Chapter 16 (18+)

189 14 3
                                    

Warning !!

Sebelum dibaca, simak terlebih dahulu.

Di chapter ini ada adegan suami-istri. Sebenarnya tidak terlalu parah, cuman untuk kenyamanan bersama yang sekiranya gak nyaman bisa diskip aja, yah. Mimin akan melakukan sebisa mungkin agar adegannya tidak terlalu terang-terangan.

Kurang lebihnya, mohon maaf. Cmiiw.

***

"Bukan seperti itu. Kau sedang mabuk," tekanku lagi.

"Apanya yang seperti itu?" timpal Damian dengan kekehannya yang meremehkan.

Aku memutar kedua bola mata jengah. "Menyingkirlah! Aku tak mau kalau seperti ini. Kau mabuk berat. Aku tak bisa melakukannya!"

Bukannya paham, dia semakin kuat mengurungku dengan kedua tangannya. Darah terasa berdesir merangkak naik pada wajahku. Apalagi, disaat Damian masih terus melihat dengan tatapan dominannya. Aku benar-benar tak tahan ingin pergi sekarang.

"Kalian ingin membunuhku, tapi aku bisa memaafkannya. Kau menipu, aku juga masih memaafkannya. Lihatlah aku, Zahra? Suamimu sudah tak punya harga diri. Bukan hanya di luar tetapi dalam rumahnya sendiri. Berkali-kali aku meyakinkan diri untuk tidak peduli. Namun ... "Damian berdecih, aku merasa dia tengah menertawakan diri sendiri. "Aku terus mengejarmu!Menghiraukan ribuan wanita yang rela kujamah di luaran sana. Itu karena aku masih menghargaimu. Bagaimana denganmu?"

Badanku melemas, pikiran dan hati langsung bergelut dalam benakku. Ucapan Damian memang benar. Lagipula aku tak menampik tak pernah merasa kekurangan dalam rumahnya, semua telah tersedia. Hanya hati yang selalu terasa kosong.

"Aku mencintaimu, Zahra. Kau tahu itu. Setiap hari kita bertemu. Setiap hari kita tidur berdampingan. Setiap hari pula kita bicara! Namun, kita layaknya orang asing. Jangan biarkan aku bosan, aku pria normal. Seperti yang lainnya," lirihnya.

Apa kebahagian untuknya saat melayaninya saja? Tidakkah dia hanya menjadikanku teman tidur. Tetapi Damian lelaki normal. Pasti sulit baginya mengontrol diri setiap hari. Bukankah tindakanku selama ini sangat berlebihan.

Aku mengembuskan napas berat, tak tahu lagi harus mengatakan apa. Untuk pertama kali aku menyentuh dagunya yang sekarang terdapat jambang tipis. Mata lelaki di hadapanku melembut, walaupun itu tak menghilangkan warna merah di kedua matanya. Akhir-akhir ini Damian tak pernah memerhatikan penampilan. Tidak. Tepatnya, aku yang enggan memedulikannya.

"Aku ikhlas. Aku tak tahu kau sadar atau tidak sekarang, aku berharap hubungan kita tak sebatas ini."

Membiarkan langit menjadi saksi. Aku memejamkan mata, membiarkan lelaki itu mendapatkan hak yang selama ini ditahan. Aku tak lagi memiliki hutang. Apapun kondisinya mungkin sudah jalannya seperti ini. Aku menerimanya dengan ikhlas.

***

#Author POV

Di kamar suara lantunan murotal terdengar.

Lelaki yang masih tertidur nyaman di ranjang tampak tak berniat untuk beranjak dari tempatnya. Sesekali selimut yang menutupi tubuhnya tersingkap, beberapakali juga wanita berhijab yang berstatus Istrinya itu mencoba membenarkannya. Semu merah di pipi Zahra tentu tak mampu disembunyikan.

Entah kapan Damian akan terbangun, lagipula ia tak memiliki muka untuk berhadapan dengannya. Soal kejadian semalam memang tak bisa disebut kesalahan. Tetapi ... Zahra menatap lautan luas di hadapannya. Ia berjalan ke arah balkon.

"Apa dia melakukannya dengan sadar?" tanya Zahra, menatap Damian yang kini sudah mulai bergerak-gerak.

Mata lelaki berparas rupawan itu perlahan terbuka. Sinar mentari langsung tertangkap retina matanya, begitupula siluet wanita yang tengah berdiri di balkon. Damian memicingkan mata, hingga pandangannya kian menjelas dan menyadari kalau dia Istrinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 25, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Azzahra & DamianWhere stories live. Discover now