13 : Datang

4.5K 449 5
                                    

Setiap melihatmu, luka itu kembali muncul.

Jeslyn Gracia.

Malam ini cukup dingin. Ditambah lagi hujan yang mengguyur kota ini. Aku masih berkutik dengan novel ditanganku. Ditemani coklat panas tentunya. Sebenarnya novel ini sudah selesai kubaca satu bulan yang lalu. Tapi, karena aku menyukai jalan ceritanya. Jadi aku mengulangi membacanya.

Ini cukup mengusir rasa bosanku yang sendirian diruang tamu. Papa sibuk diruang kerjanya. Sedangkan Kak Jason, entahlah. Dari tadi siang Kak Jason belum keluar kamar. Mungkin dia memikirkan hubungannya dengan Kak Alice. Salah sendiri, sudah tau cinta. Malah ditinggalin.

Ting tong

Suara bel pintu menghentikan aktivitas membacaku. Ku langkahkan kakiku menuju pintu untuk membukanya.

Ceklek.

Aku mematung melihat siapa yang ada dihadapanku sekarang. Wanita yang sudah berbulan-bulan tidak kutemui. Wanita yang selalu kuhindari. Wanita telah menghancurkan hidupku.

"Ada keperluan apa anda datang kemari ?" Tanyaku datar.

Dia tampak terkejut dengan ucapanku. "Jeslyn, Mama kangen sama kamu." Mama hendak meraih tanganku namun aku segera menepisnya.

"Mama tau kamu masih marah sama Mama. Tapi, Mama mohon sama kamu jangan bersikap seperti ini, Nak. Jangan bersikap seolah-olah Mama itu orang asing."

Aku tersenyum miring. "Bukannya anda memang orang asing ? Orang asing yang telah menghancurkan kehidupan saya. Karena keluarga, tidak akan melakukan hal sehina itu."

Mama menutup mulutnya. Sekarang isak tangisnya terdengar ditelingaku. Hatiku terasa pilu mendengarnya. Mau bagaimana pun seorang anak tidak akan tega mendengan ibunya menangis. Tapi lagi-lagi, egoku lebih besar daripada rasa simpatiku.

"Jes..slyn." Ucapnya sambil terisak.

"Bisa anda pergi sekarang. Jangan membuat saya tambah muak."

"Jangan usir Mama, Jeslyn. Mama pengen ketemu sama kamu dan kakak kamu."

"Tidak perlu. Hidup saya dan keluarga saya jauh lebih baik semenjak kepergian anda. Silahkan pergi." Mama terus saja menggelengkan kepalanya dan berusaha merain tanganku.

"PERGI."

Papa yang mendengar adanya keributan. Keluar dari ruang kerja menghampiri kami.

"Ada apa ini ter... Jenira ?" Papa terlihat shock dengan kedatangan Mama.

"Ayo masuk, kita bicara didalam. Lagian diluar hujan deras."

Ketika Mama hendak melangkahkan kakinya masuk. Aku mencegahnya, menatapnya dengan kebencian.

"Anda tidak berhak masuk kerumah kami." Ucapku tegas.

"Jeslyn jaga bicara kamu. Dia Mama kamu. Tidak sepantasnya kamu berbicara seperti itu."

"Kalau dia memang Mama aku. Tidak sepantasnya dia menyakiti hati anaknya."

Keduanya bungkam. Tidak ada yang membalas perkataan ku. Aku sudah muak disini. Berada diantara mereka hanya akan menambah lukaku.

"Kalau wanita ini masih disini. Aku nggak akan pulang dari rumah."

Aku berlari keluar dari rumah. Tidak perduli hujan mengguyurku malam ini. Ini lebih baik, setidaknya bisa mengurangi lukaku. Meskipun hanya sesaat.

"Mas kejar Jeslyn, Mas. Diluar hujan, dia bisa sakit."

"Biarkan dia melakukan apa yang dia mau. Kamu yang sabar. Saat ini dia hanya belum bisa menerima keadaan."

