Tak Bersuara | 20

7.2K 722 90
                                    

Pak Juan menaruh teh hangat di meja bundar kecil dekat sofa hijau, melihat tuannya berbaring sambil membaca buku lumayan tebal. Silas berterima kasih dan lelaki tua itu mengangguk, tetap di tempat tak pergi. Silas menutup bukunya dan menatap pria berusia hampir enam puluh tahun seolah menunggu diperhatikan.

"Ada apa, Pak Juan?"

"Saya mau bicara soal ruh cantik yang kemarin," kata Pak Juan mulai bicara.

"Alanza," kata Silas sambil mengangguk, tangannya mempersilakan Pak Juan untuk duduk di sofa lain.

"Iya, soal dia. Saya bertemu dengannya pagi ini, benar kata Anda, dia masih diincar Dathan meski budaknya masih ada."

"Aku tidak yakin soal budak itu, dia murni menyerahkan dirinya di turunan pertama, berimbas ke lainnya sampai sekarang. Itu yang sudah kuketahui setelah bertemu dengannya." Silas mengangguk.

"Tidak yakin telah menjadi budak?"

"Ini ada hubungannya dengan Sarchie, tapi itu hanya persepskiku saja," kata Silas.

Pintu ruangan itu terbuka, wanita cantik berpiyama putih bermotif bunga tersenyum manja, Silas menganggukkan kepalanya, lantas wanita berpostur tinggi itu menutup pintunya lagi. Pak Juan bangkit diiringi Silas, keduanya keluar dari ruangan itu bersamaan. Di ruang tengah lantai dua, Daryn muncul dengan wajah ditekuk, melempar tubuhnya di sofa dengan kepala menengadah.

"Tidak menemukannya?"

"Tidak. Aku sudah keliling Marisa Mall, taman, mall lain dan tetap tak menemukannya." Daryn menjawab dengan tetap memejamkan mata.

"Aneh, biasanya dia di sana, di keramaian. Dia tidak bersamanya, tenang saja." Silas berkata menenangkan adiknya, Daryn seketika menjadi lesu.

"Dan aku kelelahan mencarinya." Daryn merebahkan tubuhnya di sofa, tubuhnya memanjang di sana dan sudah menengkur.

Silas meminta Pak Juan mengambilkan selimut untuk Daryn sebelum pergi ke kamarnya. Daryn masih bisa mendengar lantunan suara nenek yang suka merajut di balkon, selebihnya sebuah mimpi menenggelamkannya. Daryn sungguh merasa lelah karena berjam-jam mencari Alanza, tapi tak jua menemukannya dimanapun. Daryn berharap banyak jika benar Alanza tak ditangkap Dathan, dia orang pertama yang akan mengerahkan seluruh tenaganya demi menyelamatkan Alanza.

Orang yang dicari Daryn keluar dari bagasi, mengambil sumpalan dari kardus sebagai ganjal. Ia melihat sekeliling garasi, sepi dan barulah Ia mencari jalan masuk. Telinganya masih mendengar pembicaraan suara lelaki dan anak gadis, disusul anak lelaki. Alanza mengendap-endap masuk dan sembunyi di balik sofa besar di ruang tamu ketika seorang anak lelaki melintas.

Alanza melambaikan tangannya pada Chilla, gadis kecil itu pun melakukan hal yang sama sambil tangannya bergerak ke mulut, meminta Alanza diam. Erchilla membawa kotak makan dari plastik itu ke kamarnya, di sana adalah tempat teraman baginya dan Alanza saat ini. Alanza mengunci kamar Chilla dan duduk di sofa dengan lelah.

"Tante cantik darimana aja?"

"Ceritanya panjang, intinya ada yang ngejar-ngejar tante. Orang jahat, Tante ketakutan, takut banget, lihat ini ulah dia."

"Wooo, sakit ya?" Erchilla bergidik.

"Sakit banget. Tante jangan sampae deh ketemu dia, bisa dibikin sosis bakar nanti."

"Sosis bakar?"

"Abaikan soal itu." Alanza tertawa kecil.

"Tante tiba-tiba enggak gerak lagi, aku 'kan jadi enggak punya temen main... tapi, ada temen baru, namanya Abby, anaknya cantiikk sekali! Gemesin!" Erchilla bercerita.

Whiffler [END]Where stories live. Discover now