16 - Seperated

16 1 0
                                    

" kenapa aku terus menerus merasakan kalau semakin hari, kau semakin jauh dariku. "

...

"Arreta! Nih es krim."
.
.
.

"Hmm?"

Tiba-tiba saja Claretta menyodorkan es krim rasa stroberi tepat di depan wajah Arreta. Sungguh, dia tau saja cara untuk membuat kakaknya merasa senang dan tidak bersedih lagi. Dari kecil, Arreta dan Claretta memang sering mengonsumsi es krim rasa stroberi. Bagi mereka, es krim rasa stroberi dapat membuat mood mereka balik ke semula. Dan untungnya, Claretta mengingat kebiasaan mereka yang satu itu.

Wajah Arreta yang tadinya tidak berekspresi sekarang dihiasi dengan senyum hangatnya. Claretta pun ikut tersenyum karena kakaknya akhirnya tersenyum lagi setelah sekian lamanya. Karena belakangan ini Arreta jarang untuk tersenyum. Dia hanya tersenyum di momen-momen tertentu. Dan layaknya kakak adik pada umumnya, tidak ada kata maaf tapi akur pada sendirinya.

...

Loey's POV :

Pagi ini, gue cuma mondar mandir koridor karena gue lagi nyari Arreta yang dari tadi gaada di kelas. Gue cari mulai dari kelas, kantin, lapangan, perpustakaan dan tetap saja hasilnya nihil. Sampai akhirnya gue ketemu Claretta.

"Clar!"
"Iya?"
"Arreta mana yah?"
"Hmm? Sakit Loey."
"Tumben. Kenapa? Kok bisa sakit?"

Claretta tidak menjawab. Di malah menyuruh gue mendekat lalu dia membisikkan sesuatu. Gue sempet kaget dengernya. Gue pun memutuskan untuk menemui Arreta nanti sepulang sekolah.

Selama di sekolah, gue gak fokus sama yang namanya pelajaran. Lebih tepatnya, gak niat. Gue lagu bener-bener gak niat belajar jadi gue pun mendengarkan lagu pakai earphone secara diam-diam. Pada akhirnya gue juga ketahuan.

Gue pun keluar kelas karena diusir cuma gara-gara dengerin lagu. Gue pun kesenengan pas disuruh keluar dari kelas. Dengan demikian gue gak perlu dengerin guru ngoceh selama berjam-jam.

"Kak Loey!"
"Lo..."
"Hai kak! Kenalin, aku Zy."
"Lo yang kemaren ngobrol bareng Arreta kan?"
"I-iya. Kok kakak tau?"
"Ngapain disini?"
"Gaada, jalan-jalan aja."
"Lo bolos ya?"
"Enggak. Tadi izin ke toilet trus kebetulan ketemu kakak jadi nyamperin bentar."
"Yaudah balik sana! Ntar lo dicariin loh."
"Galak banget kak. Pake lo-gue lagi."
"Suka-suka gue dong. Kok lo ngatur?"
"E-eh iya.."
"Yaudah sana. Ngapain disini bareng gue? Ga guna juga."
"Gamau jalan-jalan bareng aku kak?"
"Lo siapa? Berani-beraninya lo ngajak gue sesuka hati lo."
"Kalo kakak gak mau, liat aja nanti apa yang bakal terjadi ke Arreta."
"Apa? Lo gila yah? Ga lucu sumpah."

"ZY! SINI KAMU!" Teriak salah satu guru yang ngajar di angkatan kelas 11 tahun ini.

"Tuh! Induk ayam nya nyariin anaknya tuh!" Kata gue sambil ngibasin tangan gue seolah-olah ngusir dia dari hadapan gue.
"Kali ini, kakak lolos. Liat aja nanti. Aku bakal bikin kakak mohon-mohon sama aku!"
"Silahkan! Lakuin apa yang lo mau. Tapi jangan coba-coba ganggu kehidupan gue sama Arreta."

Akhirnya dia pun ninggalin gue sendirian. Gue pun mencari tempat yang bagus buat ditempatin karena gue males banget jalan-jalan di koridor karena pasti banyak cewe-cewe yang ngedeketin gue buat ngasih hadiah dan lain sebagainya.

Gue bahkan gatau kenapa cewe-cewe pada ngegemarin gue. Baik kagak, nakal iya. Muka gue juga umum-umum aja. Gaada spesial-spesialnya. Justru bagi gue Relle lebih ganteng daripada gue.

Sebenarnya gue gak masalah digemarin cewe-cewe itu. Cuma yang jadi masalah, tiap hari mereka nyampah di loker gue. Setiap gue buka loker, seisi loker itu isinya surat dari mereka semua. Udah gitu, capek ngeberesin surat-surat yang jatuh ke lantai. Surat-suratnya juga bervariasi. Mulai dari ukuran kecil, sedang, besar, dan warna-warni. Bahkan ada beberapa surat ancaman dari cowo-cowo yang kesel sama gue karna gebetannya malah ngedeketin gue. Gue kan gak nyuruh mereka buat deketin gue.

