"Hai."
Refleks, alisku bersinggungan. Aku bingung dengan perubahan sikap Kak Suha belakangan ini. Merasa bodoh amat, aku duduk di sebelahnya.
"Lagi ngapain, Kak?" tanyaku berbasa-basi.
"Baca buku." Entah perasaanku atau bukan, dia membalas pertanyaanku dengan begitu cuek.
"Ooh."
Melihatnya begitu, sebersit ide muncul begitu saja dalam kepalaku.
"Kak, jalan-jalan yuk besok!" seruku kemudian memegang lengannya.
"Nggak bisa kayaknya, Man."
Dia tampak cuek. Pegangan tanganku perlahan merenggang. Aku jadi sedih melihatnya begitu.
"Sibuk ya, Kak?" tanyaku pelan.
"Ya gitu. Lagian kamu bukannya sibuk dengan project akhir tahun?"
"Iya sih," jawabku ragu.
"Gimana perkembangannya?"
Mendadak aku jadi excited melihatnya meresponku.
"Acaranya, atau project akunya?" tanyaku antusias.
"Dua-duanya."
"Hmm... untuk persiapan acara sih udah 60%. Kalau project, baru 20%," jelasku senang.
"Kamu seneng dapat project ini?"
"Ya senenglah, Kak. Kan buat pengalaman juga." Aku meresponnya dengan diakhiri cengiran hingga menampakkan deretan gigi-gigi putihku selayaknya domba di shawn the sheep.
"Seinget kakak kamu nggak suka deh turun langsung ke acara gini," jawabnya santai namun menjurus ke cebikan.
Aku memandangnya bingung. "Kakak kenapa sih? Kok kayaknya sensi banget sejak nggak pernah ngajak berangkat sekolah bareng-bareng lagi?"
"Nggak papa. Kakak ke kelas dulu ya."
Lagi-lagi seperti ini. Dia terlihat seperti menghindar. Aku berpikir sejenak, apa aku punya salah padanya?
Baru saja aku ingin menyusul, tiba-tiba seseorang memanggil namaku. Aku jadi mengurungkan niat.
"Manda!"
Mukaku langsung berubah masam saat bocah itu muncul di hadapanku. Siapa lagi kalau bukan Gazka?
Si bocah tengil itu pada akhirnya benar-benar menyusulku masuk di Cambridge. Aku sudah tahu sewaktu MOS. Untung saja aku bukan panitianya, jadi tidak ada waktu untuknya sekadar berbicara denganku. Aku juga selalu menghindar kalau tidak sengaja melihatnya di koridor yang tebar pesona begitu.
Dia..., benar-benar pantang menyerah, emang.
"Paan?" Tanganku langsung bersidekap dengan senyuman miring saat memandangnya.
"Akhirnya kita satu sekolah ya, Man!" sahutnya dengan menampakkan gigi-giginya seperti domba.
"Panggil gue kakak," jawabku seraya menatapnya tajam.
Yang ditatap malah mengangkat kedua tangannya. "Tapi kita kan seumuran."
"Seumuran tai gigi lu! Gue udah lihat biodata anak baru di TU. Lo setahun lebih muda dari gue."
Mataku mendelik tajam. Bukannya bersalah, dia malah terkekeh seperti orang gila.
"Gila lo ya!" cebikku dengan kerutan di dahi.
"Yah, jangan marah dong, Man. Itu kan biar kita akrab aja."
"Serah lo," sahutku jutek.
"Yah, Kak Manda marah nih?"
Aku memberhentikan langkah lalu menoleh ke belakang. Melihat wajah merengutnya, tak kuasa aku jadi tertawa lepas.
"Yeay! Kakak Manda nggak marah lagi," ucapnya dengan wajah senang yang begitu kentara.
Lucu juga tuh, anak!
"Nggak usah sok kenal," ucapku jutek kembali.
Kemudian aku meninggalkannya menuju kelas dengan tawaan yang tak lepas dari bibir.
🌾🌾🌾
Bel pulang berdering. Buru-buru aku membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja.
"Man, duluan ya."
"Sip." Aku mengarahkan jempol kananku ke arah Sheira.
Aku melihat Kak Almer sekilas sebelum memasuki mobil. Sekuat apapun aku menahan diri untuk tidak melihatnya, semakin kuat juga rasa penasaranku.
Terakhir, aku melihat Sheira mendekati Kak Almer. Aku yang sudah memasuki mobil melihat mereka yang akrab mengobrol dari kaca belakang mobil.
Tidak, tidak, tidak! Aku tidak boleh cemburu begini pada Sheira. Dia sahabatku. Aku tak mau berantem lagi kali ini. Aku harus bisa memendam perasaanku.
Di sisi lain juga, aku tak mau menyakiti Kak Suha yang selalu baik padaku. Walaupun hampir sebulan dia seperti menghindar dariku.
Memejamkan mata beberapa detik, lalu mengeluarkannya perlahan. Aku harus bisa mengubah rasaku menjadi biasa saja. Harus!
Di sela perjalanan menuju rumah yang terkena macet, aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan memainkannya.
Iseng, aku mencoba menginstall aplikasi chatting yang biasa Kak Suha mainkan lalu join di dalamnya. Aku tak tahu username yang digunakannya, tapi katanya sih dia sudah tidak memainkan aplikasi itu lagi.
Jadi, aku bebas!
Aku tersenyum senang sambil mengotak-atik aplikasi yang bernamakan FindingFriends. Lumayan kaku menjelajahi aplikasi ini. Aku mencari orang-orang untuk dijadikan teman. Namun tidak ada yang sreg di hati. Sampai ada satu pesan dari Stranger. Mataku berbinar saat melihatnya.
Stranger: Hai, Aman
Tersenyum tipis, lalu dua jempolku menari mengetikkan balasan.
Aman: Hei, Stranger!
🌾🌾🌾
Selamat hari guru! Menjadi seorang guru adalah sebuah anugerah. Setiap ilmu yang diajarkannya mengalir, akan selalu dilimpahkan pahala dari-Nya.♥
Instagram:
[@]diaryranika
[@]ranikastory
[@]amandamhdr
[@]almermilenio
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Secret [END]
Fiksi RemajaFollow @ranikastory on Instagram. Jika takdir tak pernah berpihak pada kita, lantas untuk apa Tuhan mempertemukan aku dan kamu? copyright © by ranikaruslima, 2018. amazing cover by @prlstuvwxyz
📒24 - Hei, Stranger!
Mulai dari awal
![Introvert Secret [END]](https://img.wattpad.com/cover/145495305-64-k732272.jpg)