Part 3

3.3K 496 18
                                    

Di rumah Pak Imran, mereka sedang duduk diruang tamu. Pak Imran menolak menerima uang sewa rumah karena itu milik putrinya. Zhavira masih dikebun belum pulang. Pak Imran mengusulkan mereka untuk menunggu. Pria itu tertegun dengan apa yang dilihatnya sekarang. Rumah orang terkaya dikampung tersebut begitu sederhana. Hanya memang luas saja, dari segi barang-barang tidak banyak dan tidak mahal.

"Apa orang ini pelit?" pikirnya.

Istri Pak Imran datang membawakan minuman dan juga cemilan ubi goreng yang dicampur dengan adonan tepung terigu. Pak Imran mengambil ubi sebelum dipanen kemarin untuk di rumah. "Diminum dulu," ucapnya ramah.

"Iya, terimakasih Bu." Pria itu yang menjawabnya sopan. Ibu Aisha kembali ke dalam kembali menemani cucunya mengganti pakaian.

"Pak Imran, tadi Jihan sendirian di sekolahan. Untung ketemu saya. Kata Jihan, Mang Daus nggak ngejemput." Mang Darma memberitahu alasan kenapa bisa bareng dengan cucunya. Pak Imran mengira Jihan bertemu dengan Mang Darma di depan rumah. Ternyata dari sekolahan.

 "Kenapa Mang Daus tidak menjemputnya," hati Pak Imran bertanya-tanya. Ia mengambil ponsel disaku celana menghubungi Zhavira. "Hallo... Assalamu'alaikum," salamnya. "Kapan kamu pulang? Apa belum beres?"

"Wa'alaikumsalam, belum Yah. Sebentar lagi ini. Ada apa?"

"Ini orang yang mau nyewa rumah kamu datang. Dia mau bayar uang sewanya."

"Suruh besok aja datang lagi. Aku takut pulang sore, Yah."

"Begitu ya? Oia tadi Mang Daus nggak ngejemput Jihan. Untung ketemu Mang Darma."

"Lho kenapa Yah?" tanyanya heran.  "Tapi Jihannya udah pulang kan?" terdengar cemas.

"Udah, Jihan jadi pulang sama Mang Darma. Katanya Jihan nangis di depan sekolah. Nggak dijemput Mang Daus, Mang Daus juga nggak telepon ke Ayah."

"Ya ampun, kasian banget Jihan, Yah. Kalau begitu aku mau ke Mang Daus! Seenaknya aja ninggalin Jihan sendirian di sekolah. Gimana kalau ada culik! Aku marahin-marahin kalau ketemu!" cerocos Zhavira. Telinga Pak Imran sampai mendengung. "Aku mau ke rumah Mang Daus sekarang, Yah!" Ia mematikan sambungan teleponnya.

"Tadi katanya takut pulang sore," gumamnya. Pak Imran tahu jika tentang Jihan pasti Zhavira akan memprioritaskannya. "Maaf ya, Pak. Bisa menunggu sebentar lagi anak saya pulang."

"Oh, nggak apa-apa, Pak," jawab pria itu.

"Ngomong-ngomong darimana Pak?" tanya Pak Imran sopan. Ia bingung harus memanggil dengan sebutan apa. Dari usia pria itu masih muda. Untuk menghormati dengan menambahkan kata 'Pak'.

"Saya dari Jakarta," sahut pria itu. Kacamata hitam yang tadi bertengger dihidung kini sudah dilepas dan dimasukan ke dalam saku celana.

"Oh, di sini ada pekerjaan?" Pak Imran kembali bertanya.

"Iya, berhubung kerjaan disini. Jadi nyewa rumah lebih baik daripada nginap di hotel atau pulang-pergi dari Jakarta. Lelah dijalan, apalagi macetnya." Pak Imran mengangguk. Mereka mengobrol tentang apa saja. Tidak lama terdengar salam dari luar.

"Iya, memang apalagi di depan Giant itu."

"Mama!!" teriak Jihan dari dalam melihat Zhavira sedang membuka sandal. Ia berlari menghampiri Zhavira. Rasa lelah terpantri di wajahnya.

"Salam Mama nggak dijawab!" Zhavira menyubit pipi Jihan.

"Wa'alaikumsalam.." Jihan nyengir.

Pak Imran keluar, "udah diomelinnya Mang Daus?"

"Mang Daus asmanya kambuh, Yah. Dia mau nelepon nggak punya pulsa." Zhavira kali ini yang nyengir.

One More Time  (GOOGLE PLAY BOOK & KBM APP)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن