22 : Pantai

3.8K 382 10
                                    

Sekeras apapun kau ingin mengulang waktu. Sialnya waktu tak akan bisa terulang.

Jeslyn Gracia.

Hari ini Kennant mengajakku ke Pantai. Selagi aku tidak ada jadwal kuliah dan Kennant telah menyelesaikan skripsinya. Setelah kurang lebih tiga bulan menunggu, beberapa hari lagi Kennant akan wisuda. Ah, rasanya kampus akan sepi jika tidak ada Kennant. Tapi tak apa, aku masih bisa bertemu Kennant diluar kampus. Meskipun akhirnya dia akan disibukkan oleh pekerjaannya.

Sebelum menuju pantai. Kennant membawaku ke restoran miliknya. Kennant ingin mengecek kondisi restorannya. Karena minggu ini Kennant belum mengunjungi restoran itu sama sekali. Beberapa bulan lalu Kennant pernah bercerita jika dia memiliki restaurant kecil-kecilan.

"Ayo udah sampai."

Aku segera melepas self belt dan mengikutinya keluar dari mobil.

Aku memandang restoran milik Kennant. Apa ini yang dia bilang restauran kecil-kecilan! Restoran sebesar ini dibilang kecil. Apalah Kennant gila?!

Aku mengikutinya masuk ke restaurant tersebut. Aku dibuat menganga dengan isinya. Ini lebih dari kata indah. Desainnya semua menakjubkan. Hanya dengan sekali lihat, orang akan tau ini tempat yang mewah.

 Hanya dengan sekali lihat, orang akan tau ini tempat yang mewah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku kesana dulu, kamu tunggu disini bentar." Aku mengangguk.

"Mau makan dulu atau--"

"Nggak usah tadi aku udah sarapan kok. Aku mau teh aja ya." Kini giliran Kennant yang mengangguk. Kemudia pergi kearah kariawannya.

Aku mendudukkan diri disalah satu meja disana. Dan mulai membaca menu yang terletak disana. Oh God! Harganya begitu fantastis. Bahkan ada makanan yang harganya belasan juta. Ini sih lebih mahal dari restoran yang berada dihotel dulu. Pantesan Kennant memiliki black card. Satu porsi makanan saja harganya semahal ini.

Ketika aku masih sibuk memandangi buku menu. Tiba-tiba ada salah satu pelayan yang menghampiriku membawa teh pesananku.

"Ini mbak pesanannya. Ada lagi?"

Sebelum meminumnya aku memandangi teh itu terlebih dahulu. Kira-kira berapa ya harga teh ini.

"Oh ya mbak, teh ini harganya berapa ya?"

"Hanya 700 ribu kok mbak."

Apa dia bilang?! Tujuh ratus ribu, hanya?! Jika aku membeli diwarung aku sudah mendapatkan teh untuk se rw.

"Tujuh ratus ribu ?"

"Iya mbak. Teh ini memang berbeda dengan teh lainnya. Karena dipilih dari dauh teh terbaik di indonesia. Apalagi teh ini sangat sulit ditemui di Indonesia. Karena perawatannya yang cukup sulit. Penyeduhanya juga tidak sembarangan. Harus menggunakan air putih yang bersuhu tujuh puluh lima derajat celcius. Setelah itu harus didiamkan sejenak, baru disajikan." Ucap pelayan tersebut yang lebih mirip seles teh.

I Can Hear Your VoiceWhere stories live. Discover now