Chapter 10

7.3K 361 30
                                    

Assalamualaikum 🙏😊

Nah gak perlu banyak-banyak bicara, mening langsung baca aja yah kawan 😉

Jangan lupa komentar dan dukungannya ,

*****

Setelah dari LOI Damian kembali ke kantor.

Gedung bertingkat sudah di tangkap pandanganya, tak mau berlama-lama Damian segera turun dari mobil. Menjinjing tas lalu berjalan masuk ke dalam kantor.

Dua security bertugas menjaga pintu masuk, menunduk hormat tak kala Damian melewati mereka.

"Selamat pagi, Boss!" sapa mereka serempak menunduk sopan.

Kepala Damian mengaguk, tanpa menghentikan langkah kakinya. Sesekali karyawan menunduk melihat Damian yang lewat, bahkan ada yang sampai menghentikan langkah kakinya untuk menyapa Boss mereka terlebih dahulu.

"Pak Damian?" Panggil Micle dari belakang, berlari menyusul langkah Damian.

Damian menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik melihat Micle sedang berlari sambil membawa beberapa map di tangan.

Napas Micle tak teratur ketika sudah sampai di depan Damian. Setelah mengatur napasnya, dia menyerahkan tiga tumpukan map yang tadi ia bawa.

"Ini laporan untuk semua persiapan pernikahan, dan terakhir tinggal bulan madu. Apa bos berencana untuk bulan madu setelah menikah?" tanya Micle membuat kening Damian berkerut.

"Kita bicarakan di ruanganku saja," ajak Damian, melihat semua karyawan yang lewat mencoba menguping pembicaraan mereka.

#Damian POV

Beberapa lembar kertas sudah menjadi pusat perhatianku untuk beberapa saat. Sesekali juga aku melihat beberapa kertas yang berserakan di atas meja.

Semuanya benar-benar membuatku pening. Pasalnya aku tak bisa menghubungi Zahra untuk menanyai apa yang ingin dia pilih. Tapi aku pun tak ingin bulan madu kami terancam gagal, walau aku tahu Zahra tak akan perduli, tetap saja aku ingin semuanya berjalan semestinya pernikahan.

"Apa kau bisa memberiku saran?" tanyaku, memegang dagu mencoba berpikir mana tempat paling disukai wanita itu.

"Mungkin, Boss bisa menanyakannya pada Zahra," saran Micle.

Sial! Dengan kesal aku menyeret semua kertas tak berguna itu ke lantai. Percuma Micle mengumpulkan kertas-kertas sampah itu. Seemuanya tak berguna sama sekali.

"Ckk ... Wanita itu tak mau mengangkat telepon," gusarku menendang meja. Mengingat sudah beberapa kali aku menelepon dan jawabannya selalu sama, dia merijeknya.

"Kenapa boss memilih Zahra? Bukankah, dia ingin menghancurkan perusahaan. Saya khawatir, perusahaan Boss akan terancam bahaya," peringat Micle.

Memang benar, perusahaanku bisa saja hancur bila aku masih memaksakan diri untuk menikahinya. Tapi, keputusanku sudah bulat dan tak akan ada yang bisa merubah keputusanku.

Tak perduli dengan ucapannya tadi. Aku memilih membahas hal lain. "Micle, aku ingin rumahku di rubah menjadi atas namakan Zahra," pintaku mengingat rumahku yang berada di Bandung.

Azzahra & DamianWhere stories live. Discover now