Prolog

18.4K 619 10
                                    

Perhatian! Yang belum baca shakila. Kalau saran author lebih baik baca dulu. Supaya bacanya lebih Paham.

Kalau memang tidak mau membacanya dulu, Author akan usahakan menulisnya lebih detail supaya kalian bisa mengerti alurnya nanti.

***

Happy reading 😎

***

Di luar, hujan tengah turun dengan begitu deras. Orang-orang tampak berlarian mencari tempat teduh, sebagian memilih masuk ke dalam cafe.

Di balik meja, aku cuman bisa mengebuskan napas pasrah sembari menopang dagu. Cuman mimpi rasanya jika semua orang yang sedang duduk di sana akan memesan, mereka pasti hanya ikut menumpang saja. Sudahlah, biar ini jadi ladang pahala buatku dan seluruh pelayan di sini.

Tengg!

Tengg!

Tengg!

Suara lonceng bel pintu berbunyi beberapa kali. Namun, itu sama sekali tak membuatku menoleh ke arah siapa pelanggan yang datang berurutan. Perhatianku masih terfokus pada catatan pengeluaran dan pemasukan yang sudah disalin dalam buku tebal oleh pegawai.

Di cafe yang sudah lima tahun berdiri ini, memang terdapat dua lonceng kecil yang digantung di depan pintu. Saat pintu caffe terbuka maka lonceng akan berbunyi. Teng. Bagi Mamah, bunyi lonceng selalu meramaikan suasana.

Teng teng teng teng

Lagi-lagi lonceng kembali berbunyi.

Kini kosentrasiku mulai pecah, memang terdengar tak biasanya lonceng berbunyi berututan. Tak mau ambil pusing dan tak ingin menoleh, seperti tadi aku hanya menghiraukannya saja.

"Boss! Ada yang terus menyembunyikan lonceng di depan pintu," lapor salah satu karyawan, membuat perhatianku menoleh ke ambang pintu.

Di sana sudah berdiri lelaki manis sedang berdiri di ambang pintu masuk. Seketika juga aku mendengus jengkel, ini sudah keberapa kalinya dia mengganggu dengan tingkahnya yang konyol.

Dengan cuek aku mengabaikannya dan kembali ke reunitasku. Merasa dihiraukan, kembali dia terus menggoyangkan lonceng pintu membuat pelanggan terganggu.

Takkk

Bolpoint yang semenjak tadi aku genggam kulempar kesal ke atas meja. Pria bernama Damian, sudah benar-benar mengganggu kenyamanan Cafe. Terbukti beberapa pengunjung sudah mengalihkan perhatian ke arah dirinya. Antara ingin melihat pria tampan atau memang kesal ingin melemparnya ke luar.

"Sebenarnya apa yang dia mau? Kenapa terus menggangu hidupku." Aku meliriknya, menggerutu kesal atas sikap mengesalkannya hari-hari ini.

Baru saja dua hari lalu, dia melempar petasan di depan cafe hingga membuat semua pelanggan berlari kalang kabut ke luar tanpa membayar. Aku juga masih ingat, bagaimana dia mengirim lima badut untuk mengganggu seluruh pelangganku, pun berhasil membuat semua pelanggan lari terbirit-birit.

Kalau Damian mengganggu cafe terus-menerus seperti ini. Bisa-bisa aku harus gulung tikar karena tak mendapat penghasilan.

Lagian ada apa dengan pria menyebalkan itu? Apa perusahaannya sudah bangkrut hingga terus-menerus datang ke sini. Ini benar-benar sudah keterlaluan. Laki-laki bernama Damian harus kuberi ganjaran. Tidak! Harusnya kubasmi saja dari dunia.

"Zuii?!" panggilku meninggikan suara.

Teng

Pelayan yang semenjak tadi duduk memperhatikan Damian, menoleh padaku. Merasa namanya dipanggil, dengan cepat gadis berambut pendek itu menemuiku dengan tergesa-gesa.

"I-iya Boss," jawabnya menundukkan kepala.

Mataku melirik tajam ke arah pria yang terlihat tenang membunyikan lonceng pintu masuk. Seakan tak peduli dengan tatapanku, pria itu malah membalasku dengan tatapan menantang. Ingin sekali rasanya kulempar dia keluar cafe, biar saja basah kuyup.

"Zuii, kamu usir dia dari cafe! Kemudian kamu tutup pintunya dengan rapat. Kalau bisa, kamu diam di depan pintu, berjaga-jaga saja jika dia memaksa masuk." Aku menunjuk Damian, lalu memberikan raket nyamuk. "Dan ini! Kalau dia marah-marah padamu atau sampai mengancam. Kamu pukul saja dengan raket nyamuk."

Zuii menganga tak percaya." Ta-tapi Boss dia pelanggan. Seperti kata pepatah, pelanggan adalah raja."

Mataku berputar malas, melihatnya kesal. "Boss-nya itu aku! Sekarang kamu lempar dia dari cafe. Pokoknya aku tak mau pria itu ada di sini lagi."

"Sekarang, Boss?"
"Sekarang, juga!" lanjutku dengan penuh penegasan.

Tatapanku terus melihat zuii yang semakin mendekat ke arah Damian dengan raket nyamuk di tangan kanan. Tak butuh beberapa lama, wajahku berubah lesuh saat melihat Zuii sudah berlari ketakutan. Entah apa yang dilakukan pria menyebalkan itu pada karyawanku. Ini benar-benar sangat mengesalkan.

Menahan geram karena melihat kelakuan Damian. Membuatku menghentakkan kaki lalu melangkah mendatangi Damian yang sudah memunculkan smirk kemenangan. Tanganku rasanya sudah gatal untuk melemparnya ke luar atau memukul wajahnya dengan tanganku yang kecil.

"Maaf, tuan Damian. Dengan penuh hormat -- Aku memintamu pergi -- dari sini," pintaku sopan menunjuk ke arah pintu ke luar.

Tengg

"Aku bukan pria bodoh yang akan keluar saat di luar sedang hujan." Damian menjawabnya cuek, menampangkan wajah tanpa dosa.

"Sayangnya, kedatanganmu di sini sudah membuat seluruh pelangganku terganggu. Jadi, aku harap kamu akan mengerti untuk pergi keluar tanpa kuusir secara paksa," kataku penuh penekanan sudah habis kesabaran.

"Benarkah?"

"Ya."

"Bagus kalau begitu," jawabnya enteng.

Aku melotot. "Dengar, Damian! Jangan sekali-kali kamu masuk ke sini. Pintu cafe ini tertutup rapat untuk pria sepertimu!" Aku menunjuknya, tepat di depan wajah. Dia malah meniup jariku layaknya lilin.

"Tidak bisa. Lagian ... aku sudah nyaman disini." Teng! Dia menyembunyikan lonceng kemudian tersenyum simpul. "Karena ada kau."

Kepalaku langsung bergejolak setelah mendengar perkataan mengesalkannya barusan. Dia pikir gombalannya itu lucu? Seraya menahan emosi, aku berbalik pergi, menghadapinya hanya membuat api di kepala terus menggebu-gebu. Menghindar jadi keputusan terbaik.

Tbc.

Bagaimana prolognya kalau bagus saya lanjut😉

Jangan lupa komentar dan dukunganya👍😀

Salam hangat dari derumi_ti🙏😇

Azzahra & DamianWhere stories live. Discover now