***

Aku berjalan diderasnya hujan. Tidak perduli dingin menusuk-nusuk tubuhku. Menyembunyikan tangisku didalam derasnya hujan. Kesedihan dan kekecewaanku kini telah bersatu dengan hujan malam ini.

Aku harus berterima kasih kepada hujan yang telah menemaniku malam ini. Apa ini yang dimaksud Kennant. Kita harus bisa melihat betapa indahnya hujan.

Ah, aku jadi teringat Kennant. Apa aku harus menemuinya sekarang ?

Sekecil apapun lukamu. Jangan pernah menanggungnya sendirian.

Iya, aku harus menemuinya. Aku sudah berjanji untuk tidak menanggungnya sendirian.

.

Aku membunyikan bel berulang kali. Berharap Kennant ada dirumah. Tidak perlu menunggu lama. Seseorang membukakan pintu untukku.

"Kamu.." Ternyata Kennant sendiri yang membukakan pintu untukku.

"Ya Tuhan, kamu bahas kuyup. Ayo masuk." Kennant membawaku masuk kerumahnya.

Setelah menyuruhku duduk diruang tamu. Kennant pergi ke lantai atas. Entah apa yang dilakukan lelaki itu.

Kennant kembali dengan membawa baju dan handuk yang diserahkan kepadaku.

"Ganti dulu, nanti masuk angin. Pakai baju Bunda nggak papa kan ?" Aku mengangguk.

"Kamu bisa ganti disana." Dia menunjuk sebuah kamar. Yang aku yakini adalah ruang tamu.

Setelah lima menit, aku selesai mengganti bajuku. Meskipun ini baju milik bundanya Kennant. Tapi aku tidak kuno memakai baju ini. Short dress biru melekat pas di tubuhku. Meskipun agak sedikit panjang untuk ukuran short dress. Mengingat Tante Celline lebih tinggi dariku.

Aku menghampiri Kennant yang duduk diruang tamu. Dia menepuk-nepuk ruang kosong disebelahnya. Aku tersenyum, kemudian mendudukkan diriku disebelahnya.

"Kamu kenapa ?" Kennant memulai pembicaraan.

"Aku nggak papa."

"Nggak papanya cewek itu pasti kenapa-napa." Aku hanya terkekeh mendengar ucapannya.

"Kamu hujan-hujanan datang kesini sampai baju kamu basah kuyup. Aku juga nggak lihat senyum yang biasanya tercetak diwajahmu. Dan kamu bilang nggak papa ? Itu mustahil."

"Kamu bener, aku memang kenapa-kanapa." Aku menahan tangisku. Aku tidak ingin menangis didepan Kennant dan membuatnya khawatir seperti beberapa hari yang lalu.

"Tadi Mama kerumah. Kamu tau Ken, rasanya disini sakit banget." Aku menunjuk dadaku. "Setiap aku lihat Mama, ingatan itu selalu muncul. Sampai aku nggak bisa maafin kesalahan Mama."

"Aku nggak bisa kasih saran apapun sama kamu. Karena aku nggak pernah ngalamin apa yang kamu alamin sekarang. Tapi aku bisa merasakan betapa terlukanya kamu. Seburuk apapun dia tetap Mama kamu. Orang yang melahirkan kamu. Tidak mungkin kamu baik-baik dengan membencinya."

"Hm.. iya. Aku memang tidak baik-baik saja saat membenci Mama. Bahkan hatiku sakit, saat aku mengeluarkan kata-kata kasar untuknya. Tapi..." Aku tidak bisa melanjutkan kalimatku. Karena cairan bening mulai turun disudut mataku. Pertahananku runtuh. Aku tidak bisa menahan tangisku di depan Kennant.

Kennant mengusap air mataku pelan. "Berhenti menangis. Dunia akan sedih jika mataharinya menangis."

Bibirku melengkung sempurna. Belajar dari mana dia menggombal seperti itu.



Tbc

I Can Hear Your VoiceWhere stories live. Discover now