Stripped Carnation 3

2.8K 300 68
                                    

"Ayah, kenapa kita meninggalkan ibu?"

"..Apa yang kau bicarakan, Eren?"

Eren mengayun kaki kecilnya turun dari kursi tingkat.
Matanya menatap polos dibalik pilar dapur tempat Grisha berdiri.

Wajahnya tanpa ekspresi.
Jarinya terjulur pelan menunjuk arah sudut ruang kosong dengan cucian piring dalam wastafel.

Grisha melirik gugup kearah tatapan sang bocah cilik.

Tidak ada siapapun dibalik pilar.

Gelengan pelan,
"Ayah tidak melihat apapun."

Seakan ingin membuktikan kebenaran, Eren bocah tidak menyerah, dia menghentakkan kakinya keatas lantai kayu, mengernyitkan alis dengan wajah serius.
"Ibu sedang berdiri disana, yah. Dia menunggu kita dari tadi!"

Jantung Grisha berdegup kencang, tanpa disadari--diremasnya bahu kecil hingga Eren meringis nyeri.

"Hentikan."
Ucapnya serius,
"Jangan ucapkan hal semacam ini lagi, Eren. Kau mengerti?"

Saat itu, Eren barulah menyadari. Bahwa dirinya berbeda dari anak kecil yang lain.

°
°
°
°
°
°

"Oi!!"

Bunyi bising beruntun menusuk telinga,
Eren terlempar keatas gundukan rumput liar disamping lampu taman.

Rasa nyeri merambat sekujur tubuh, pengendara mobil keluar dari balik pintu dengan wajah pucat.

"Brengsek!! Apa kau tidak punya mata?!"

Eren tidak sempat membalas makian sama sekali berkat rentetan protes mengisi penuh otaknya. Efek dari adrenalin dan dentuman keras menghindari tabrakan masih membuat tungkai kakinya lemas.

Ketika cahaya bulan mulai terlihat kembali. Eren baru menyadari kalau sosok pengendara sialan yang hampir saja menabraknya itu adalah seseorang yang dia kenal dekat.

"Hai...Muka kuda."  

"Eren?? Apa yang kau...lakukan disini?" ucap Jean terbata sembari berdecik kesal, lalu menarik Eren berdiri.

Memeriksa kondisi badannya, Jean bernafas lega ketika dia tidak menemukan luka ditubuh pria berambut cokelat.

"Sialan! Kau sedang linglung? Kau hampir saja menabrak mobilku ketika berlari seperti tadi, tolol!"

Mendengar cercaan itu, Eren menimpal balik, "Kau yang tolol! Buang saja sim-mu, bajingan."

Tidak menghiraukan makian, dirangkulnya bahu Eren dengan sigap, Jean lalu membantunya duduk di kursi penumpang,
"Kuantar kau pulang. Alamatmu masih yang di distrik A kan?"

Apartemennya mengingatkannya pada Levi, hatinya mencelos.

Eren bergidik sedikit.
Wajahnya pucat pasi selagi melirik kearah belakang punggung Jean. Memeriksa apakah pria berkemeja itu mengejarnya hingga kesini. 
"Bawa aku ke rumah Armin."

Menyadari keanehan Eren, Jean memeriksa sekelilingnya, suaranya mendatar serius, "Apa yang kau lihat?"

Yang ditanya tidak menjawab, namun punggung tangan pria didepannya dipegang erat, Jean langsung beranjak masuk tanpa basa-basi, tergesa-gesa menyalakan mesin mobil.

Roda mobil melesat kencang melalui jalan aspal menuju jalur utama kota.

Keheningan membuat Jean tidak nyaman duduk di kursinya, ia menepuk bahu Eren yang bergetar kecil.
"Tidak usah khawatir. Kau bawa obatmu?"

Eren membisu sejenak, lalu menggeleng kepalanya perlahan.
Pria jangkung tampak gusar, "Kau harus beritahu Armin."

"Sori, muka kuda. Ponselku hilang. Konsentrasi saja ke jalan, aku akan beritahu dia ketika tiba dirumahnya nanti."

The Thousand Blossoms [ Rivaere ]Where stories live. Discover now