27. Di Belakangmu

Mulai dari awal
                                    

"Masa, sih? Gue di belakang drum, kali! Nggak berapa lihat," timpal Miko.

"Wah, gila lo... Manis banget gue rasa. Dunia milik berdua, yang lain nebeng. Hampir aja gue banting bas di tempat," papar Bara. Dia yang menjadi saksi terdekat kejadian Adit dan Gesna malam itu memang menahan rasa ingin meledek atau ingin bereaksi lebih.

Merasa disindir, Adit berkomentar. "Bacot lo, Bara!"

"Mesti nabung gue nih, Ko. Gue mencium aroma kekalahan. Mana gue barusan ganti ban sama velg lagi," gumam Bara penuh nada penyesalan.

Miko terkekeh kecil. "Mampus lo. Gue bilang juga apa? Kenapa mesti taruhan, sih?"

Bara meringis. Mereka bertiga berjalan menyusuri lorong depan kantin. Kantin yang ditempati mereka adalah kantin kelas 12, hanya angkatan mereka dan adik kelas yang berani saja yang masuk ke sana. Ketika akan melewati toilet, Bara berhenti, Miko ikut berhenti dan Adit yang di belakang mereka mau tidak mau juga berhenti.

"Itu ... Gesna, 'kan?" Bara menunjuk ke seorang cewek yang sedang masuk ke toilet perempuan. Kaki cewek itu menendang kotak sampah kaleng sebelum masuk. "Buset itu anak. Nggak kebayang gue kalau dia tandem sama Ketua."

Adit masih diam dan melirik sedikit. Seharian ini, dia berusaha untuk tidak mengganggu Gesna dengan pesan-pesannya. Adit sedang memerlukan waktu untuk berpikir tentang hal aneh di dirinya.

Miko hanya tersenyum kecil. Dia mengenal Gesna lebih baik dari Bara. Setidaknya dia pernah bergabung dengan anak-anak basket saat di basecamp, dan tahu Gesna tidak sekasar itu. "Dia nggak gitu sebenarnya. Anaknya kocak. Lo pada yang belum pernah duduk bareng dia."

Adit masih memilih bungkam. Meski dia tahu kebenaran ucapan Miko.

Tak lama, Gesna terlihat keluar dari toilet. Bersamaan dengan itu, ada cowok datang menghampiri. Adji, pentolan basket juga teman sekelas mereka yang terkenal ramah, baik dan digandrungi banyak cewek. Dalam hitungan detik, Adji melingkarkan tangan, membawa kepala Gesna masuk ke dalam pelukan.

Mata Bara terbelalak. "Waduh! Salah perkiraan sodara-sodara. Ternyata dia lagi dekat sama Adji."

Pandangan Bara memutar ke belakang, melirik Adit. Kepala Sukunya memandang kejadian itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Tidak ada yang tahu jika darah Adit seketika terasa bergelegak. Tangannya mengepal tanpa disadari. Adit menontoni Gesna dipeluk Adji dengan rahang yang kuat mengatup. Dia berkeras melawan hal aneh yang lagi-lagi menyerangnya.

Seperti mengerti, Bara mengajak Miko untuk pergi. "Kuy, ke kelas, Ko. Kadang, ada orang yang perlu menyelesaikan urusannya sendiri."

Tanpa memedulikan Bara yang beranjak bersama Miko, langkah Adit bergerak maju. Di luar kemauannya, dia mengurai tangan Adji yang ada di bahu Gesna.

"Dia sudah punya bahu buat bersandar." Adit menarik kepala Gesna ke pelukannya.

Adji mengangguk paham. "Jagain dia ya, Dit. Dia kayak adek gue sendiri," pinta cowok itu sebelum berlalu meninggalkan mereka berdua.

Adit melepas pelukannya untuk melihat muka Gesna. Raut galak itu kusut sekali, saat ini. Adit otomatis memeluk lagi.

"Gandhi?" tanya Adit pelan sambil mengusap kepala yang ada di dadanya.

Gesna menggeleng.

"Mama?"

Cewek itu masih menggeleng dalam dekapan. Adit meraih muka Gesna, dan mengusap pipinya.

"Abang? Papa?"

"Ada yang ganggu lo selain gue?" tanya Adit lagi sambil memperhatikan keadaan Gesna.

MATAHARI APITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang