Part 10

78.9K 1.6K 9
                                    

"Bagi saya, sebuah hubungan itu bukan tentang mencari pelampiasan dan mencari kenyamanan dari orang lain, tapi bagaimana cara kita membuat kenyamanan itu untuk satu sama lain."

Bara kembali duduk di sofa, mengingat kata-kata Andini yang begitu menyayat hatinya. Bagai udara di hamparan lava, rasa panas di dadanya seolah kembali menyapa sang luka. Menyelubungi masuk dalam himpitan tenggorokan, dan menyeruak kuat di dalam hati yang sudah cukup terluka.

Entah kenapa, kali ini Bara merasa bila apa yang diucapkan Andini tadi itu memang ada benarnya. Mencari kenyamanan satu sama lain, itu artinya saling memberi kenyamanan untuk pasangannya dan menyamankan diri kita untuk pasangan yang sudah dipilih.

Andai, dulu Hera seperti itu. Berpikir dewasa selayaknya Andini berbicara dan bersikap. Mungkin sekarang, dirinya sudah bahagia bersama wanita cantik itu. Menikahinya dan memiliki anak yang lucu-lucu bersamanya.

Tapi semua takdir justru berkata lain. Hera, wanita yang sangat dicintainya itu justru hamil dan memiliki anak dengan sahabatnya sendiri. Membuat Bara merasa bila Dunia ini tidak adil padanya, terbukti dari hatinya yang masih memendam rasa amarah itu pada mantan kekasih dan sahabatnya itu.

"Andai ... kamu seperti dia, mungkin kita masih bersama dan hidup bahagia sekarang. Hera." Bara memejamkan matanya, sembari menyenderkan punggungnya di kursi. Merasa sangat frustrasi kala mengingat wanita yang dulu begitu indah, berada di dalam hatinya yang paling dalam itu masih bersamanya. Namun, sebuah ingatan akan kenangan luka itu kembali terbayang, memberinya sebuah goresan luka tak kasat mata, namun perih terasa menusuk dadanya.

"Andai ...." Bara berpaling diiringi senyum sinis dari bibir merahnya, membuat wajahnya terlihat begitu menakutkan dan arogan.

"Kata itu tidak berguna, karena pada dasarnya, wanita itu memiliki hati yang sama. Sama-sama busuk dan munafik."

"Pelacur."

***

Andini memejamkan matanya, tanpa mau menghentikan kakinya yang saat ini tengah melangkah pelan. Dari ruangan bosnya, hati Andini memang sudah merasa gelisah dan takut. Itu karena ucapannya sendiri tadi pada Bara, bosnya yang mengerikan sekaligus menyebalkan. Yang entah kenapa, Andini merasa bila ucapannya itu terlalu kasar pada lelaki itu. Tepatnya, Andini hanya sedang merasa takut, bila bosnya itu justru memiliki dendam padanya dan pada kemudian hari, bosnya itu akan membalaskan dendamnya.

"Aduh, Pak Bara pasti marah dengan ucapanku tadi. Mana aku tadi bentak dia lagi." Andini mengigit bibir bawahnya, sangat terlihat jelas bila wanita cantik itu begitu ketakutan sekarang.

"Wah parah nih, kalau nanti Pak Bara balas dendam sama aku. Dia kan gila," gumam Andini frustrasi, sudah merasa sangat tidak betah bekerja di perusahaan yang dimiliki seorang psikopat semacam Bara.

"Andini," panggil Ellena kala mata wanita seksi itu baru menangkap kehadiran Andini, yang sedari tadi ditunggunya. Sedangkan Andini hanya menoleh ke arah Ellena sembari berusaha tersenyum senatural mungkin, seolah tidak pernah terjadi sesuatu padanya.

"Iya, Ellena. Ada apa?" Andini bertanya seadanya, kala tubuhnya sudah berada di hadapan Ellena sekarang.

"Kamu baik-baik saja kan? Pak Bara enggak macam-macam sama kamu kan, Din?" Ellena seketika menyerang Andini dengan pertanyaan bernada khawatir, sembari membolak-balikkan tubuh Andini, seolah sedang mencari luka atau semacamnya yang mencurigakan menurutnya.

"Emh ... enggak kok, Ellena. Pak Bara hanya ingin meminta bantuan padaku, untuk membelikannya makan siang dan obat. Karena Pak Bara merasa, bila kepalanya terasa pusing." Andini berusaha menjawab tenang, meski di dalam hati rasanya ia ingin berteriak dan merengek pada Ellena, bila tubuhnya baru saja direngkuh erat oleh bosnya sendiri, yang konyolnya memiliki kepribadian psikopat.

My Bastard Boss (21+) (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang