25

307 50 6
                                    

Aku merebahkan tubuhku sesampainya di apartemen. Suasana sepi seperti ini semakin membuatku merasa hampa. Entalah, padahal biasanya selalu sepi dan sunyi.

Sejak ada Yiren semuanya terasa berbeda. Aku merasa tidak hidup sendirian, meski sebenarnya aku dan Yiren lebih sering bertemu diluar.

Tetapi semuanya kembali seperti semula. Seperti aku sebelum aku mengenalnya.

Aku mencoba memejamkan mataku yang mulai terasa kantuk karena 3 hari 3 malam aku tak tidur sedikitpun.

Keesokan harinya aku menyewa beberapa orang untuk membereskan barang-barang Yiren yang akan dikirim ke China.

Aku juga ikut membantu membereskannya. Dan untuk pertama kalinya aku memasuki kamar milik Yiren.

Ia meninggalkan kamarnya dengan rapi dan wangi. Aku dapat mencium aroma tubuh Yiren didalam kamar ini, perpaduan antara vanilla dan strawberry.

Objek-objek yang menghiasi dinding kamarnya menjadi pusat perhatianku. Ia memajang semua lukisannya yang pernah kubuat dan dengan sangat sayangnya ia membingkai semuanya dengan rapi.

Juga foto-foto kami berdua ia cetak dan disatukan dalam bingkai yang lumayan besar. Bahkan ia menambahkan stiker-stiker bintang yang akan menyala dalam gelap disetiap sisinya.

Kakiku terasa lemas untuk berpijak dibumi.

Yiren, sebegitu cintanya ia padaku.

Air mataku lolos begitu saja. Dadaku terasa sesak melihat ini semua.

Kuputuskan untuk menyudahi aktifitas ini dan memilih kembali ke apartemenku.

Entah bagaimana aku bisa mengakhiri semua ini. Ini sangat menyakitkan. Aku terlalu lemah dan bodoh untuk menghadapinya.

Aku membaringkan tubuhku sejenak disofa.


Seminggu kemudian.

Pagi hari aku mendengar suara bel apartemenku berbunyi beberapa kali dengan tidak sabaran.

Tidak, itu pasti Yiren. Aku yakin.

Dengan penampilan kacauku yang baru saja bangun, aku melangkah dengan cepat menuju pintu.

Namun harapanku pupus ketika mengetahui itu bukanlah Yiren. Melainkan security apartemen.

"Aku punya titipan untukmu dari Hera dan suaminya. Kemarin mereka kesini tapi tidak sempat singgah"

Ia menyerahkan satu keranjang buah jeruk dan sekotak kue kering dari Hera dan Suho. Tak lupa mereka berdua menuliskan surat kecil didalamnya.

Aku dan Hera turut berduka cita atas kepergian Yiren. Maaf kami tidak sempat hadir dipemakamannya karena kami terlambat mendapat kabar, juga Hera sedang beristirahat untuk kehamilannya. Sekali kami turut bersedih.

Aku tersenyum sejenak mengetahui bahwa Hera telah mengandung, sama halnya seperti Yiren.

Aku kembali masuk, namun tak beberapa lama bel ku kembali berbunyi.

Tolong jangan mempermainkanku Yiren.

Aku membuka pintuku dan mendapati Chanyeol.

Aku menyuruhnya masuk.

Ia menolak saat kutawarkan minuman. Katanya ia hanya ingin mampir sebentar.

Aku membuka pintu balkon dan membiarkan Chanyeol menghisap sepuntung rokok disana.

"Sampai kapan kau seperti ini? Kau terlihat menyedihkan"

Aku tak tau jawabannya. Aku tidak tau sampai kapan aku akan seperti ini.

"PD Kim mencarimu. Aku sudah memintakan padanya cuti satu minggu lagi untukmu. Tapi melihatmu sekarang, waktu dua seminggu sepertinya tidaklah cukup"

Chanyeol mengepulkan asap rokoknya ke udara.

"Kau pikir Yiren disana akan tenang melihatmu seperti ini?"

Benar memang apa kata Chanyeol. Mungkin Yiren tidak akan senang melihatku seperti ini.

Aku tak ada semangat masuk kerja, makanku tidak teratur, tubuhku tidak terawat.