Anyway, pas gue lagi jalan-jalan tanpa arah, gue ngeliat mading yang masih belum di ganti. Tapi setelah gue tatepin sekitar lima sampai sepuluh menit, tiba-tiba ada dua cewe yang datang buat ngecabut madingnya. Trus kayaknya mau diganti ke yang lain.

Otomatis gue sembunyi trus nguping pembicaraan mereka. Karena, gue masih penasaran sama yang tega buat masang foto gue sama Arreta di mading.

"Gimana? Berhasil kan cara gue?"
"Iya. Lo pinter banget. Sekarang gimana?"
"Sekarang, kita cabut aja fotonya. Orangnya kan gak masuk."

Loh, itu Fay gak sih? -loey

"Eh iya? Dia kenapa gak masuk?"
"Gatau. Lo tanya aja sama peliharaan dia yang tiap hari ngikutin dia itu."
"Maksud lo... Loey?"
"Iyalah. Siapa lagi."
"Jadi dia cuma manfaatin Loey?"

Apa? Manfaatin gue? -loey

"Loh lo gatau? Gini, logika aja ya, dia cewe pinter deket sama bad boy kayak gitu? Mana mungkin. "
"Eh tapi Loey itu pinter kok. Dia peringkat pertama mulu."
"Palingan itu hasil nyontek."
"Gila mulut lo pedes bet Fay. Lo kan sahabatnya."
"Gue? Gue cuma manfaatin dia aja. Dia kan pinter, pandai bahasa korea, trus deket sama cowo-cowo ganteng. Mayan berguna buat dimanfaatin."
"Eh udah kelar nih, balik ke kelas yuk."
"Sip! Eh Far! Jangan lupa loh imbalannya."
"Iya.. abang gue kan? Tenang aja."
"Oke!"

Ini gila. Gue bahkan gak kepikiran. Gimana kalo Arreta tau ini? Bisa-bisa bunuh diri dia karena stress ngadepin orang-orang kayak gini. -loey

...

Akhirnya gue pulang sekolah. Gue langsung menuju rumah Arreta karena gue merasa gue perlu ngasih tau tentang semua ini ke Arreta.

Pas gue sampe di rumah Arreta, gue mulai mengetuk pintu nya sekitar beberapa kali sampai akhirnya dibuka oleh Papanya Arreta.

"Siapa?"
"Saya Loey, om."
"Ngapain disini?"
"Mau jenguk Arreta. Katanya dia sakit, om."
"Yaudah masuk. Arreta nya diatas."

Gue pun langsung menuju kamar Arreta. Trus mengetuk pintu kamarnya. Pas dia buka pintunya, kondisi Arreta sangat beda dari biasanya. Rambut acak-acakan, baju biasa-biasa aja, muka pucat, intinya bukan kayak Arreta deh.

"L-loey?"
"Arreta? Kok lo kayak gini?"
"Masuk Loey."

Arreta mempersilahkan gue masuk ke kamarnya. Gue pun duduk disamping ranjangnya karna kebetulan ada kursi kecil di samping ranjangnya. Arreta cuma baring di ranjangnya karena dia kelihatan capek banget.

"Lo napa sakit?" Tanya gue karena baru kali ini gue ngelihat Arreta sakit.
"Gatau nih. Tiba-tiba pusing aja."
"Udah minum obat?"
"Udah. Lo ngapain disini? Tumben lo perhatian."
"Sebenarnya ada yang pengen gue omongin. Tapi gue gak yakin harus diomongin sekarang apa nanti-nanti aja."
"Yaudah omongin aja kali."
"Yaudah. Gue sekarang udah tau siapa yang masang foto kita di mading."
"Siapa?"
"Fay dan Farah"
"A-apa? Lo bohong ah. Ga lucu sumpah."
"Gue serius Ta."
"Bohong! Gak, lo bohong! Ga mungkin Fay kayak gitu ke gue!"

Mendadak air mata Arreta bercucuran karena mendengar kenyataan pahit dari gue.

"Lo gila ya Loey! Fay itu sahabat gue. Dia.. dia... dia ga mungkin kayak gitu. Lo mau gue berantem sama dia ya! Lo jahat Loey."
"Ta, dengerin gue dulu."
"Pergi! Gue benci Loey! Gue benci! Untuk sementara, lo jangan ketemu sama gue."
"Oke, kalo itu mau lo. Gue pulang sekarang. Tapi, gue harap lo gak nyesel. Satu lagi, gue bakal ada terus disamping lo sampai kapanpun. Kalo lo butuh gue, feel free to chat me."

Gue pun meninggalkan Arreta. Mungkin dia butuh waktu buat mencerna apa yang gue sampein tadi. Gue pun melesat pulang ke rumah gue.

...

Penyesalan. Andai aja aku tau kalau akhirnya bakal jadi seperti ini, aku tidak akan berulah seperti itu.

...

Arreta's POV :

Loey send you a voice message

"Hmm?"

Gue membuka chat dari Loey. Memutar pesan suara yang dia kirim. Dan, nangis gue makin menjadi-jadi

.
.
.

-16 | Seperated ;selesai.-

.

Tbc.
Gasadar udah chapter 16 aja :(
Agak sedih sih, ceritanya udah mau tamat :(

DejectedМесто, где живут истории. Откройте их для себя