29. Ksatria Untuk Xena

Start from the beginning
                                    

"Non," panggilnya sambil mengusap pelan riap-riap rambut Gesna. "Kalau ada apa-apa, lo bisa cerita sama gue."

Gesna menggumam. Sehabis mandi, matanya terasa sangat berat. Apalagi angin yang berembus membuat suasana sejuk. Sejuk dan mata yang berat adalah persekongkolan paling brutal buat Gesna sebab dia tidak bisa mengganjal penglihatan barang satu kedipan lagi. Ditambah tangan Adit yang masih mengusap-usap kepalanya, membuat gelombang kantuk semakin besar.

"Capek? Ya udah, rebahan bentar. Sori, gue ajakin lo jalan waktu lo capek."

Gesna hanya mengemam pelan. Dia memang hendak keluar tidak tahu ke mana sampai mengantuk. Sendirian di rumah bisa membuat pikiran menjadi buntu dan aura mendung.

Adit tidak lagi bertanya apa-apa. Tumben Adit bicara benar dan nggak ngelantur. Namun, tangan cowok itu masih bermain di kepala Gesna, mengusap-usap rambut hingga dia sukses tertidur di meja berbantalkan lengan.

Di lain pihak, melihat Gesna tertidur membuat kesan tersendiri bagi Adit. Dia tahu Gesna lelah, hari ini. Dia juga tahu mood Gesna juga sedang tidak baik. Nyatanya tadi saat bertemu di rumah, binar indah mata Gesna yang hilang sedari siang belum juga kembali. Padahal Gesna sudah menonton bersama teman-temannya.

Adit melirik sedikit. Dia tahu Gesna pergi menonton, perginya dengan Adji. Kalau kemarin, dia pernah berpikir ada hubungan apa Gesna dengan Guntur, hari ini, dia mulai berpikir apakah Gesna sedekat itu dengan teman-teman cowoknya? Dengan Guntur, dengan Adji, dengan Renard?

Kepala Adit mulai mengabsen anak basket yang dikenal, dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas termasuk yang sering berkumpul di basecamp. Ya ampun, itu banyak sekali. Adit mengerjap kaget, sekaligus tidak terima.

Dia mulai menekur. Mengingat kembali setiap perkataan Bara, tadi siang. Apa benar dia mulai benar-benar suka dengan Gesna? Karena kalau Adit pikir, Bara ada benarnya, dia belum pernah sepeduli ini sama perempuan. Selalu ingin tahu keadaannya, selalu ingin melihat kabarnya.

Gesna bukan Putri Salju yang hanya tertidur menunggu Pangeran. Dia, perempuan unik berbaju zirah. Xena yang berani juga penuh luka. Dewi perang yang tidak gentar. Namun, Adit tetap ingin melindunginya. Adit ingin jadi Ksatria untuk Xena.

Dia menyesap minuman yang sudah terhidang. Ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Naraya.

Naraya: Jadi, lo udah tanya belum sama dia? Ada hubungan apa dia sama Adji?

Adit menutup pesan tanpa membalas lantas mengantongi ponsel. Dipandanginya wajah Gesna yang sedang nyenyak. Sekarang, apa yang harus diperbuatnya? Saat hatinya jatuh kepada seorang cewek, Adit harus bagaimana?

Iya, mungkin dia sudah sayang ke cewek yang tertidur ini. Rasa sayangnya makin lama semakin besar, terlalu keras untuk dilawan. Dia ingin melindungi juga memiliki. Dia ingin sang Xena hanya miliknya dan tidak akan memperbolehkan orang lain mengusik.

"Non," panggil Adit mencolek pipi dan mencubit pelan hidung Gesna. "Bangun, Non. Kutukan apelnya udah hilang."

Dia kemudian mengguncang pelan bahu Gesna. Cewek itu membuka mata dan menguap. "Makan dulu, Non," ujarnya sambil merapikan rambut Gesna.

Gesna menguap kembali sambil mengucek mata. Pandangannya terarah ke penganan yang dipesan Adit. "Gue kepengin kerak telor yang di depan Museum Bank Indonesia."

Cewek itu bangkit, tetapi tangan Adit langsung menahan. Di kafe ini memang tidak menjual kerak telor. "Biar gue aja yang pesan. Lo duduk di sini aja, diminum jusnya."

Adit bangun dari duduk. Berjalan ke arah luar, menyusuri jalan remang yang ramai dan mendekati penjaja kerak telor. Dia tidak akan membiarkan Gesna yang masih mengantuk untuk jalan membeli kerak telor. Apalagi jarak kafe ke penjual kerak telor lumayan jauh. Biar cewek itu beristirahat saja, pikir Adit.

MATAHARI APIWhere stories live. Discover now