Jika Yiren masih hidup, mungkin dia akan mengomeliku selama 24 jam penuh.

Semua perkataan Chanyeol ada benarnya.

Tapi raga dan jiwaku tidak menerima semuanya.

Kalau lebih jujurnya aku belum ikhlas kepergian Yiren. Aku belum melakukan apapun untuk membuatnya bahagia, aku tak sempat bertanggung jawab atas apa yang kulakukan.

Chanyeol membuang rokok yang baru separuh dihisapnya.

"Aku sudah berjanji dengan Yiren untuk berhenti merokok" ujarnya tersenyum sendu.

"Aku pamit, masih ada pekerjaan yang kulakukan di kantor"

Aku mengantarkan Chanyeol sampai di pintu.

"Pikirkan dirimu Hun. Kau masih diberi kesempatan untuk hidup, jadi manfaatkan itu dengan baik. Yiren tidak akan kembali meski kewarasanmu hilang"

Chanyeol berusaha menyemangatiku. Berusaha meyakinkanku bahwa seperti ini tidak akan mengubah keadaan.

Tapi jauh didalam lubuk hatiku, aku masih berharap Yiren bisa hidup kembali, meski sebenarnya itu tidak mungkin.

Pikiranku akhir-akhir ini melayang tak jelas, sampai aku tak tau kapan Chanyeol telah pergi dari hadapanku.

Rasanya aku mulai depresi. Semua yang kubayangkan selama seminggu ini adalah Yiren masih hidup. Aku mulai berhalusinasi tentang Yiren. Seakan-akan gadis itu masih disini, terkadang jika bel apartemen berbunyi aku akan mengira itu dia.

Kurasa aku harus memeriksakan diri ke dokter malam ini.

Cuaca mulai dingin dimalam hari, memaksaku untuk mengeratkan coat yang kukenakan.

Aku ingat coat ini kukenakan dihari terakhir aku melihat Yiren. Sebelumnya sudah kubawa ke laundry karenan penuh dengan noda darah. Bahkan aroma darahnya masih sedikit tercium.

Aku menuju klinik terdekat untuk memeriksakan kondisiku.

Dokter mengatakan bahwa aku hanya sedikit mengalami stres dan kurang tidur. Dia hanya memberiku vitamin dan obat penenang sebagai resepnya.

Aku kembali ke apartemenku tepat jam 9 malam. Kepulanganku langsung disambut oleh Vivi yang terus menggonggong karena aku belum mengisi mangkuk makanannya.

Kuisi penuh mangkuk makannya agar ia kenyang. Aku tak mau anjingku ikut-ikutan sakit gara-gara aku.

Setelah itu aku mengganti pakaianku dengan sweater yang sudah lama kubeli namun baru sekali kupakai karena bahannya sedikit tidak nyaman. Tapi rupanya sangat bermanfaat untuk menghangatkan tubuh dimalam yang dingin ini.

Aku mengkonsumsi obat dan vitaminku.

Aku menoleh kearah jendela dimana diluar sana sedang terang bulan. Kuputuskan untuk membuka pintu balkon untuk menikmati cahayanya.

Anehnya aku malah menangis.

Aku kembali teringat akan Yiren.

Aku mengeluh. Mengapa Tuhan mentakdirkan aku untuk mengenal Yiren jika pada akhirnya kami dipisahkan begitu cepat.

Harusnya aku tidak perlu mengenalnya. Kami berdua hanya bertemu tak sengaja, mestinya rasa itu tidak perlu ada.

Harusnya aku tidak menghiraukannya saat ia berusaha mendekatiku.

Tapi semua sudah terlanjur. Aku terlanjur mengenalnya begitu jauh.

Jika saat ini aku diberi kesempatan untuk meminta sesuatu, maka aku akan meminta tidak dipisahkan darinya. Aku ingin Yiren kembali padaku.

Berpikir seperti ini membuat kepalaku sakit. Aku kembali kedapur dan menelan beberapa pil obat penenang. Aku memutuskan untuk membaringkan diriku di kamar, mempersiapkan diri untuk kesedihan yang mungkin hadir kembali di esok hari.

⬇⬇To be continue...

Happy 1K ❤

I CAN'T SAY I LOVE YOU - SEHUN (COMPLETE)Where stories live. Discover now