stay

2.5K 264 9
                                    

Langit gelap menjatuhkan rintikan air kecil, menimbulkan suara gemiricik ketika ia jatuh di atas permukaan dan angin malam yang entah mengapa terasa sangat dingin malam ini. Namun meski begitu, sedari tadi namja imut bergigi kelinci ini tak berniat enyah dari balkon kamarnya.

Matanya menatap keatas,ke langit yang gelap dan tanganya ia biarkan menampung  air hujan. Jika orang normal mungkin mereka tak akan kuat berlama-lama di luar namun untuk saat ini jungkook bukanlah orang normal.

Setelah jackson menceritakan semuanya, menceritakan bagaimana usaha sang kakak untuk mengembalikan kepercayaan dari para hyudeulnya, bagaimana sang kakak bertahan dan tak pernah menyerah untuk melawan penyakitnya guna dapat merasakan sebuah pelukan hangat dari mereka suatu saat nanti.

Jika di bilang menyesal, iya jungkook menyesal, telah berlaku tak peduli pada hyungnya itu, jika di bilang sakit, ya jungkook juga merasakanya, entahlah, entah mengapa jungkook merasakan itu semua, mungkin memang tak bisa di pungkiri, jika di dalam lubuk hati jungkook terdapat rasa sayang pada sang kakak namun karna keegoisanya rasa sayangnya itu tertutupi.

Lalu mengapa jungkook seperti bimbang?, jawabannnya, karna ia belum menemukan alasan di balik kebakaran itu. Jangan salahkan jungkook jika ia tidak mengerti, memangnya apa sih yang dapat bocah 3 tahun lakukan selain mengemut permen.

Saat ini jungkook tidak tau apa yang harus ia lakukan, apa ia harus memaafkan dan membantu sang kakak atau bersikap seolah tak terjadi apapun, tapi kurasa pilihan yang kedua, sangatlah tidak adil bagi namjoon.

Tapi bagaimana!, kekecewaan dan rasa kehilangan itu masih melekat sempurna pada jungkook dan namjoon adalah tempat satu-satunya saat ini untuk menumpahkan segala kekecewaan jungkook,saat ini.

"Arghhh" jungkook mengerang frustasi, ia menarik-narik rambutnya dengan sesekali memukul pembatas balkon.

"Kenapa-kenapa, kenapa hidupku seperti ini tuhan hiks, apakah aku tak pantas bahagia hah"

Jungkook terduduk, menangis dan berteriak di sana, menumpahkan segala emosi yang selama ini ia simpan agar tak menjadi beban untuk  kakaknya, iya selama ini jungkook tak baik-baik saja, ia hanya berpura-pura.

"Eomma hiks kenapa kau harus pergi, kenapaaaa, apa salah ku apa aku nakal hiks"

"Appa kenapa hiks, kenapa kau juga harus pergi hiks"

"Kenapa tuhann hiks"

Jungkook menyembunyikan kepalanya pada lutut dan lenganya, menangis, mungkin adalah satu-satunya cara yang dapat ia lakukan sekarang.

Greppp

Dapat jungkook rasakan,dekapan dari seseorang yang terasa hangat dan tulus, itu jimin yang sedari tadi menyaksikan semuanya, menyaksikan kerapuhan sang adik.

"Jungkook heii"

"Hyung, aku lelah hiks, apa selama ini aku salah hyung, sampai-sampai tuhan menghukum ku"

Jujur, jimin memang tak terlalu mengerti namun yang dapat jimin pastikan bahwa adiknya tengah rapuh sekarang.

Jimin mengeratkan dekapannya pada sang adik, mengelus surai rambut hitam sang adik.

********

Jimin menutup pintu kamar jungkook, berjalan menuruni tangga menuju lantai dasar lebih tepatnya ke dapur.

"Jim dari mana" tanya taehyung yang tengah membuat susu coklat, jangan tanya untuk siapa, itu untuk jungkook memang sudah kebiasaan taehyung sejak kecil, ia akan membuat susu coklat sebelum jungkook tidur.

"Dari kamar jungkook" jawab jimin seadanya.

"Hei kenapa dengan wajahmu" tanya taehyung saat melihat wajah jimin yang lesuh dan jangan lupakan mata sembabnya itu.

STAY(End)Where stories live. Discover now