20 : Semangkuk Soto

3.9K 403 9
                                    

Setelah cukup lama mengelilingi taman ini. Kennant menurunkanku di rerumputan ditaman ini. Aku dan Kennant duduk disana sambil menikmati suasana yang masih alami. Taman ini terbilang cukup bersih. Tak ada sampah yang berserakan disini. Jadi jika kita duduk dimanapun pakaian kita tidak akan kotor.

Keheningan masih menyelimuti kita. Semenjak kejadian tadi, kecanggungan masih sangat ada. Bahkan aku hanya mengucapkan satu kalimat ketika meminta turun dan dijawab anggukan oleh Kennant. Setelah itu kita belum berbicara lagi.

Lidah ku terasa kelu untuk berbicara. Bahkan aku tidak berani menatapnya. Jantungku berdebar kencang ketika menatapnya. Terlebih memory itu kembali muncul. Yang membuat pipiku bersemu merah.

Kennant menepuk bahuku. Membuatku mendongak kearahnya. "Kenapa diam aja ?"

Apakah Kennant gila. Bagaimana bisa dia masih bertanya 'kenapa'. Apakah dia sudah lupa dengan apa yang dia perbuat tadi. Oh God. Dia tadi menciumku.

"Aku tuh malu Ken." Aku menutup mukaku dengan kedua tanganku.

Kennant terkekeh. Kennant menyingkirkan kedua tanganku yang menutupi mukaku. Kemudian kedua tangannya digunakan untuk menangkup pipiku dan menyubitnya gemas.

"Aaa sakit." Meskipun aku mengaduh kesakitan. Kennant masih enggan melepaskan tangannya pada pipiku.

Aku memaksa Kennant untuk melepaskan tangannya. Apa dia tidak tau jantungku seakan mau copot diperlalukan seperti itu.

"Kamu kenapa sih malu-malu gitu ?" Kennant terkekeh.

"Gimana nggak malu. Kita kan-- terserah ah." Bisa-bisanya dia menanyakan pertanyaan bodoh seperti itu.

"Kenapa? Kamu mau lagi?"

Aku mendelik tajam. "KENNANT MESUMMM."

Lagi-lagi dia malah terkekeh dan membawaku kepelukannya. Aku meronta, tapi dia malah memelukku erat. Semoga dia tidak mendengar jantungku yang berdetak sangat cepat. Semoga.

"Malu Ken, dilihatin orang." Aku bernafas lega ketika Kennant melepaskan pelukannya.

"Gimana kamu sama Mama kamu ?"

"Kenapa tiba-tiba tanya itu ?"

"Aku nggak mau aja kebanyakan beban. Apalagi sekarang kakak kamu lagi ada masalah, pasti kamu kepikiran. Aku berharapnya masalah kamu sama Mama kamu cepet selesai."

Aku tidak tau bagaimana menyelesaikan permasalahanku dengan Mama. Karena setiap bertemu dengan Mama hanya emosi yang aku dapatkan.

"Menurut kamu aku harus bagaimana ?" Aku menunduk lesu.

"Memaafkan. Ikhlaskan semua yang telah terjadi. Seburuk apapun Mama kamu. Beliau pasti sangat menyayangi kamu."

Kennant menang benar. Selama ini Mama memang sangat menyayangiku. Terbukti dari aku kecil Mama selalu memberiku kasih sayang dan memberi apapun yang aku mau. Meskipun aku bukan anak dari laki-laki yang dicintainya.

Haruskah aku memaafkan Mama dan melupakan semuanya. Aku tau ini sulit. Tapi aku harus mencoba. Dia Mamaku yang telah melahirkan dan membesarkanku. Aku tau apa yang dia lakukan melukai hatiku. Tapi aku yakin Mama jauh lebih terluka karena anaknya memperlakukannya sebagai orang asing.

"Ken, makasih. Semenjak ada kamu kehidupanku jauh lebih baik. Aku nggak tau gimana kalo aku nggak ketemu kamu. Pasti aku akan melakukan hal diluar batas."

Kuarahkan sebelah tanganku dipipinya. Mengusapnya lembut. Kennant meraih tanganku dan menatapku lembut. Kennant memajukan tubuhnya. Memperkikis jarak diantara kami. Apakah dia akan mencium ku lagi? Bagaimana ini aku harus apa. Aku memejamkan mataku.

Tapi tunggu. Kenapa tidak ada sesuatu yang menempel dibibirku. Aku membuka mataku perlahan. Dan ternyata Kennant sudah menjauhkan tubuhnya dariku. Kennant malah mengalihkan pandangannya dariku.

"Kamu kenapa ?" Tanyaku heran.

"Aku tuh mau cium kamu. Tapi--"

"Tapi?"

"Aku nggak bisa. Aku deg-degan banget masa. Sampai tanganku keringat dingin gini."

Aku tertawa, ternyata seorang Kennant bisa malu juga. Betapa menggemaskannya tingkahnya sekarang. Tadi saja dia dengan beraninya menciumku. Sekarang malah malu-malu tidak jelas.

Cup

Aku mencium pipi kanan Kennant sebelum berlari meninggalkannya. Jangan tanya bagaimana dia sekarang.

Kennant mengusap pipinya yang baru saja kucium. Tanpa dia sadari senyum terbit di bibir manisnya.

Kennant yang menyadari aku tidak lagi disampingnya. Langsung berlari mengejarku. Dengan secepat kilat Kennant berhasil meraih tubuhku. Kennant mengangkatku sambil memutar-mutarkan tubuhku.

"Aku berhuntung memiliki kamu."

***

Kini aku dan Kennant berada diwarung soto. Kennant masih saja cemberut karena aku mengajaknya kesini.

"Itu makanan dimakan jangan malah dilihatin doang. Nanti nangis loh makanannya."

"Tadikan aku habis olahraga, malah kamu aja makan. Sia-sia dong olahraga aku tadi." Kennant mencebik kesal.

Aku tertawa, lucu sekali kalau Kennant sedang kesal begini. Memang sih aku tadi yang memaksanya mencari makan. Padahal dia sudah menolak mentah-mentah karena tidak mau rugi dengan olahraganya.

"Tadi kan kamu juga yang nyaranin makan disini."

"Habis kamu ngerengek laper mulu. Kan aku kasihan."

"Udah habisin sana makanan kamu. Aku tau pasti kamu juga laper. Olahraga mah bisa dicicil besok lagi."

Kennant pun menuruti perkataan ku. Dia mulai menyuapkan soto itu kemulutnya. Dan aku baru sadar. Mangkuk ku sudah kosong. Aku mendesah kecewa. Padahal kan aku masih lapar.

"Kennant." Aku melirik mangkuk Kennant yang masih penuh.

"Punya kamu buat aku ya. Aku masih laper nih."

Kennant buru-buru menarik mangkuknya. Menyembunyikannya, seperti anak umur lima tahun yang menyembunyikan mainannya.

"Sama pacar sendiri nggak boleh pelit atuh Kennant." Ucapku memelas.

Akhirnya Kennant-pun melepaskan soto kesayangannya. Meskipun wajahnya sama sekali tidak menunjukan keikhlasan.

Aku menyuapinya. "Udah ya kamu sesendok aja, lainnya buat aku."

"Kamu pesen lagi aja ya." Kennant mengangguk pasrah.

"Pak, pesen satu mangkok lagi dong." Seruku pada pedagang soto.

"Maaf neng, sotonya sudah habis."

Kennant melongo, rusak sudah sarapannya hari ini. Aku hanya bisa tertawa melihat ekspresi Kennant sekarang.


Tbc

I Can Hear Your VoiceWhere stories live. Discover now