Chapter 6

6.3K 359 17
                                    

"Zahra?" ucap Damian terkejut dengan kedatangan tiba-tiba wanita bercadar yang sudah ada di hadapannya.

********

"Jawab salamku Damian, karena itu adalah do'a," tegur zahra pelan dengan kepala menunduk.

Damian mengerutkan dahi, tatapannya menelisik sikap Az-zahra yang berubah hampir sama seperti dulu. Tidak banyak bicara, dan selalu menunduk bila bertemu.

"Wa'alaikumsalam."

Sejenak Zahra menghela nafas berat, kemudian melangkahkan kakinya mendekati ranjang ibu Damian. Tangannya sudah menjingjing satu plastik berisi buah-buahan. Setelah menyimpan plastik di atas meja, perhatian Zahra melirik ibu Damian dengan hati pilu.

"Mampukah aku memberi tahunya," batinnya miris, melihat kondisi ibu Damian yang terlihat pucat.

"Kenapa tiba-tiba datang?" tanya Damian.

Pria itu tidak bodoh untuk melihat sikap Zahra yang berubah dari biasanya. Walau ia tidak menolak kedatangan Zahra untuk menjenguk ibunya, tapi rasa curiga pasti ada dalam benaknya.

"Lepaskan Shakila," pintanya membuat Damian tersentak kaget.

"Kita bicara di luar," perintah Damian berubah dingin lalu ke luar ruangan rawat inap.

"Apa maksudmu barusan?" tanya Damian menatap Zahra datar.

Dua orang itu kini sedang berada di taman rumah sakit, Zahra cukup tau batasan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Mereka berdiri dengan jarak agak jauh tetapi masih bisa mendengar ucapan masing-masing pihak.

"Lepaskan Shakila," pinta Zahra kembali, terdengar lebih ke perintah. "Bagaimana kau bisa menculik sahabatku, Damian? Aku benar-benar tidak tahu harus bicara apa padamu. Kau benar-benar!" pekiknya kesal.

"Dia akan menikah denganku, simpan nasihatmu. Aku tidak membutuhkan," kata Damian enteng. " ... dan, itu tidak bisa di ganggu gugat lagi."

"Tapi dia sudah menikah!" bentak Zahra.

"Terus? Mereka tinggal bercerai apa susahnya."

"Damian!"

"Apa?!" balas Damian kembali berteriak, wajahnya berubah geram melihat Zahra yang terus membujuknya. "Sudah aku bilang dia akan menikah denganku. Apa kau tidak dengar, hah!" sentak Damian menatap tajam Zahra.

"Ini demi ibukan?" tebak Zahra menatap Damian penuh kelu. "Karna kau tidak ingin menyakiti ibu kan. Kau bisa memberi tahunya dengan perlahan Damian," nasihat Zahra mulai melembut untuk mencairkan suasana tegang yang terjadi.

"Ini tidak semudah itu Zahra. Seandainya bisa dari dulu, mungkin aku sudah tidak peduli dengannya. Kau dengar!"

Zahra mengepal kedua tangan menahan amarah yang bisa saja meluap-luap. "Kenapa? Apa alasannya? Kau tidak bisa merebut Istri orang hanya untuk menyenangkannya. Dia tidak akan bahagia. Kalian juga tak akan bahagia."

"Aku sudah berjanji padanya, untuk selalu mengabulkan permintaannya. Itu adalah permintaan terbesarnya untuku, menikah dengan Shakila."

Untuk pertama kalinya Damian terbuka dengan apa yang ia rasakan. Selama ini ia selalu tertutup dengan perasaannya, kepada siapapun bahkan sampai ibunya pun tidak tahu perasaan sebernanya yang damian rasakan.

"Kau tidak tahu kan? Sebenarnya aku dan Shakilalah yang di jodohkan. Namun, karena konflik Ayahku dengan Dermawan membuat perjodohan itu batal. Ibu lah yang pertama kali memilih Shakila untuku Zahra. Saat pertama kali setelah bertahun-tahun aku kembali menceritakan tentang Shakila pada ibu dan saat itulah ibuku masih ingin tetap aku dengan Shakila. Kau tidak akan tahu betapa hancurnya hati kejiku ini, sungguh aku sangat membenci Shakila saat itu. Tapi aku menerimanya Zahra, karena aku tidak ingin mengecewakannya!"jelas Damian menahan rasa pedih dalam hatinya.

Azzahra & DamianWhere stories live. Discover now