04 : Malam yang Indah

5.2K 510 11
                                    

Kesempurnaan tidak hanya dilihat dari kelebihan seseorang. Tapi juga dari bagaimana dia mensyukuri kekurangannya.

Jeslyn Gracia

Sejak tadi pagi mama terus saja menelfon dan mengirimi pesan untukku. Mungkin untuk kebanyakan orang akan bahagia. Tapi tidak denganku. Itu malah menambah moodku ancur.

Malam ini aku pergi ketaman untuk memperbaiki moodku. Duduk di taman sambil menikmati keindahan taman ini. Tapi sangat disayangkan aku menikmati tempat ini sendirian.

Aku melihat beberapa pasangan berlalu lalang di depanku. Mereka terlihat sangat bahagia. Jujur aku iri dengan mereka. Bisa menikmati tempat ini dengan orang yang mereka cintai.

Aku menghela nafas kasar. Cobaan apa lagi ini. Setelah membuat mataku panas dengan pasangan kekasih yang berlalu lalang didepanku. Kini malah ada satu pasang kekasih duduk disampingku. Apa tidak ada tempat lain. Apa harus disampingku ? Oh God. Ingin sekali aku mengumpat.

Mereka tanpa malu memperlihatkan kemesraannya di depanku. Sang wanita bersandar di bahu sang pria. Sedangkan sang pria membelai halus rambut sang wanita.

"Aku lempar petasan juga nih lama-lama." Aku mendengur kasar.

Aku bangkit dadi dudukku. Berjalan santai menikmati suasana taman. Ditengah perjalanan aku melihat seorang anak kecil bersama ibunya. Dia berbicara bersama ibunya menggunakan bahasa isyarat. Aku jadi teringat Kennant.

Bicara soal Kennant. Tadi aku tidak sempat bertemu dengannya. Karena dia terlihat tergesa-gesa menuju kelas. Kalo aku menemuinya yang ada aku membuatnya terlambat masuk kelas.

Baru saja otakku memikirkan Kennant. Aku bertemu dengannya lagi. Di jam yang sama tapi d tempat yang berbeda.

Aku menghampirinya yang duduk sendiri dibangku taman. "Kita ketemu lagi."

Dia menoleh kearahku. Menatapku kaget. Aku mendudukka diriku di sebelahnya.

"Kita sering bertemu tiba-tiba, sepertinya kita jodoh." Dia melotot kearahku. Aku ingin sekali tertawa melihat ekspresi terkejudnya.

"Terimakasih. Berkat kamu kemarin aku jadi nggak kehujanan. Oh ya payungmu." Aku menepuk dahiku.

'Buat kamu aja.'

Aku menggelengkan kepalaku. "No.. no..no. Kata Papa aku, kita itu nggak boleh mengambil milik orang lain." Dia menyerit heran, kemudian tertawa.

'Kamu bukan ngambil. Kan aku yang ngasih.'

"Pokoknya aku harus balikin payung itu ke kamu." Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Kemarin kamu ketoko buku jalan kaki kan ?" Kennant mengangguk.

"Berarti rumah kamu deket dong sama toko buku ?" Kennant kembali mengangguk.

"Kamu tinggal dimana ?"

'Perumahan Lebak Sari'

"Ya Tuhan. Kita satu perumahan Kennant. Pokoknya besok aku kerumah kamu balikin payung kamu."

Meskipun dia terus saja menggeleng aku tetap memaksanya. Seperti pesan Papa. Aku harus mengembalikan barang yang bukan milikku.

Kennant mepelaskan jaket yang dikenakannya lalu manaruhnya dipahaku. Tersadar akan hal itu aku langsung menatapnya seolah berkata 'kenapa', tapi dia tidak menggubris sama sekali.

Aku baru sadar, dress yang kukenakan memang agak pendek. Apalagi jika dibuat duduk. Jadi dia melakukan ini untuk melindungiku. Ah manis sekali. Bolehkah aku terbang sekarang.

I Can Hear Your VoiceWhere stories live. Discover now