Gesna mencecap kentang goreng bertoping es krim. Guntur pasti tidak tahu rasanya, kan tidak pernah mencoba. Bagaimana bisa tahu jika tidak dicoba? Memang sih nggak enaknya kalau mundur sebelum nyoba itu bikin penasaran. Kalimat Zella menerobos ingatannya tiba-tiba. "Lo nggak penasaran sama rasa kentang pakai es krim, Gun?" tanyanya mau tahu.

Tangan Guntur meraih remote, kecilkan volume. Cowok itu menggeleng. "Nggak semua yang bikin penasaran harus dicoba."

Gesna mengangguk paham, berarti Guntur tipe orang yang tidak mudah penasaran. Berbeda sekali dengannya. Dia penasaran bagaimana perasaan Guntur kepadanya. Tetapi bagaimana akan tahu jawabannya jika dia tidak mencoba memberitahu Guntur?

Jujur, Gesna senang mendengar Pelangi membahas antara dia dan Guntur. Apalagi gadis kecil itu memberikan sinyal positif. Rasanya seperti lagi ada di pertandingan yang disuporterin sama seribu orang. Dukungan dan pekikan mereka gegap gempita, membakar semangat. Rasanya mau terus menyerang lawan dan mencetakkan bola ke ring lawan.

Bahu Gesna terguncang, khayalannya buyar.

"Orang gila. Lo kenapa diam sambil senyum-senyum sendiri? Mikirin apa?" Guntur menjulurkan tangan, menyeka es krim yang belepotan di ujung bibir Gesna pakai tisu.

"Ghazi itu ganteng, ya, Gun?" gumam Gesna asal. Dia tidak tahu harus bicara apa atas pertanyaan Guntur. Masa mau bilang kalau tadi mikirin Guntur? Dicengin tujuh turunan nanti.

"Gantengan juga gue. Lo sukanya sama daun muda? Dih!"

Gesna kembali mencolekkan kentang ke es krim. Kalau disuruh milih Guntur atau Ghazi juga Gesna pasti milih Guntur. "Ya, mendinganlah daripada daun tua kayak lo? Bagusan daun muda. Segar!"

"Najis!" Guntur menarik sedikit rambutnya. "Eh, Ge. Lo mau tahu nggak?"

Gesna menggeleng. "Ogah!"

"Gue belum selesai ngomong, pintar!" Guntur kembali menarik rambut Gesna.

"Lo tanya ya gue jawab, cerdas!" Gesna balik menjambak Guntur.

"Menurut pengamatan gue, si Renard kayaknya suka sama Nay. Soalnya sering banget tanyain tentang Nay ke gue." Guntur tertawa kecil.

"Kak Adji kan juga suka sama dia," sahut Gesna hati-hati. Anak basket yang dikenalnya kenapa banyak yang menyukai Naraya, ya? Jelas-jelas cewek itu galak setengah mati.

"Itu sih gue udah tahu. Kelihatan bangetlah dari mata Adji. Lagian, nggak mungkin Adji jadi tim sukses terdepan buat Nay waktu pemilihan OSIS kalau nggak ada apa-apa," ulas Guntur sambil menonton adegan tembak-tembakan di televisi. "Lucu aja, kapten dan mantan kapten basket kita sekarang ngerebutin cewek. Bukan bola lagi."

"Lo sendiri. Gimana?" Gesna menggeser badan, menghadap Guntur.

"Kenapa dengan gue?" Cowok itu seperti tidak mengerti pertanyaan Gesna.

"Bukannya lo juga suka sama Nay?"

Guntur benar-benar sudah lupa kalau dia pernah bilang ke Gesna tentang Naraya. Aslinya kan dia hanya iseng untuk mengetes Gesna. Tidak ada perasaan apa pun. Guntur suka gaya Naraya. Ia selalu menyukai cewek yang terlihat mandiri. Namun, kekagumannya kepada Naraya hanya sebatas itu. Ia tentu lebih menyukai seseorang  yang bisa membuatnya tertawa lepas seperti Gesna. Dengan Gesna, dia bisa berbicara apa saja dan membahas apa saja.

"Nggak, gue udah nggak suka sama Naraya," balas Guntur. Lebih baik dia mengaku begitu daripada bilang tidak pernah ada rasa, akan ketahuan sekali kebohongannya.

"Oh..." Gesna menyahut panjang. "Terus sekarang sukanya sama siapa?"

Mulut cewek itu masih mengunyah kentang, dan matanya memperhatikan Guntur. Guntur menggeser badan, menghadap ke Gesna. Mereka menjadi bertatapan. Guntur memandang mata bulat yang dia sukai itu. "Sama lo aja, deh. Gimana?"

MATAHARI APIWhere stories live. Discover now