Part 22

55K 1.7K 37
                                    

"Akh ...." Andini seketika berteriak kesakitan, kala tangan kanannya yang baru ia gunakan untuk memukul tubuh Bara serasa berdenyut di bagian punggungnya. Membuat Bara buru-buru menarik tangan Andini untuk melihat apa yang sedang terjadi dengan tangan wanita itu.

"Astaga, jarum infusmu sedikit merobek kulitmu. Apa ini sakit?" Bara bertanya khawatir, membuat Andini menatap horor ke arahnya.

"Tentu saja sakit."

"Siapa suruh memukulku, itu lah akibatnya bila durhaka dengan calon Suami." Bara menjawab tengil, yang benar-benar membuat Andini geram kali ini.

"Tutup mulutmu dan tolong lepaskan saja jarum infusnya dari tanganku." Andini menjawab dingin, membuat ke dua mata hitam milik Bara memicing saat ini.

"Kenapa harus dilepas?"

"Karena ini sangat sakit." Andini menjawab malas sembari menunjuk punggung tangannya yang terasa kian berdenyut.

"Tapi ... bagaimana kalau nanti tubuhmu semakin melemah, sebelum Dokter keluargaku datang?"

"Kamu memanggil Dokter keluargamu ke sini?" Bara hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Andini, yang sepertinya sedang merasa tak percaya dengan keputusannya.

"Kenapa?"

"Tentu saja untuk merawatmu di sini. Tadi aku sempat chat beliau sewaktu kita masih di mobil saat perjalanan ke rumah ini."

"Itu berlebihan. Aku pasti akan sembuh dengan mudah, tanpa harus dirawat oleh Dokter keluargamu. Lebih baik, kamu lepaskan saja jarum infusnya dari tanganku, ini sangat sakit sekali. Aku berjanji, bila kamu melepasnya, aku akan makan banyak agar aku bisa sembuh lebih cepat," tawar Andini terdengar memohon, membuat Bara terdiam memikirkannya.

"Kamu serius?" Andini seketika mengangguk antusias, seolah ingin meyakinkan lelaki itu untuk percaya dengan janjinya.

"Baiklah." Bara segera menurunkan tubuhnya dari ranjang, lalu mengambil sebuah kapas dan air dari wastafel kamar mandinya.

"Kamu harus tahan ya, bila aku sedang membuka perekatnya ini. Mungkin akan terasa sakit, tapi aku akan berusaha melakukannya secara perlahan." Andini hanya mengangguk pelan, sedangkan Bara mulai melakukan tugasnya, membuka lapisan perekat secara perlahan dengan kapas basah yang dicocolkan sedikit demi sedikit ke bagian perekatnya.

"Tahan napas yang dalam, lalu keluarkan secara perlahan! Ulangi beberapa kali." Tanpa berpikir panjang lagi, Andini melakukan apa yang Bara perintahkan. Sampai saat Bara berhasil mencabut jarum infus dari punggung tangan milik Andini, membuat empunya dibuat tak percaya karena tidak terasa sakit sama sekali saat jarum infusnya dicabut.

"Kok tidak sakit?"

"Aku tidak tahu, tapi aku melakukannya seperti apa yang pamanku lakukan, saat beliau sedang mencabut jarum infus para pasiennya." Bara menjawab santai yang hanya diangguki mengerti oleh Andini.

"Bagaimana, masih sakit tidak?" Bara bertanya memastikan sembari menyentuh tangan Andini penuh kelembutan.

"Tentu saja, masih sakit. Awas, jangan pegang-pegang. Nanti tambah sakit." Andini menyahut lugas sembari menampik tangan Bara yang berniat memeriksa lukanya, membuat lelaki itu dibuat geram sekaligus gemas dengan sikap Andini yang selalu menolak perhatiannya.

"Bagaimana kalau kaya begini?" Bukannya merasa kasihan dengan Andini yang sedang kesakitan, Bara justru memukul punggung tangan kanan Andini, meski tidak terlalu keras melakukannya, tapi itu mampu membuat luka bekas infus Andini terasa kian berdenyut dan sakit.

"Akh," pekik Andini kesakitan, bahkan matanya sampai berkaca-kaca, saking sakitnya luka bekas infus yang Bara pukul. Membuat Bara yang tadinya ingin tertawa seketika terdiam, menatap ke arah wajah senduh Andini dengan sorot mata bersalah.

My Bastard Boss (21+) (TAMAT)Where stories live. Discover now