Chapter 15

108 15 0
                                    

Gak kerasa dah episode 15. Alhamdulillah, yang awalnya mentok sama ini cerita tiba-tiba kepikiran lagi. Punya banyak cerita gantung itu kayak punya hutang. Semoga tetap diberikan kelancaran, ayok Aamiin bersama. Aamiin.

Terimakasih buat reader yang selalu setia nungguin. Masya Allah, luar biasa sekali ❤️

Dahlah happy reading aja, yok.

***

#Author POV

Di pantai, laut tampak terbentang luas. Matahari mulai meninggi dan para nelayan mulai kembali ke daratan. Bau ikan mulai tercium di indra penciuman Damian. Namun, meski begitu lelaki itu memilih tetap dalam posisi sama. Duduk di tepi pantai dan membiarkan air ombak terus menggulung dirinya.

Dari kejauhan, Micle sedang memantau majikannya. Ia sudah menduga pasangan pasutri itu pasti akan bertengkar hebat. Itu sebabnya, ia memilih pantai yang sepi pengunjung, meskipun tempatnya memang kurang dikatakan nyaman. Tetapi sepertinya itu berguna bagi Damian.

"Aku harap Tuan Damian mau melepaskan Zahra. Mereka berdua sama-sama menderita."

Micle menghela nafas berat, ia juga sangat lelah harus terus membuat majikannya merasa baik. Sebagai tangan kanan, ia hanya khawatir pernikahan Damian akan membawa dampak buruk. Apalagi majikannya sangat sulit mendengar nasihat.

Tidak berbanding jauh, Zahra tampak sedang duduk di balkon. Ia memaklumi Damian memilih pergi saat pertengkaran subuh tadi. Apalagi ia memilih mengajak berdebat. Seharusnya ia meminta maaf, yang jelas-jelas ia yang salah malah memanfaatkan keadaan. Tetapi dengan bodohnya malah menimpali segala ucapannya.

"Aku menerima dosaku karena terus membangkang pada suami. Ya Allah, lapangkan hatiku, dia tidak terlalu buruk. Tetapi hatiku tak bisa menerimanya dengan karakter buruknya itu," keluhnya, membenturkan kepalanya berkali-kali pada pembatas.

Zahra menatap jauh ke arah lautan, bayangan-bayangan masa lalu kembali berputar di benak kepalanya. Ia tak memungkiri Damian banyak membantu. Lelaki itu memang keras, suka membentak, tetapi itu memang karakter yang sudah melekat pada dirinya.

Entahlah, jika ia terus mengikuti kemauan jelas Damian jauh dari pria idamannya. Namun, kalau melihat fakta, rasanya ia sudah tak memiliki kesempatan untuk memilih yang lain. Bukan hal yang baik pula dia terus meminta perceraian.

"Apa aku harus menerimanya? Apa yang harus aku lakukan pada rumah tangga kami. Jika memang kami berjodoh .... " Zahra menggeleng, menepis pikiran jeleknya. Sepertinya mereka menikah memang sudah jalan takdir. "Aku akan sholat istikharah nanti. Jika memang kami sudah takdirnya, aku ikhlas menerimanya. Aku hanya meminta agar sifat kerasnya sedikit berkurang. Aku tak sanggup."

Zahra tersenyum kecut, pundaknya terasa berat akhir-akhir ini. Ditambah ucapan Kak Rizal membuatnya bertambah banyak pikiran. Ia bersyukur, Damian tidak terlalu memedulikan masalah itu. Setidaknya dia mau melapangkan hatinya walau tak berakhir dengan baik.

"Aku benar merasa bersalah."

Zahra menunduk, ia merasa malu pada diri sendiri. Bagaimana bisa dia berhadapan dengan Damian nanti.

***

#Damian_Pov

"Anda tahu Nyonya Zahra sangat keras kepala. Lebih baik Tuan melepaskannya saja."

Aku menyesap puntung rokok yang mulai habis, kemudian menekannya pada asbak. Micle tampak menundukkan kepala. Aku tahu, dia berusaha keras untuk mengatakannya tak peduli walaupun itu akan memercik api.

Sebenarnya, aku tak terlalu memedulikan pertengkaran kami. Pikiranku masih terlalu rumit untuk memikirkan masalah sepele. Rizal memperalat Zahra untuk menguntungkan dirinya. Ia tak akan menerima berkas lain, kalau memang hanya menginginkan aset Ayahnya saja.

Azzahra & DamianWhere stories live. Discover now