Part 5

2.3K 457 20
                                    

"Vira!!" tegur Pak Imran. Zhavira mendongakan kepalanya karena sedang sibuk menatap layar ponselnya. Ia sedang duduk di ruang TV menemani Jihan belajar. Kedua adiknya, Pram dan Ilham tinggal di rumah Nenek mereka. Rumahnya tidak jauh dari Pak Imran. Setiap hari bisa bertemu.

"Apa, Pak?"

"Itu persenan Mang Darma udah dikasiin?"

Zhavira menepuk jidatnya, lupa. "Belum, Yah. Aku lupa. Ya udah aku mau ke ATM dulu baru ke rumahnya."

"IKUT!!!" seru Jihan. Mendengar kata ATM karena mesin ATM ada di sebuah swalayan. Ia bisa jajan. Jihan merapihkan buku serta pulpennya.

"PR nya udah dikerjain belum?" tanya Zhavira.

"Udah, Ma." Jihan nyengir padahal belum semua. Ia berbohong, pulang nanti akan dikerjakan di dalam kamar, pikirnya.

Zhavira beranjak dari sofa. "Disana jangan minta apa-apa!" amanatnya. Jihan mengerucutkan bibirnya. Zhavira hanya bicara tapi setelah disana pasti ia menanyakan Jihan ingin apa.

Mereka bergegas mengendarai motor ke swalayan terdekat. Zhavira mengambil sejumlah uang. Disana Jihan mengambil es krim dan cemilan lainnya. Zhavira membelikan cemilan untuk anak Mang Darma untuk rasa penyesalannya karena lupa memberikan hak Mang Darma. Jihan memegang perutnya erat. Zhavira selalu mengomel jika Jihan tidak berpegangan takut terjatuh.

Di depan rumah Mang Darma nampak sepi. Zhavira mengucapkan salam namun tidak ada yang keluar. Ia ke pintu samping, ternyata istri Mang Darma sedang di dapur mencuci piring.

"Bi," sapa Zhavira melihat Bi Esih sedang jongkok mencuci piring.

"Eh, Neng Vira ada apa?" Bi Esih buru-buru bangun menghampirinya.

"Ada Mang Darma, Bi?" tanya Zhavira seraya matanya melihat dalam rumah.

"Mang Darma lagi di rumah Neng Vira." Bi Esih memberitahu kepada janda kembang itu.

Zhavira mengernyit, "di rumah Vira nggak ada kok Bi."

"Maksudnya rumah Vira yang dikontrakin. Mang Darma lagi ngebantuin di sana."

Bibir Zhavira membulat. "Ya udah aku kesana ya, Bi. Oia, ini buat si bontot." Ia menyodorkan plastik berisikan cemilan.

"Nggak usah repot-repot, Neng."

"Nggak apa-apa, Bi. Vira ke sana dulu ya, ada perlu sama Mang Darma. Assalamu'alaikum, Bi.." pamitnya.

"Wa'alaikumsalam," jawab Bi Esih.

Zhavira dan Jihan ke rumahnya yang dikontrakan. Sepanjang jalan hatinya resah. Pasti disana ada Reifan. Entah, ia bisa biasa saja atau gugup saat berhadapan dengan pria itu. Berulang kali menenyahkan sosok Reifan yang sempurna malah semakin hatinya mendamba. Zhavira menghembuskan napasnya kasar. Kenapa dirinya begitu lemah terhadap pria itu. Sudah tahu jika hatinya hanya milik Rendi meskipun suaminya telah tiada.

Ada perasaan ragu menyelimuti dirinya untuk masuk ke rumah. Disatu sisi ia ingin segera menyelesaikan urusannya dengan Mang Darma. Disatu sisi lagi ia tidak ingin bertemu dengan Reifan. Kenapa nasib seolah mendorongnya untuk selalu berhubungan dengan pria itu.

"Ma, yuk masuk." Jihan ingin segera memakan es krimnya. Sedari tadi esnya disimpan di dalam plastik yang dipegangnya.

"Iya," Jihan turun di susul Zhavira. Tepat di depan rumah, gadis itu menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Menetralkan semua perasaannya. "Assalamu'alaikum..."

"Eh, Neng Vira." Mang Parman yang muncul dari ambang pintu. Ia mengenali putri juragan tanah dan ladang di kampungnya.

"Mang, ada Mang Darma nggak?" tanya Zhavira.

One More Time  (GOOGLE PLAY BOOK & KBM APP)Where stories live. Discover now