tajam ke arah Alanza, seolah bisa menyeretnya paksa pergi keluar dari cafe ini ke ranjangnya yang hangat di rumah. Napas Dathan naik turun tak pasti, urat nadinya terasa tercekat.

"Maaf, mengganggu, aku akan cari meja lain." Dathan undur diri dengan senyum biasa, tapi itu untuk ukuran manusia biasa.

"Silakan, ada banyak tempat kosong." Silas mempersilakan.

Kau menghalangiku, Silas! Kau menghalangi jalanku!!

Dia adalah urusanku, dan bukankah kau ingat ucapanku, jangan sampai apa yang kaulakukan jadi urusanku?

Sialan! Anjing neraka! Bedebah!

Dathan menoleh, benar bibirnya tersenyum tapi matanya berkata tentang amarah ketika seseorang yang begitu menginginkan barang antik tetapi didahului orang lain. Silas memegang erat tangan Alanza, tak melepasnya sedikit pun. Daryn bangkit, tahu bahwa ini bukanlah situasi yang baik untuk Alanza. Gadis yang berupa ruh itu berlari mengikuti Silas dan Daryn pergi, mereka membawanya jauh dari Dathan.

"Kaulihat matanya tadi? Dia mau cekek aku!"

"Bukan hanya mencekikmu, kau bisa jadi budaknya selamanya."

"Budak? Disuruh-suruh tanpa digaji? Kerja rodi?"

"Budak yang ini berbeda dengan budak itu, budak seks dan budak setan." Silas berkata pada Alanza yang berada di belakangnya.

"Bodohnya aku enggak tahu apa yang dilakukannya pada Alanza!"

"Asyraf hanya punya kelebihan sedikit bisa melihat ruh ataupun hantu liar, dan dia lemah soal kekuatan sebesar Dathan."

"Apa jika aku Daryn sebenarnya bisa melihat semuanya?"

Silas berhenti melangkah di trotoar dan menoleh ke arah Daryn, tahu ke mana arah pembicaraannya. "Kau sudah menunggu ratusan tahun untuk bisa mempunyai raga, jangan bertindak bodoh!"

Silas menarik tangan Alanza untuk masuk ke dalam mobil, sementara Daryn mengekori dan menatap Alanza yang terlihat lain. Ada guratan seperti bekas ikatan yang memerah di kulitnya. Daryn menyentuh kulit leher Alanza, gadis itu berjingat dan berkata panas.

Whiffler [END]Where stories live. Discover now