14 : Kebenaran.

4.2K 421 1
                                    

Menjadi orang terakhir yang mengetahui kebenaran itu menyakitkan.

Jeslyn Gracia.

Setelah cukup lama berada dirumah Kennant. Aku memutuskan untuk pulang. Lagian ini sudah larut malam. Terlebih kedua orang tua Kennant yang tidak ada dirumah. Tidak sopan rasanya disini terlalu lama. Apalagi sampai menginap.

Papa dan Kak Jason pasti menungguku dirumah dengan rasa khawatir. Mengingat aku meninggalkan rumah dengan cara seperti itu. Apalagi aku tidak membawa ponselku.

Kennant yang mengantarkanku pulang kerumah. Meskipun jarak rumah kami sangat dekat. Kennant tetap saja tidak membiarkanku pulang sendirian. Padahal, keamanan di sini sangat bagus.

Aku menghembuskan nafasku pelan saat memasuki rumah. Yang pasti wanita itu sudah tidak ada disini. Rumah ini terlihat sangat sepi. Menyisakan pria paruh baya yang duduk didepan televisi.

Aku menghampirinya, berlutut dihadapannya. Aku meraih tangannya.

"Maafin Jeslyn, Pah. Jeslyn udah nggak sopan sama Papa."

Papa tersenyum menatapku. "Nggak papa. Papa ngerti kok. Papa tau kamu masih belum bisa menerima semua ini."

"Jeslyn juga nggak tau Pah, sampai kapan Jeslyn akan membenci Mama. Kesalahan yang Mama perbuat terlalu besar." Aku menahan air mataku agar tidak tumpah. Sudah terlalu lama aku menangis hari ini.

"Sayang, Mama kamu itu nggak sepenuhnya salah Nak. Dia hanya jatuh cinta. Dan cinta tidak pernah salah. Seharusnya dari awal papa tidak memaksakan keinginan Papa. Seharusnya Papa tidak menerima perjodohon itu disaat Mama kamu mencintai om Garel. Papa kira setelah menikah cinta akan tumbuh dengan sendirinya, tapi ternyata tidak. Mama kamu sangat mencintai om Garel. Kamu jangan pernah menyalahkan cinta. Karena cinta datang tanpa diminta. Dan kita tidak bisa meminta untuk jatuh cinta dengan siapa. Seperti Mama kamu. Sekuat apapun dia meminta agar bisa mencintai Papa. Kalau memang hatinya untuk om Garel, dia tidak bisa apa-apa."

Aku menahan air mataku agar tidak tumpah. Sudah terlalu lama aku menangis hari ini. Kenapa bisa selama puluhan tahun Papa hidup dengan orang yang tidak mencintainya. Bagaimana Papa bisa menahan ini sendirian.

"Jeslyn semakin nggak ngerti. Kenapa Mama bisa mensia-sia kan orang sebaik Papa."

"Papa ikhlas menerima semua ini. Yang terpenting sekarang, kamu belajar memaafkan Mama kamu." Aku diam tak menanggapi ucapan Papa. Memaafkan, apa aku sanggup.

"Yaudah, kamu kekamar kakak kamu sana. Dari tadi Jason khawatir nyariin kamu." Aku mengangguk. Segera kulangkahkan kakiku menuju kamar Kak Jason.

Aku mencoba membuka pintu kamarnya. Ah, ternyata tidak dikunci. Mengetahui aku yang membuka pin. Kak Jason langsung berlari ke arahku.

"Ya Tuhan Jeslyn kamu dari mana aja. Kakak khawatir sama kamu."

"Maaf Kak."

"Lain kali kamu jangan kabur-kaburan lagi ya. Papa, Kak Jason, dan Mama khawatir sama kamu."

Mama khawatir denganku ? Bahkan saat berselingkuh dia tidak khawatir dengan perasaanku.

"Kakak kenapa sih masih sebut wanita itu. Dia udah ngebuat hidup kita hancur Kak. Dan kenapa Kakak seolah-olah biasa aja waktu itu pas tau Mama selingkuh."

Aku tau Kak Jason terluka dengan perselingkuhan Mama. Tapi yang aku lihat disini Kak Jason seperti biasa dengan perilaku Mama. Bahkan dia masih mau bertemu dengan Mama. Beda sekali denganku.

"Karena Kakak udah tau dari dulu. Dari sebelum kamu tau."

"Ha ?"

"Kakak udah tau mama selingkuh sejak Kakak kelas satu SMA."

Sejak kelas satu Sma, berarti itu tujuh taun yang lalu. Tidak, ini tidak masuk akal.

"Kamu tau Kak Bian, teman futsal Kakak ?" Aku mengangguk.

"Di bilang kalau dia ketemu Mama jalan sama laki-laki yang jelas bukan Papa. Awalnya kakak mikir mungkin itu teman atau rekan bisnis Mama. Tapi lama-kelamaan Kakak curiga, karena Kakak pernah mergokin Mama telfon sama laki-laki pas tengah malam. Akhirnya Kakak mencoba ngikutin Mama. Dan bener, Mama ketemuan sama om Garel. Dan Kakak nggak cuma sekali mergokin mereka, tapi sering. Kakak selalu diam selama ini. Sampai akhirnya kamu tahu sendiri."

"Terus kenapa Kakak nggak pernah bilang sama aku sama Papa."

"Papa udah tau. Sedangkan kamu. Kamu masih kecil saat itu. Kakak nggak mau hidup kamu kamu hancur karena masalah ini. Kakak nggak mau ngerusak masa kecil kamu Je. Kakak nggak mah melihat adik Kakak hancur diusia yang sangat dini. Kakak nggak mau kamu depresi kayak dulu."

Tangisku pun pecah. Kak Jason mendekapku erat. Jadi selama ini aku hidup dengan kebohongan. Kebahagian yang kudapat selama ini ternyata hanyalah pura-pura. Kenapa semua ini terjadi kepadaku. Kenapa aku harus hidup dengan kebohongan. Kenapa aku harus hidup dengan hal yang paling aku benci

Aku tidak marah dengan Kak Jason. Aku tau dia melakukan semua itu demi kebaikanku. Tujuh tahun dia memendam semua ini. Dan selama itu dia berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Tapi, menjadi orang terakhir yang mengetahui kebenaran ini sangat menyakitkan.

Aku melepaskan pelukan Kak Jason. Dari cerita Kak Jason. Aku jadi menyimpulkan sesuatu.

"Apa ini alasan Kak Jason takut berkomitmen dengan Kak Alice ?" Dia menggangguk.

"Karena kakak takut. Hubungan Kakak akan sama dengan Mama dan Papa."

"Kakak nggak boleh berfikiran seperti itu. Kalau Kakak kayak gini terus Kakak akan kehilangan orang yang Kakak cintai. Kak Jason akan kehilangan Kak Alice." Aku menggenggam tangannya. "Temuin Kak Alice dan jelasin semuanya. Aku nggak mau kakak ipar selain Kak Alice."

Kak Jason tersenyum kearahku. Ini sudah waktunya dia membawa wanitanya kembali. Aku tidak ingin Kak Jason terpuruk karena masalah ini. Karena semua orang berhak bahagia.

Tbc

I Can Hear Your VoiceWhere stories live. Discover now