27 : Berpisah?

4.3K 414 12
                                    

Jika kamu berfikir aku akan terluka bersamu. Aku akan selalu disampingmu memelukmu erat membuktikan bahwa semua itu tidak benar

Kennant Jevon Rahardian.

***

Aku membutakan mataku dari pandangan orang-orang yang melihatku berlari ketakutan. Aku terus berlari hingga aku merasa ada seseorang yang menarik pergelangan tanganku.

Aku membisu ketika dia membawaku ke dalam pelukannya. Tanpa aku harus melihat siapa pria ini, aku sudah mengetahuinya. Dari aroma tubuhnya dan caranya memelukku jelas aku mengenali siapa dia. Ditambah rasa nyaman dan jantungku berdetak dengan kencang didekapan pria ini. Tak lain pria itu adalah Kennant.

Kennant melepaskan pelukannya, menatapku lekat. Tangannya terulur membelai lembut pipiku. Ku pejamkan mataku menikmati sentuhan lembutnya sampai memori buruk itu terlintas lagi diotakku. Sontak aku melepaskan tangannya yang berada di pipiku. Dia menatapku heran, seolah bertanya mengapa.

Kulangkahkan kakiku untuk menjahuinya. Namun, dengan sigap dia menarik kembali pergelangan tanganku. Kennant membawaku ketempat yang lebih sepi.

"Kita perlu bicara."

"Aku ikhlas kalau kamu benci sama aku. Karena memang aku pantas mendapatkan semua itu."

"Kenapa kamu berfikir aku akan membenci kamu."

Aku mendongak menatapnya. Disaat suasana seperti ini dia masih tanya 'kenapa' apakah dia lupa dengan kejadian waktu itu. Apa dia lupa bahwa aku yang menyebabkan kedua orang tuanya meninggal.

"Ken aku-"

"Kasih tau aku bagaimana caranya aku membenci kamu. Kasih tau aku bagaimana caranya aku berhenti mencintai kamu. Bagaimana aku bisa membenci orang yang sudah menjadi matahari dalam gelapku."

Mendengar itu air mataku-pun pecah. Entah mengapa, mendengar penuturan dari Kennant membuat hatiku semakin teriris. Bagaimana dia masih bisa mencintaiku setelah dia mengetahui kejadian itu.

Apa aku sejahat itu? Aku hanya tidak ingin dia bersama wanita yang salah. Wanita yang telah membuat dunianya hancur.

"Jawab aku, jangan diam saja."

"Bagaimana bisa kamu kamu bersama wanita yang telah membuat kedua orang tuamu meninggal. Kennant, wanita yang kamu anggap sebagai matahari kamu. Sebenarnya adalah orang yang telah menciptakan gelap dalam hidupmu."

Kennant mengacak rambutnya frustasi. Kennant menatapku kembali. Aku hanya bisa menunduk, tanpa berani menatapnya.

Kennant mendekat kearahku, memperkikis jarak diantara kami. Tanggannya meraih daguku, memerintahkan untuk mendongak menatapnya. Tangannya beralih mengusap air mataku yang sedari tadi tidak berhenti mengalir.

Aku cinta kamu. Itu lah kata yang terukir dibibir indahnya. Meskipun kalimat itu tidak bisa didengar. Tapi aku masih sangat bisa mengartikan isyarat dari bibirnya.

Aku kembali menunduk ketika Kennant menyatukan kening kami. Kucengkeram erat lengannya. Fisik dan hatiku lemah jika Kennant memperlakukan ku seperti ini.

Kennant melepaskan tubuhku, memberi jarak diantara kami, "ikut aku."

"Kemana?"

"Sebentar saja, setelah itu aku janji akan menerima keputusan apapun dari kamu."

Aku mengangguk pasrah. Kennant meraih tanganku, membawaku berjalan mengikutinya.

***

Kennant membawaku kesalah satu tempat wisata dikota ini. Kita duduk disalah satu rumah pohon. Disini kita bisa melihat dengan jelas betapa indahnya pemandangan dibawah sana.

Tempat ini sangat indah. Cocok digunakan untuk sepasang kekasih yang ingin berlibur bersama. Andai saja hubunganku dengan Kennant tidak serumit ini. Pasti aku sudah berteriak histeris karena Kennant membawaku ke tempat seindah ini.

 Pasti aku sudah berteriak histeris karena Kennant membawaku ke tempat seindah ini

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Kami masih saling bungkam. Entah apa yang dipikiran Kennant, dia membawaku kesini tanpa menjelaskan apapun.

Mataku masih setia memandangkan, mengabaikan pemandangan indah disekitarku. Karena memang Kennant jauh lebih indah.

"Ken, apa tujuan kamu bawa aku kesini?"

"Aku pengen kamu menenangkan pikiran kamu di tempat ini. Berfikir apakah dengan kita berpisah adalah cara terbaik."

"Nggak ada alasan untuk mempertankan hubungan ini Ken, nggak ada alasan lagi untuk aku bertahan disisi kamu."

"Apa cinta kamu selemah itu, sampai nggak ada alasan untuk kamu pertahan?"

"Ken, kamu tahu betul aku sangat mencintai kamu. Tapi keadaan yang tidak memungkinkan untuk kita bersama. Bersama dengan kamu hanya akan membuatku merasa bersalah."

"Mungkin bagi kamu nggak ada alasan untuk bertahan. Tapi bagi aku, aku masih punya seribu alasan untuk aku bertahan disisi kamu..."

"...Kamu, orang pertama yang membuat aku sadar kalau manusia yang punya banyak kekurangan seperti aku berhak untuk hidup didunia ini. Ketika semua orang menjahui aku karena kekuranganku, kamu malah menghampiriku menawarkan aku untuk masuk keduniamu. Berhenti merasa bersalah untuk kematian orang tuaku, semua itu takdir. Bahkan aku tidak bisa membenci kamu, sekalipun kamu yang memintanya."

Tangisku kembali pecah. Kenapa aku harus dihadapkan dengan kenyataan sesulit ini. Aku mencintainya, tapi bersamanya adalah hal yang mustahil. Bersama dengan Kennant, hanya akan mengingatkan kami tentang kenangan buruk itu.

Sekalipun Kennant telah memaafkanku. Namun rasanya aku tidak pantas bersamanya. Kennant layak mendapatkan wanita yang lebih baik.

"Ken-"

Belum sempat aku melanjutkan perkataanku. Kennant sudah membungkam bibirku dengan bibirnya. Mataku terpejam meskipun air mata masih terus saja mengalir dipelupuk mataku.

Aku membuka mataku ketika Kennant menjauhkan bibirnya. Dia menatapku lekat, menghapus sisa air mata dipipiku. Kemudian mengecup singkat kedua mataku.

Aku tak bisa menolak perlakuan Kennant. Hatiku terlalu lemah menolak semua itu.

"Apa keputusanmu masih sama?"

"Maaf Ken."

Kennant memejamkan matanya sesaat. Menarik kasar rambutnya.

"Besok, aku harap kamu datang ke wisudaku. Setelah itu, aku serahin semuamya ke kamu. Jika kamu ingin berpisah. Aku akan menghargai itu."





Tbc.

I Can Hear Your VoiceOnde histórias criam vida. Descubra agora