Jijik | 18

8.6K 706 108
                                    

Bonus multimedia.



Tansy tengah sibuk memilih bahan makanan yang segar di supermarket, di keranjang yang dibawanya sudah ada kemasan telur,satu ikat daun bawang dan sebungkus bawang bombai. Dathan kembali dengan beberapa kaleng kornet, makan, minum seperti yang dibutuhkan manusia acapkali dilakukannya, agar terlihat hidup. Hal yang membuatnya berat untuk bernapas hanyalah satu, jauh dari wanita lengkap beserta kenikmatannya.

"Aku ambil troli saja," kata Tansy.

Dathan mengangguk, tapi sebelum Tansy benar pergi, Ia berbalik, meminta lelaki itu tak berbuat seenak hatinya, meski yakin hatinya telah mati sudah beratus-ratus tahun yang lalu. Tansy membawa keranjang biru itu ke depan, melewati antrian dan ke sudut ruangan belakang kasir tempat troli-troli besi itu disatukan. Tansy mengambil satu, agak kesulitan sampai tangan seorang wanita membantunya.

Tansy menoleh sekilas, wanita cantik bergaun merah selutut yang dipadukan sepatu kets. Tansy memindahkan belanjaannya ke dalam troli, tapi kemasan plastik bawang bombai pecah isinya jatuh menggelinding sampai ke langkah wanita cantik itu. Wanita itu menoleh ke belakang, memungut bawang bombai milik Tansy dan memberikannya.

"Terima kasih," kata Tansy tersenyum tipis.

"Mari aku bantu," tawar wanita itu ramah.

"Tidak usah, hanya sedikit kok," tolak Tansy. Tapi, wanita itu masih membantunya tanpa kata.

Belanjaan Tansy sudah di troli, siap didorong ke dalam supermarket. Wanita itu tersenyum pada Tansy, sungguh rupawan sekali wajahnya hingga enggan berpaling. Wanita itu mengangguk membalas ucapan terima kasih Tansy, melenggang masuk lebih dalam supermarket itu tanpa membawa keranjang atau troli dan sendirian. Tansy segera mencari Dathan, dengan harapan besar lelaki itu tak mencelakai orang lain.

Dathan tidak ada di tempat tadi Ia pergi meninggalkannya, lelaki itu berada di lorong snack, menatap anak lelaki kecil yang berjalan seperti robot memegang mainan berisi permen. Dathan tersenyum sinis melihat anak itu mendekatinya, mendongak menatap matanya kemudian tersenyum polos. Sementara tangan Dathan siap berbuat sesuatu yang buruk pada anak kecil tak berdosa itu. Segala gambaran-gambaran di pikirannya menari, darah, teriakan dan tangisan menggema di lorong ini. Lorong yang bersimbah darah.

"Dathan, kurasa aku perlu membeli sosis," kata Tansy menghentikan tangan Datha yang akan memegang kepala anak kecil itu.

Dathan menoleh ke arah Tansy dengan rahang sekeras batu karang. Ia menatap Tansy tanpa deru napas sedikitpun, kemudian seperti orang yang kembali ke permukaan setelah beberapa puluh menit menyelam, ya, Dathan bernapas lagi dan raut wajahnya memerah selayaknya manusia pada umumnya, bukan lagi pucat dan beringas.

"Ayo." Dathan berkata tegas.

Tansy bernapas lega karena melihat anak kecil itu memakan permennya, memanggil mamanya yang segera datang dan menggendongnya. Di perempatan antar rak yang dipajang berbagai merek snack, bahu Dathan bersentuhan cukup keras dengan seorang pria yang menuntun anak perempuan sekitar tujuh tahunan.

Pria itu menatap Dathan dengan kaget karena tubuh Dathan sekeras batu dan tatapannya tak bersahabat. Pria itu mengelus bahunya, terasa sedikit sakit dan menatap ke arah Dathan. Tak hanya itu, puterinya yang tengah memakan snack terkena benturan tubuh Dathan hingga makanannya terjatuh.

"Hati-hatilah berjalan, Pak." Pria berjas abu-abu itu berkata pada Dathan.

"Maaf, dia tidak sengaja. Maaf," kata Tansy dengan tersenyum tipis. "Ayo kita ke lorong lain, Dathan."

"Lain kali jangan gini, Pak. Lihat kalau jalan."

Dathan tak bergerak dari tempat, menatap pria di depannya sedang membersihkan pakaian anaknya. Tansy menarik lengan Dathan, tak berekasi pun Ia memeluk Dathan dan mengendus lehernya.

Whiffler [END]Where stories live. Discover now