Part 08

81.7K 1.7K 31
                                    

Setelah keluar dari mobilnya, Bara berjalan ke arah pintu di mana keluarganya tinggal di sana. Sedangkan ke dua tangannya membawa beberapa papper bag, di mana isinya adalah berbagai macam makanan yang baru Bara beli di sebuah kafe, saat di perjalannya ke rumah orang tuanya tersebut. Tiba-tiba langkah Bara terhenti, menatap pintu besar bercat putih itu dengan sorot mata merindu. Ya, itu karena Bara jarang sekali pulang ke rumah orang tuanya, jangankan untuk menginap, sekadar bermain dan menjenguk orang tuanya saja jarang. Apalagi saat ini, sudah hampir empat bulan lamanya, Bara tidak pernah ke rumah orang tuanya, membuat lelaki itu yakin bila sebentar lagi telinganya akan mendengar cibiran sinis dari bibir Mamanya. Yang memang suka sekali cerewet ke hal apa pun yang tidak disukainya, banyak bicara, banyak cerita, dan masih banyak lagi sifat buruk Mamanya, yang sebenarnya sangat Bara rindukan.

Bara menghembuskan napasnya, berharap bisa menenangkan kembali perasaanya yang sedari tadi serasa gelisah. Itu memang sering terjadi, dan kebanyakan di antaranya itu karena Bara merindukan sosok Hera. Wanita cantik yang sudah mengkhianatinya, tapi masih memiliki tempat yang lebar untuk berada di singgasana jiwanya. Masih tertulis indah namanya di dinding hatinya, meski sebagian di antaranya sudah remuk oleh cintanya sendiri.

Bara menggeleng pelan, berharap bisa mengenyahkan pikirannya akan sosok Hera. Lalu kaki jenjangnya kembali melangkah ke arah pintu, lalu membuka papan datar itu tanpa ada ucapan kata permisi sebelumnya.

"Ma," teriaknya tak terlalu meninggi.

"Bara pulang," lanjutnya lagi. Tak mendapat sahutan, kaki Bara kembali melangkah ke arah ruang keluarga, di mana biasanya Mama dan Papanya beserta Adiknya dan Suaminya berada di sana.

Di sebuah ruangan luas, di mana ada TV dan sofa yang melingkar di depannya. Bara menatap Mamamya sedang menyenderkan kepalanya di dada Papanya, sedangkan tatapan ke duanya tertujuh ke arah layar TV, yang mana tengah memutarkan sebuah film bergenre romantis. Di balik senderan itu, Bara baru menyadari bila Mamanya tengah menangis, terlihat dari caranya mengusap mata dan hidungnya beberapa kali dengan tisu kering. Mungkin saking terharunya wanita itu akan film yang saat ini ia tonton, namun berbeda dengan Papanya. Pria tua baya itu justru menampilkan ekspresi kesal, dengan sesekali berdecap tak percaya kala menatap Istrinya yang begitu lebay saat menonton TV.

"Claudia, kamu bisa tidak sih, tidak menangis saat menonton film ini? Bahkan kamu sudah menontonnya ratusan kali, tapi kamu tetap menangisinya? Astaga. Tidak bisa dipercaya." Kini Bara tersenyum tipis, menatap ke arah Papanya yang terlihat begitu kesal tengah menegur Istrinya yang memang suka sekali cengeng acap kali menonton film sedih.

"Aku hanya terharu, Al." Kini Mamanya mencoba membela diri, meski suaranya sudah terdengar serak oleh tangis. Sedangkan kondisi matanya jangan ditanya lagi, karena mata indah itu sekarang memerah karena air mata yang mungkin sedari tadi dikeluarkannya.

"Bagaimana mungkin kamu terharu dan menangis ratusan kali, hanya karena kamu melihat satu film yang sama?"

"Aku kasihan, Al, sama si cowoknya yang rela mati demi ceweknya." Claudia kembali membela, sedangkan bibirnya saat ini semakin cemberut, saking tidak percayanya ia akan Suaminya yang begitu tega memarahinya, hanya karena ia menangis.

"Itu kan cuma sebuah film, Claudia." Alta menjawab malas, merasa lebih tak percaya melihat tingkah laku Istrinya yang tidak pernah berubah, padahal umurnya sudah paru baya sekarang.

"Ya tetap saja, Al. Aku akan menangis bila melihat adegan itu, rasanya aku yang menjadi ceweknya di film itu," kekeuh Claudia, membuat Alta memutar bola matanya serasa malas, kala telinganya mendengar alasan yang sama setiap kali Istrinya menangis melihat film kesukaanya.

"Kalau begitu, kasetnya harus aku bakar. Supaya kamu tidak bisa melihat film itu lagi dan kamu juga tidak akan menangis alay seperti ini," ujar Alta mantap, sembari menatap Istrinya yang kian cemberut di sampingnya.

My Bastard Boss (21+) (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora