The Marble

3.4K 296 17
                                    

RATUSAN TAHUN yang lalu, sebelum manusia mencoba untuk mengeksploitasi dunia, banyak bagian bumi yang diuasai oleh kaum elf. Menurut cerita dari mulut ke mulut dan secara turun-temurun, merekalah yang membangun peradaban. Kastil-kastil tinggi di barat, kerajaan-kerajaan binatang di timur, juga sistem-sitem pergerakan di bawah tanah. Dengan segala konflik yang ada antar sesamanya maupun dengan manusia, kaum elf masih bisa bertahan.

Sayangnya, semua yang hidup takkan pernah menginjak titik keabadian meskipun telah berumur panjang. Manusia dengan keinginannya menaklukkan dunia berhasil menjelajahi seluk beluknya, bertemu kaum elf, dan secara perlahan menghabisi mereka.

High elf yang memiliki kemampuan sihir tinggi dibantai dan dianggap makhluk terkutuk. Manusia mengeksekusi mereka, menangkapnya bagai binatang liar, memperbudaknya dan membunuhnya. Karena hal itu pula, sihir tak lagi digunakan dan dianggap sesuatu di luar nalar.

Wood elf yang biasa hidup di hutan sudah punah karena penebangan liar dan pembakaran hutan. Kenteraman antara rimba dan juga negara-negara permukiman - - baik manusia maupun para elf-- kacau karenanya. Binatang buas menggila karena tak punya rumah, menyerang pemukiman kaum lainnya. Mereka bilang para iblis merasukinya, memporakporandakan kehidupan manusia. Tapi kaum elf yang tersisa percaya bahwa hewan-hewan itu marah karena kehilangan sahabatnya.

Sementara itu, dark elf atau sering disebut Drow, dengan kekejaman mereka yang mendarah daging, berhasil bertahan hidup dengan segala sihir hitam, kelihaian dalam mencuri, serta perjanjian-perjanjian dengan iblis yang mereka praktikkan. Arogan, mengerikan, dan selihai ular membuat banyak manusia kesulitan untuk menangkapnya. Dalam gelap, meskipun tidak bersama, setiap elf yang tersisa menyimpan dendam terdalam mereka untuk dibalaskan.

Sayangnya dendam itu tertumpuk dan tak kunjung dilampiaskan. Beratus-ratus tahun kemudian kaum elf menjadi yang terkucilkan; berada di kota pinggiran, dan direndahkan. Dan setiap kaum telinga lancip itu melintasi jalanan kota , orang-orang akan menatapnya jijik, dilempari batu, bahkan tak jarang mereka dianiyaya. Jika rasa kemanusiaan adalah hal yang menjaga perdamaian dunia, sepertinya hal itu sudah luput dari kamus kehidupan.

Hanya sedikit kota yang masih memiliki kategori aman dalam segala hal dan banyak kota yang berisi para bandit. Salah satu dari kota yang tak aman itu bernama Urolk, sebuah kota kecil terletak jauh di barat; salah satu kota di mana populasi kaum dark elf hampir sama banyaknya dengan manusia. Setiap hari, seringkali ditemukan tubuh-tubuh kaku tergelepak di pinggir jalan. Entah elf atau manusia, keduanya merupakan pemandangan yang biasa. Hanya saja, jika mayat elf yang ditemukan, seringkali rongga matanya kosong seolah-olah ada seseorang yang sengaja mencongkel mata mereka.

Di tengah situasi yang tidak pernah menguntungkan bagi para elf, Thirale Belanor memandang tubuh kaku manusia yang mencoba untuk membunuhnya. Napasnya terengah. Ia menyeka keringat di wajahnya dengan punggung tangan, kemudian menggeledahi tubuh kaku pria itu untuk mencari benda apapun yang bisa ia ambil. Selain uang dan sedikit perihasan yang bisa ia ambil, tentu saja Thirale memungut belati yang terjatuh tak jauh darinya. Ia mendengus dan berpikir bahwa betapa bodohnya manusia mencoba membunuh dark elf hanya dengan sebilah belati. Meskipun hukum mengatakan praktik sihir dalam bentuk apapun sudah dilarang, dark elf memiliki bakat alami sihir. Cepat atau lambat, mereka akan mempelajarinya, otodidak ataupun tidak. Hal itu pula yang didapatkan Thirale dalam masa kecilnya, secara tidak sengaja membentuk bola api di tangannya.

Pandangan Thirale teralihkan akan sesuatu yang berkilau di dekat leher tubuh tak bernyawa itu. Sebuah kalung dengan tag logam, menggambarkan lambang yang menggelitik ingatannya. Sudut bibir Thirale berkedut, perempuan elf itu tahu bahwa orang yang hendak membunuhnya ini tentu saja dari sebuah persekutuan gelap yang bertujuan untuk menangkap para elf demi uang: Harbinger.

GenreFest 2018: Dark FantasyWhere stories live. Discover now